LONDON -Satu partai konservatif Inggris akan mengajukan aturan mengenai larangan untuk wanita muslim mengenakan burka atau penutup wajah di lokasi publik.
Anggota partai tersebut, Philip Hollobone, secara pribadi telah mengajukan rancangan undang-undang (RUU) yang akan membuat siapapun juga dilarang menutup wajahnya di tempat publik.
Sebelumnya, Hollobone pernah menyebut cadar yang menutupi seluruh wajah sebagai tindakan yang disamakan dengan “bepergian dengan kantong kertas di atas kepala”.
Aturan semacam itu merupakan yang pertama diajukan di Inggris. Rancangan tersebut pertama kali dibacakan, Rabu (30/6), memiliki kesempatan kecil menjadi undang-undang dihadapan sidang parlemen terbatas dan kekurangan dukungan dari partai politik utama.
Tapi, pengajuan aturan itu memang segaja dirancang untuk menghidupkan kembali perdebatan sengit tentang pelarangan pakaian Islam, menyusul semakin banyaknya negara Eropa yang berusaha untuk melarang pakaian tersebut.
Hollobone mengatakan, pakaian tersebut bukanlah ciri khas warga Inggris untuk para wanita muslim menutup wajah mereka di lokasi publik.
Bersikukuh bahwa rancangan aturan tersebut akan mendapat dukungan masyarakkat luas, dia menegaskan, “warga merasa harus melakukan sesuatu tentang burka, namun banyak yang takut mengungkapkannya karena khawatir dianggap rasis”.
“Sebagian dari gaya hidup Inggris adalah berjalan dan tersenyum pada orang lain yang Anda kenal ataupun tidak,” tambahnya. “Anda tidak akan bisa melakukan interaksi semacam itu, jika Anda menutup wajah”.
Dia menuturkan, tindakan itu seakan-akan mereka menyatakan, tidak ingin menjadi bagian dari masyarakat sekitarnya.
Seorang anggota dari Muslim Women’s Network di Inggris, Shaista Gohir mengatakan, dia sangat setuju jika penutup wajah memiliki efek negatif pada kedekatan antar masyarakat dan sebagian besar warga muslim tidak meyakini hal tersebut sebagai kewajiban religius.
“Namun, larangan hanya akan mengundang respon yang tidak proporsional. Ada jutaan wanita muslim di Inggris dan hanya beberapa ribu wanita yang menggunakan cadar,” ujarnya.
“Melarang cadar tak akan membantu sebagian kecil wanita tersebut untuk melebur dengan masyarakat. Namun, hanya akan membuat mereka semakin tersudut pada pihak ekstrimis,” tegas Shaista.
Heather Harvey dari lembaga Amnesti internasional Inggris yang mengkampanyekan gerakan hentikan penganiayanan terhadap wanita mengatakan, bagi wanita yang terpaksa menggunakan cadar di seluruh wajah hanya akan memperburuk situasi tersebut.
“Mereka akan dianggap sebagai kriminal di lokasi publika, sehingga hanya akan dibatasi didalam rumah,” tuturnya. (republika.co.id, 1/7/2010)