Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa haram untuk acara atau berita infotainment yang menyebarkan gosip maupun aib seseorang termasuk aib yang berbau pornografi. “termasuk mengambil keuntungan dari berita sejenis terkategori haram” ungkap Ketua MUI Pusat KH Makruf Amin
Hal ini disampaikan pada pleno fatwa MUI (27/7), juga diharapkan peran Lembaga Sensor Film (LSF) untuk mengatur tayangan infotainment agar tidak keluar dari rel aturan agama (Islam-red). Juga, menghimbau kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) agar ada regulasi untuk menghentikan penyiaran yang berlebihan.
Menurut Juru Bicara Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Muhammad Ismail Yusanto, mengambil contoh fatwa tentang infotainment, jika dikatakan haram maka haram menyebarkan. Hukuman yang akan dikenakan kepada pelanggar tidak jelas. Karena sebenarnya memang bukan tugas Komisi Fatwa MUI untuk menghukumi pelanggarnya. “peraturan yang diambil dari fatwa itu tidak masalah tapi kemudian harus jelas sanksi buat mereka yang melakukan pelanggaran” tegas Ismail.
Ismail menilai, apa yang dihasilkan dari Fatwa MUI sebagai suatu keputusan hukum Islam yang diambil berdasarkan dalil-dalil syar’i yang menghasilkan keputusan hukum adalah sesuatu yang positif. “Suatu proses pengambilan hukum yang menghasilkan keputusan hukum, diistilahkan sebagai istinbath hukum syar’i,” ujarnya.
Akan tetapi kenapa dalam aplikasinya tidak jalan? Ini karena masyarakat, pemerintah, tidak menggunakan syariat Islam sebagai aturan hidupnya.
Juga, menurut Ismail, memang fatwa itu hanya berhenti pada keputusan hokum, tidak ada pelaksanaan. Dalam ranah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) fatwa tidak dijadikan patokan utama dalam hukum, fatwa hanya menjadi salah satu patokan, bisa diambil bila cocok dan tidak digunakan jika tidak cocok. Fatwa itu berhenti pada sebatas fatwa sedangkan pada aplikasi tidak berjalan. “Jadi terjadi kesenjangan”, jelasnya.
Ada tiga bagian subjek hukum Islam yaitu individu, mayarakat dan negara. Di sinilah peran negara menerapkan aturan yang berbasis pada syariat Islam. Maka yang harus dilakukan oleh MUI ke depan adalah perjuangan penerapan Syariat Islam.
Komisi Fatwa MUI mengakui, memang selama ini penerapan fatwa dinilai masih minim di lapangan, hal ini terungkap ketika pleno sekaligus konferensi pers. Aplikasi fatwa di lapangan masih terganjal oleh keberadaan KUHP warisan Kolonial Belanda yang masih dipakai. MUI melihat bahwa perannya adalah sebatas menyarankan kepada pemerintah, bukan sebagai eksekutor. Karena selanjutnya fatwa yang memiliki nilai hukum ini akan dipertimbangkan oleh DPR untuk diterima atau ditolak.
Pada Musyawarah Nasional ke-8 ini juga dihasilkan keputusan Fatwa seputar pengharaman infotainment, bank sperma, cangkok organ manusia hidup dan mendukung pembuktian terbalik dalam kasus tindak pidana korupsi. (mediaumat.com, 28/7/2010)
Ustadz Ismail usulkan ke Pak SBY “Untuk apa berkuasa jika tidak menegakkan syariah?” Ane pasti dukung ustadz!!!