JAKARTA-Rencana pemerintah mengurangi alokasi anggaran subsidi pupuk 2011 mendapat dukungan DPR. Komisi IV DPR yang menangani bidang pertanian berpendapat, pengurangan subsidi pupuk akan menekan disparitas harga antara pupuk bersubsidi dengan pupuk tak bersusidi. Pengurangan subsidi pupuk berarti harga komoditas ini bakal naik.
Anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Partai Golkar, Siswono Yudo Husodo, mengatakan selama ini disparitas harga pupuk telah menyebabkan terjadinya penyimpangan penyaluran pupuk di lapangan. ”Sehingga begitu petani butuh, pupuk tidak ada karena tersalur ke pihak-pihak yang tidak seharusnya menerima,” ujar Siswono kepada Republika, di Jakarta, Rabu (18/8).
Dia menjelaskan, harga pupuk bersubsidi jenis urea saat ini Rp 1.600 per kilogram, sedangkan pupuk tak bersubsidi Rp 2.600 per kilogram. Sementara harga pupuk untuk ekspor bisa mencapai Rp 3.100 per kilogram. ”Nah, disparitas harga ini telah menyebabkan moral hazard (penyimpangan) yang terjadi sejak lama,” jelasnya.
Walaupun demikian, Siswono melanjutkan, pengurangan alokasi subsidi pupuk harus dibarengi dengan efektivitas penyaluran pupuk bersubsidi kepada petani. Tanpa efektivitas penyaluran, pengurangan anggaran subsidi hanya akan membuat petani menderita.
Kecuali itu, Siswono menyarankan agar pemerintah lebih mengutamakan penggunaan pupuk organik ketimbang pupuk anorganik. Alasannya, kualitas tanah-tanah pertanian Indonesia sudah sangat menurun miskin unsur hara. Dulu, untuk satu hektare sawah padi petani hanya membutuhkan pupuk urea sebanyak 100-120 kilogram. Namun saat ini pupuk urea yang dibutuhkan untuk satu hektare lahan sawah bisa mencapai 250-300 kilogram.
”Makanya harus didorong penggunaan pupuk organik dan petani dilatih untuk memproduksi pupuk organik sendiri. Dengan demikian pengurangan subsidi menjadi tepat sasaran,” imbuh Siswono. (republika.co.id, 18/8/2010)