Pornografi Mengancam Generasi Penerus

* Refleksi Hari Anak 23 Juli
Oleh Herliana Tri Mulyaningtyas

Sebulan lebih setelah munculnya kasus video mesum yang dibintangi oleh pemain mirip artis terus menghiasi pemberitaan dan pembicaraan di tengah masyarakat, berbagai kasus serupa terus bermunculan. Seperti kasus ‘Ariel-Luna’ Rumpin, Kabupaten Bogor, yang masih belia (ABG) adalah salah satu kasus dari sederetan kasus yang terus bermunculan layaknya ‘mode yang lagi trend’.

Menurut pakar pendidikan, sosiologi dan kemasyarakatan A Hanief Saha Ghafur kondisi masyarakat Indonesia menunjukkan masyarakat yang sakit (sickness society) dan sudah berlangsung sejak dulu. Dalam kasus video porno itu misalnya, kasus ini dihujat dan tidak dibenarkan oleh masyarakat, tetapi di sisi lain video porno ini malah banyak dicari. Jadi masyarakat sakit karena tidak mempunyai apa yang disebut dengan daya tangkal moral yang kuat.” (Inilah.com, 15/06/2010).

Pernyataan ini diperkuat dengan data yang disampaikan oleh ketua gerakan ‘Jangan Bugil Depan Kamera (JBDK)’ sebuah LSM di tanah air (Peri Umar Farouk), yang mengungkapkan berdasarkan hasil survey yang dilakukan selama 2010, masyarakat Indonesia berada pada urutan ke empat dunia yang suka membuka internet untuk situs pornografi.

Lanjutnya, masyarakat Indonesia gemar mengakses internet dengan kata kunci seks. Penggemarnya kalangan remaja dengan usia antara 14-26 tahun dan 30-45 tahun, merata di seluruh daerah di Indonesia. Penggemar ini selain mengakses di warung internet juga dari perkantoran. Gemarnya masyarakat mengakses situs porno tergambar berdasar data yang diperoleh Google, setiap hari terjadi 68 juta pencarian dengan menggunakan kata “porno” atau variasinya, dengan jumlah situs di dunia sekitar 4,2 juta dimana 100 ribu di antaranya berada di Indonesia. Hal ini belum lagi ditambah dengan kegiatan pornografi-pornoaksi yang berbentuk film, majalah, sinetron, konser musik dan lain sebagainya.

MENGANCAM TUMBUH KEMBAMG ANAK

Tak dapat dipungkiri, maraknya pemberitaan pornografi juga mengancam tumbuh kembang anak. Hal ini terjadi karena mereka cenderung lebih mudah menerima dan meniru sesuatu yang mereka lihat dengan apa adanya. Meniru model (imitasi) merupakan cara belajar yang dilakukan oleh anak-anak. Oleh karena itu, sangat wajar jika setelah menonton suatu acara (Smackdown misalnya), maka anak-anak berhasrat meniru adegan yang baru saja ditontonnya. Lebih parahnya lagiyang terkait dengan pornografi ini, telah menyeret anak dalam lingkaran subyek pemberitaan yaitu anak-anak dijadikan model bagi jutaan situs porno.

Menurut Masnah Sari dari KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), dari sekitar 4,2 juta website porno yang beredar di seluruh dunia, sebanyak 100.000 website diantaranya menjadikan anak-anak berusia di bawah 18 tahun sebagai modelnya. Yang lebih memprihatinkan, sebagian besar diantaranya ditengarai adalah anak-anak Indonesia. Data yang dikutip Masnah tersebut merupakan hasil survey tahun 2006 yang diselenggarakan oleh To Ten Review..

Mudahnya masyarakat mengakses pornografi baik anak-anak, remaja maupun orang dewasa tergambar dari data survei tahun 2008, Yayasan Kita dan Buah Hati (YKBH) terhadap 1625 siswa kelas IV-VI SD di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi. Mereka menemukan data, sekitar 66 persen anak-anak usia 9-12 tahun telah menyaksikan materi pornografi, dari komik (24%), games (18%), situs porno (16%), film (14%) dan sisanya dari VCD/DVD, ponsel, majalah dan koran. Sekitar 27 persen dari mereka, memperoleh materi pornografi tanpa sengaja (berawal dari iseng-iseng), sedangkan yang terpengaruh teman sekitar 10 persen.

Pemaparan ini begitu jelas menggambarkan, begitu mudahnya mengakses materi pornografi dan sudah sedemikian tersedia, sehingga tanpa sengaja pun materi itu bisa dengan mudah diperoleh. Ironisnya lagi, sekitar 36 persen dari mereka, menikmati materi pornografi di rumah (kamar pribadi), sedangkan di rumah teman hanya 12 persen. Ini bisa diartikan, rumah telah menjadi tempat pertama bagi mereka memperoleh materi pornografi.

Maraknya pornografi mulai dari kemudahan mengakses, gaya hidup bebas sehingga memudahkan meningkatnya perilaku seks bebas tentu akan semakin meningkatkan bahaya bagi masyarakat seperti makin banyaknya kehamilan pranikah serta kasus aborsi sebagai wujud ketidaksiapan menerima hasil dari prilaku bebas yang berlaku saat ini.

Dengan lonjakan kasus lebih dari 2 juta aborsi terjadi setiap tahunnya di negeri ini. Begitu pula perilaku seks bebas di kalangan mereka yang sudah menikah juga akan mengancam keharmonisan suami-istri, kekacauan nasab dan kehancuran institusi keluarga yang pada akhirnya akan semakin memperbesar masalah sosial di tengah masyarakat.

AKAR MASALAH

Penyebaran video mesum dan perilaku seks bebas di masyarakat sejatinya terjadi karena sekularisme dan liberalisme yang diterapkan di tengah masyarakat. Sekularisme adalah paham yang menolak peran agama dalam kehidupan umum. Agama hanya dianggap sebagai urusan pribadi dan itu pun dipersempit sebatas urusan spiritual dan ritual. Nilai-nilai dan aturan agama (Islam) tidak boleh diikutkan dalam masalah publik.

Adapun liberalisme adalah paham yang mengajarkan bahwa setiap manusia bebas berkeyakinan dan berperilaku selama tidak merugikan orang lain. Terkait dengan bahasan pornografi, faham kebebasan ini juga mengajarkan bahwa setiap orang bebas menjalin hubungan dengan siapa saja dan bahkan berhubungan seks dengan siapa saja asal suka sama suka dan tidak ada paksaan.

Celakanya, pengaturan kehidupan sosial yang ada saat ini dibangun berlandaskan pada ide sekularisme dan liberalisme itu. Tengok saja, di dalam KUHP seseorang yang berhubungan di luar ikatan perkawinan tidak dianggap melakukan tindakan pidana selama dilakukan suka sama suka. Padahal bisa jadi hanya pasal itulah yang bisa digunakan untuk menjerat pemain video mesum itu. Walhasil, perundang-undangan sekular yang ada saat ini jelas tak mampu mengatasi problem pornografi, pornoaksi, dan seks bebas yang marak terjadi di tengah masyarakat.

SYARIAH MEMBABAT SEKS BEBAS

Islam menetapkan bahwa persoalan seks dibatasi hanya dalam kehidupan suami-istri. Persoalan seks tidak boleh diumbar di ranah umum. Dalam kehidupan suami istri itu, Islam juga mengajarkan adab-adab dalam hubungan suami-istri. Misal, mengajarkan agar perihal hubungan suami-istri itu disimpan di antara mereka berdua saja. Islam mengharamkan siapapun menceritakan perihal hubungan tersebut kepada orang lain. Nabi saw. telah bersabda: “Sesungguhnya manusia yang paling jelek kedudukannya di sisi Allah pada Hari Kiamat ialah seseorang yang menyetubuhi istrinya dan istri bersetubuh dengan suaminya, kemudian suami menyebarkan rahasia istrinya” (HR Muslim dari Abi Said al-Khudri).

Berdasarkan nas di atas, maka keharaman hukum menceritakan tersebut termasuk keharaman merekam adegan ranjang untuk disebarkan, agar bisa ditonton orang lain. Dengan keras Nabi saw. menggambarkan mereka seperti setan: “Tahukah apa permisalan seperti itu?” Kemudian beliau berkata, “Sesungguhnya permisalan hal tersebut adalah seperti setan wanita yang bertemu dengan setan laki-laki di sebuah gang, kemudian setan laki-laki tersebut menunaikan hajatnya (bersetubuh) dengan setan perempuan, sementara orang-orang melihat kepadanya.” (HR Abu Dawud).

Memberitakan dan memperbincangkan peristiwa seperti ini juga diharamkan, karena termasuk menyebarkan perbuatan maksiat. Nabi SAW dengan tegas menyatakan: “Setiap umatku dimaafkan (dosanya) kecuali orang-orang menampak-nampakkannya dan sesungguhnya di antara bentuk menampak-nampakkan (dosa) adalah seorang hamba yang melakukan perbuatan pada waktu malam, sementara Allah telah menutupinya, kemudian pada waktu pagi dia berkata, “Wahai fulan, semalam aku telah melakukan ini dan itu.” Padahal pada malam harinya (dosanya) telah ditutupi oleh Rabb-nya. Ia pun bermalam dalam keadaan (dosanya) telah ditutupi oleh Rabb-nya dan di pagi harinya ia menyingkap apa yang telah ditutupi oleh Allah” (Muttafaq ‘alayh).

Semua itu, berdasarkan nas-nas yang ada, jelas haram. Siapapun yang melakukannya atau yang menyebarkannya seperti penyedia situs, yang menggandakan CD, dsb, dalam pandangan syariah berarti telah melakukan tindakan pidana. Kasus semacam itu dalam sistem pidana Islam termasuk dalam bab ta’zîr. Jika terbukti maka bentuk dan kadar sanksinya diserahkan kepada ijtihad qadhi; bisa dalam bentuk tasyhir (diekspos), di penjara, dicambuk dan bentuk sanksi lain yang dibenarkan oleh syariah. Jika semua itu disebarkan secara luas sehingga bisa menimbulkan bahaya bagi masyarakat, tentu bentuk dan kadar sanksinya bisa diperberat sesuai dengan kadar bahaya yang ditimbulkan bagi masyarakat itu.

Apalagi jika adegan ranjang itu dilakukan tanpa ikatan perkawinan, yaitu merupakan perzinaan; seperti terjadi atas ketiga artis yang diduga itu seandainya terbukti benar. Rekaman itu akan bisa dijadikan indikasi kuat untuk mendorong pengakuan si pelaku. Jika ia mengakuinya maka terhadap mereka harus diterapkan had zina, yaitu jika telah menikah harus dirajam hingga mati dan jika belum pernah menikah maka harus dicambuk seratus kali. Pelaksanaan hukuman itu harus dilakukan secara terbuka disaksikan oleh khalayak ramai.

Di sisi lain, pemerintah yang diamanahi mengurus segala urusan rakyat, selain menjalankan hukuman di atas, juga harus bertindak untuk memutus rantai kerusakan itu agar tidak terus bergulir; baik dengan memblokir situsnya, melakukan tindakan razia, dll. Semua tindakan hukum itu merupakan palang pintu untuk menghalangi terus menjalarnya kerusakan dan semacamnya itu.

Untuk saat ini, mengikis kerusakan sejak dari akarnya, ide-ide sekularisme dan liberalisme harus dikikis habis dari masyarakat karena ide-ide itulah yang menjadi dasar dan mendorong terjadi dan menyebarnya kerusakan semacam itu di masyarakat. Selain itu juga sangat penting dilakukan pendidikan Islam kepada masyarakat secara terus-menerus dan berkesinambungan. Jadi, negara harus terus-menerus membina dan meningkatkan ketakwaan masyarakat. Hal itu bisa dilakukan melalui semua sarana dan media pendidikan yang mungkin. Namun, semua itu hanya mungkin dilakukan jika sistem yang diterapkan adalah sistem yang berlandaskan akidah Islam, yaitu syariah Islam.

Merebaknya kasus penyebaran video mesum kali ini bukanlah yang pertama dan sangat boleh jadi belum akan menjadi yang terakhir. Sebab, sistem yang ada ternyata tidak bisa menghentikannya. Bahkan menindak orang-orang yang terlibat saja mengalami kesulitan karena kendala-kendala hukum. Selain itu, ide sekularisme dan liberalisme telah diadopsi menjadi landasan sistem yang berlaku. Padahal kedua ide itu menjadi sebab mendasar muncul dan menyebarnya segala macam kerusakan yang terjadi saat ini.

Sistem Islam yang dibangun di atas landasan akidah Islam dan menerapkan syariah Islam akan mampu menghentikan segala bentuk kerusakan itu. Syariah Islam memiliki aturan dan sistem yang bisa menjamin terealisasinya semua itu. Jadi hanya sistem Islam degan syariahnya sajalah yang mampu menyelamatkan umat dari ancaman kerusakan itu.

Sungguh, sudah tiba saatnya kita mengakhiri sistem sekular, dan tiba saatnya kita segera tegakkan sistem Islam dan syariahnya.(*)

Herliana Tri Mulyaningtyas,
Aktivis Muslimah HTI.

One comment

  1. Tulisannya tolong dirapiin. Dikasih spasi antar paragraf. Biar enak dibaca. Oks.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*