Besamaan dengan perdebatan yang berkecamuk di negara-negara Barat mengenai pelarangan cadar, maka ketegangan lebih serius berlangsung antara para aktivis Islam setelah laporan tentang keputusan Suriah yang melarang wanita bercadar untuk mendaftar di perguruan tinggi, di samping pelarangan terhadap para guru wanita yang bercadar bekerja di sekolah-sekolah di salah satu kota di Suriah.
Berita tentang pelarangan cadar di Suriah ini muncul setelah berbulan-bulan kontroversi atas larangan cadar di Prancis dan negara-negara Eropa lainnya. Hal ini dalam pandangan para aktivis Islam sebagai kampanye melawan busana Muslim, dan berikutnya agama secara keseluruhan.
Wartawan CNN berbahasa Arab telah menghubungi sejumlah pejabat Suriah. Mereka menolak untuk mengkonfirmasi atau menafikan keputusan itu, atau bahkan mereka menolak untuk mengomentari laporan mengenai status perempuan bercadar di universitas.
Suriah bukan satu-satunya negara Arab yang mempermasalahkan pemakaian cadar, sebab beberapa pemerintah di negara-negara Arab lainnya, seperti Tunisia, Yordania, Mesir dan Uni Emirat Arab juga melarang pemakaian cadar karena alasan keamanan di sejumlah departemen dimana kejelasan identitas seseorang sangat diperlukan.
Berdasarkan sejumlah perjanjian internasional, negara memiliki hak untuk mengeluarkan peraturan dan undang-undang dalam rangka meningkatkan jaminan keamanan dan stabilitas dalam negerinya. Namun para aktivis HAM berpendapat bahwa pelarangan terhadap pemakaian jenis pakaian tertentu merupakan bentuk pelanggaran atas kebebasan pribadi, dan piagam hak asasi manusia.
Nadim Houry, seorang peneliti di organisasi “Human Rights Watch” bidang Hak Asasi Manusia berkata bahwa hubungan antara pakaian dengan kebebasan sangat rumit dan kompleks, sebab kontroversi seputar cadar mengarah ke persoalan lain tentang kebebasan berkeyakinan dan beragama, yang dijamin oleh piagam hak asasi manusia.
Ia menambahkan “tidak ragu lagi bahwa pelarangan memakai cadar merupakan pelanggaran yang jelas terkait kebebasan berkeyakinan dan kebebasan beragama. Namun jika suatu negara melarangnya di beberapa tempat tertentu saja, maka masalah ini perlu pada kajian mendalam, seperti mengkaji dampak cadar terhadap proses pendidikan. Apakah benar ada dampaknya?
Seorang aktivis Islam Suriah yang minta identitasnya tidak disebutkan berkata bahwa “pelarangan cadar di universitas dan lembaga di Suriah hanyalah provokasi terhadap puluhan ribu orang yang berpendapat bahwa cadar adalah sebuah hak pribadi mereka.”
Ia menambahkan yang berbicara dengan CNN berbahasa Arab melalui telepon dari ibu kota Yordania, Amman bahwa “argumen yang dikutip oleh media dari pejabat Suriah sangat lemah, dan tidak membenarkan pelarangan cadar.” Ia berkata, “Ada banyak cara untuk menangani masalah ini, dan untuk memverifikasi identitas seorang wanita bercadar bisa dilakukan, tanpa harus memaksanya untuk melepaskan cadarnya. ”
Ia mengatakan bahwa keputusan seperti ini “tidak memberikan manfaat apapun selain pembenaran atas sebuah provokasi”. Dan hal ini justru akan mengusik kaum Muslim di Suriah yang teguh menjalankan agamanya. Perlu diingat bahwa “kerudung, cadar, dan pakaian agama lainnya yang tersebar di negeri ini, sama sekali tidak dianggap aneh.” (CNNArabic.com, 22/7/2010).
Benar bahwa kerudung atau pun cadar tidak dianggap aneh oleh kalangan muslim, malah orang2 yang anti dengan itu yang mempermasalahkannya. Apa yang mereka pikirkan Apakah Dia sebagai Muslim Tapi muslim yang seperti apa yang mereka Anut, Tetap berjuang Demi tegaknya Panji2 Allah(al liwa dan Arroya) Allah Hu akbar
inilah buah dari sistem demokrasi, saat ini cadar dan hijab yang dilarang, tidak menutup kemungkinan nanti kewajiban-kewajiban yang seharusnya dijalankan seperti sholat/puasa juga akan dilarang atas nama HAM. wahai kaum muslimin, saatnya buka mata dan pikiran kita…saatnya berjuang tuk mengembalikan izzul Islam wal Muslimin dengan tegaknya Khilafah.Allahu Akbar