Sebagai Muslim, Wartawan pun Wajib Bedakwah

Jakarta,- Sekitar 30 wartawan Muslim mengikuti acara buka puasa bersama yang digelar Hizbut Tahrir Indonesia, Kamis (19/8) sore di Kantor DPP HTI Crown Palace, Jakarta Selatan. Ketua HTI Rokhmat S Labib dan Jubir HTI Muhammad Ismail Yusanto hadir sebagai pembicara.

Acara itu digelar mengingat pentingnya peran media massa sebagai katalisator perubahan di tengah-tengah masyarakat. Bayangkan, bila seseorang berdakwah kemudian televisi menayangkan, media cetak menulis, radio menyiarkan, media online memposting tentu akan jauh lebih banyak lagi orang yang mendapat petunjuk, ketimbang seseorang yang berdakwah tanpa diangkat oleh media.

Cukup sekali ceramah, dakwah seoarang da’i dapat didengar oleh ribuan bahkan jutaan orang di berbagai tempat yang berjauhan dengan serentak. Sedangkan bila tanpa diangkat di media maka da’i tersebut harus keliling ke berbagai tempat. Bila ada ratusan, ribuan, bahkan jutaan orang yang mendapat petunjuk, maka sebanyak itu pula pahala tambahan bagi insan media yang mengangatnya.

“Begitu pula sebaliknya jika yang diopinikan untuk menjauhkan orang dari cahaya Islam, sebanyak orang yang tersesatkanlah, dosa tambahan bagi insan media yang mengangkatnya!” ujar Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia Rokhmat S Labib.

Berdakwah dan melakukan amar makruf nahyi munkar bukan hanya kewajiban orang yang digelari ustadz atau mubaligh saja, tetapi kewajiban setiap Muslim, tidak terkecuali insan media. Tugas mulia itu dapat dilakukan dalam dua level.

Level pertama, secara institusi. Jadi secara lembaga memang media tersebut dibuat untuk melakakukan misi amar makruf nahyi munkar. Insan media jelas bertugas untuk mensukseskan misi tersebut.

Level kedua, secara personal. Media tempat insan media Muslim itu bekerja memang tidak dimaksudkan untuk menjalankan misi amar makruf nahyi munkar. Tetapi sebagai seorang Muslim, insan media tetap berkewajiban melakukan amar makruf nahyi munkar juga.

“Kita tahu berita itu merupakan realitas tangan kedua (second hand reality), di sinilah peran wartawan Muslim menentukan sudut (angel) pemberitaan,” ujar Jurubicara HTI Muhammad Ismail Yusanto. Karena kejadian boleh jadi sama karena perbedaan angel itulah maka akan terjadi perbedaan titik tekan dalam pemberitaan. Yang hasilnya bisa positif atau negatif dalam pemberitaan termasuk dalam pemberitaan terkait Islam.

Syamsul Muarif, koresponden Televisi Asahi Simbun, mengaku sangat berat dalam menjalankan misi tersebut. Maklumlah televisi yang berpusat di Jepang tersebut memang secara institusi tidak dibuat untuk melakukan misi Islam.

Namun ia tetap berusaha melakukan kewajibannya sebagai seorang wartawan Muslim. Maka ketika seorang profesor ahli Islam dan Timur Tengah yang biasa menjadi narasumber Asahi Simbun ingin mendalami masalah terorisme di Indonesia hal itu ia manfaatkan untuk advokasi terhadap Islam.

Syamsul mengajak profesor tersebut bertemu langsung dengan Ustadz Abu Bakar Baasyir. Agar si profesor  mendengar secara langsung pengakuan dari orang yang selama ini difitnah sebagai dalang terorisme. Kemudian Syamsul pun mengajak sang profesor ke Mabes Polri untuk mewawancarai polisi yang dapat bersikap lebih adil dalam masalah ini.

Namun sayang, hasil akhir dari penelitian tersebut tetap merujuk kepada sumber-sumber yang miring terhadap Islam.Karena institusi tempatnya bekerja selalu menekankan mitos bahwa narasumber yang paling valid tentang Islam bukan dari ormas-ormas Islam, tetapi dari kalangan Barat yang tidak setuju dengan upaya penegakan syariah Islam.

Itulah salah satu tantangan yang dihadapi wartawan Muslim yang terungkap dalam acara yang bertajuk, Wartawan Muslim dan Tantangan Amar Makruf Nahyi Munkar tersebut. Wartawan Muslim tidak boleh berputus asa, berbagai advokasi harus tetap diupayakan, sehingga tercetuslah dalam acara itu untuk melakukan pertemuan lebih lanjut yang bertujuan satu sama lain saling menguatkan sehingga misi dakwah dan amar makruf nahyi munkar dapat tetap dijalankan oleh setiap wartawan Muslim.

Acara yang ditutup dengan buka puasa bersama itu dihadiri insan pers yang bekerja di berbagai institusi media, di antaranya adalah: Televisi Asahi Simbun, Televisi Republik Indonesia, Harian Umum Kompas, Pers Daerah,  Jurnal Nasional, Majalah Suara Hidayatullah, Majalah Gontor, Majalah Sabili, Yadmi Online, Radio Dakta 107 Fm, dan Radio Islam Sabili 1530 AM.[] joko prasetyo

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*