Antara Ba’asyir, AS, dan Syariat Islam

Laporan wartawan SURYA Junianto Setyadi

Musuh utama Ustaz Abu Bakar Ba’asyir di dunia ini bukanlah Pemerintah Indonesia—siapa pun presidennya—melainkan Pemerintah Amerika Serikat (AS). Setiap kali beperkara dengan aparat penegak hukum, Abu Bakar Ba’asyir selalu menuding AS-lah dalang perkara tersebut. Demikian pula saat ditangkap kembali oleh tim Densus 88 Antiteror di Banjar Patroman, Ciamis, Jawa Barat, Senin (9/8/2010) pagi, dia langsung menuding AS berada di balik penangkapannya.

Hal tersebut ditegaskan Ba’asyir dalam surat yang dibacakan Dewan Pembina Tim Pembela Muslim (TPM), Mahendra Datta, di Mabes Polri, Jakarta, Senin. “Dengan izin Allah saya menolak dengan tegas tentang penangkapan saya juga pemeriksaan karena saya yakin penangkapan dan pemeriksaan tidak lebih dari komoditas politik untuk menyenangkan musuh-musuh Islam (Amerika, Israel, serta segala antek-anteknya di Indonesia).”

Ada apa dengan AS? Mengapa AS terus berusaha agar Ustaz Abu—panggilan akrab Abu Bakar Ba’asyir—ditangkap dan diadili? “Amerika sebenarnya takut dengan dakwah saya yang dianggap Islam garis keras. Mereka takut syariat Islam,” tegasnya ketika diwawancara di Pondok Pesantren Al Mukmin Ngruki, Cemani, Sukoharjo, beberapa waktu lalu.

Padahal, menurut Ustaz Abu, syariat Islam merupakan sistem hukum yang paling modern. Memang tampak kejam, tetapi paling modern, katanya. Dia mencontohkan, jika ada seorang pencuri yang  ternyata mencuri karena kelaparan atau kemiskinan—karena terpaksa—maka dia tidak dihukum. “Tetapi jika mencuri karena memang moral yang bisa membawa kerusakan umat, maka harus dihukum. Hukumannya keras, tetapi dampaknya memuaskan,” tegas Ustaz Abu.

Mengenai stempel bahwa dirinya merupakan tokoh Islam garis keras, Ustaz Abu mengakui hal tersebut. Namun, tegasnya, keras bukan dalam artis fisik, tapi keras memegang teguh syariat, keras memegang prinsip. “Jadi, kalau sudah menyangkut soal syariat, enggak mau kompromi. Karena, (kalau kompromi) itu batil,” tandas mantan Amir (Ketua) Majelis Mujahidin Indonesia (MMI) yang sekarang memimpin Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) ini.

Dia pun menjelaskan bahwa yang dimaksudkan garis keras adalah pihaknya mengajukan sesuatu yang tidak bisa ditawar, yang harus dilaksanakan, yaitu syariat Islam, namun pelaksanaannya menurut kemampuan. “Tapi enggak boleh ditawar. Umpamanya sudah mampu (menjalankan), lalu masih ditawar lagi, ndak boleh. Kalau sudah mampu, ya harus dilaksanakan. Itu yang dinilai keras,” papar Ustaz Abu.

Menurut Ustaz Abu, sebenarnya hanya itu persoalannya. “Jadi, itu yang dianggap (Islam garis) keras. Maksud mereka yang menuduh ormas-ormas (seperti pimpinan Ustaz Abu) itu keras karena mereka mempunyai kecondongan lunak dalam persoalan syariat,” ucapnya.

Dia menambahkan, kalau lunak dalam soal fisik—apalagi dalam persoalan dunia—boleh lunak. Tetapi jika menyangkut syariat, tak boleh lunak. “Misalnya ada orang kafir mengganggu dunia kita, kita bela diri. Kalau mau memaafkan, baik. Tapi, kalau sudah  mengganggu syariat, tidak bisa kita bersikap lunak. Sebab, syariat itu  kebutuhan pokok umat,” tandas Ustaz Abu.

Sumber: kompas.com (10/8/2010)

One comment

  1. ya Allah, memberikanlah sifat istiqomah dan kesabaran bagi para pembela agama Mu. amin

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*