JAKARTA-Pemerintah dianggap telah responsif dalam menghadapi berbagai persoalan yang menimpa masyarakat, namun tidak pernah menghasilkan solusi. Sebab, respon yang selalu dilakukan pemerintah hanya berupa pernyataan-pernyataan namun tanpa tindakan nyata.
Demikian dikatakan Ketua pp Muhammadiyah, Din Syamsudin saat diskusi di Jakarta, Sabtu (14/8). “Kalau begini caranya tidak perlulah menjadi urusan top leader,” kata dia. Karena pada akhirnya hanya akan menjadi tumpukan masalah dan tak ada yang mampu terselesaikan.
Cara merespon macam ini, menurut Din, juga berdampak sistemik. Sebab, mampu menularkan virus budaya ke kalangan bawah untuk menyelesaikan masalah dengan cara seperti ini saja. Padahal, permasalahan yang terjadi sudah terlalu banyak, dan jika tidak mampu diatasi ini maka akan menjadi masalah yang semakin berat di masa depan.
Sementara Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhi Massardi pun menyatakan adanya mentalitas baru pemerintah saat ini, yakni pemerintah menghadapi masalah dengan melakukan rapat, dan mengeluarkan pernyataan kemudian menganggap saat paripurna semua permasalahan tersebut sudah selesai.
Cara-cara seperti itu, dinyatakan Faisal Basri, Pengamat Ekonomi sebagai bentuk pengabaian negara kepada rakyatnya. Padahal, tambah Faisal, sebesar 80 persen warga negara Indonesia belum bisa mengakses kebebasan. Karena tidak mendapatkan jaminan sosial yang setimpal dengan risiko system ekonomi yang bebas dan tergantung pasar.
Setelah reformasi, tambah dia, peran negara berubah menjadi aneh yakni seolah-olah lepas tangan. Setelah reformasi pula, kata dia, konsentrasi usaha terlihat memburuk. Kekuatan-kekuatan tertentu semakin mengecoh pasar dalam menentukan harga. Rakyat, kata dia, selalu diposisikan dalam kondisi lemah.
Hal ini kemudian diamini Adhie, menurut dia, dulu di zaman orde baru, masyarakat memang dibrangus tak boleh bicara. “Sekarang kita boleh ngomong tapi pemimpinnya tutup kuping, jadi kita bicara tanpa didenger,” tegasnya.
Karenanya, menurut Faisal, harus ada ransformasi mendasar dalam ketata negaraan Indonesia. Demokrasi yang ada, searusnya, bukan hanya urusan utak-atik Parliamentary Threshold saja, namun demokrasi yang substansial, dan bisa mensejahterakan rakyat serta mempersatukan indonesia. Politik yang dianut harus yang mampu mensejahterakan rakyat, jangan hanya intrik. (republika.co.id, 14/8/2010)
Apapun bentuknya,demokrasi tetap sistem gagal..sistem cacat…yang tak mampu membawa perubahan,jelas sistem thagut,sistem buatan manusia hanya mampu membawa kesengsaraan,Qt butuh one solution fundamental…ya…just One change system,trow democrazy system and set Islam Ideology System.ALLAHUAKBAR…ALLAHUAKBAR….ALLAHUAKBAR
demokrasi di ganti dengan demokrasi fersi baru.
ini adalah pemikiran bodoh, seperti keledai yang sedang dalam pengilingan.
ia berjalan tanpa lelah namun tidak pernah sampai tujuan.
karena ia hanya muter-muter di tempat saja.
hanya dengan Syariah Islam lah Indonesia akan sejahtera, dunia akhirat.