OSLO-Pengadilan Administratif Norwegia, pekan lalu, memutuskan mengabulkan larangan terhadap polisi wanita negara itu mengenakan jilbab. Putusan ini merupakan respon terhadap usaha pemerintah yang memperbolehkan penggunaan jilbab oleh polisi wanita.
Putusan itu dinilai Pengadilan Persamaan Norwegia melanggar kebebasan beragama dan undang-undang anti diskriminasi dengan mencabut hak perempuan dari akses terhadap profesi polisi. “Secara objektif, polisi merupakan bagian dari masyarakat Norwegia,” demikian pernyataan resmi pengadilan tersebut.
Trude Margerethe Haugli, Ketua Pengadilan Persamaan Hak Norwegia mengatakan putusan tersebut telah mengorbankan secara prinsipil persamaan kebebasan beragama. “Sebagai masyarakat multi kultural dan beragam, polisi seharusnya menggambarkan keberagaman itu, sangatlah tepat untuk menjaga kepercayaan itu,” kata dia seperti dikutip Alarabiya, Ahad (22/8).
Kasus pelarangan jilbab mengemukan setelah salah seorang perempuan muslim negara itu ingin menjadi polisi namun menolak untuk melepaskan jilbab. Sebelumnya, pemerintah pusat pada tahun lalu telah menyetujui untuk memperbolehkan polisi wanita mengenakan jilbab.
Sayangnya, putusan itu segera mendapat tentangan dari sejumlah pihak terutama dari kalangan oposisi pemerintah. Menurut oposisi membolehkan penggenaan jilbab sama saja dengan membuka Norwegia dari Islamisasi.
Secara terpisah, Serikat Polisi negara mengharapkan adanya netralitas seragam kepolisian. Menurut mereka, pengenaan jilbab dapat merusak netralitas kepolisian. “Netralitas kepolisian memang terusik, namun pengorbanan kecil untuk persamaan dan kekebabasan dapat terjaga,” pungkas Haugli. Sementara itu, menanggapi masalah ini, Kementerian Hukum Norwegia belum mengeluarkan pernyataan resmi. (republika.co.id, 23/8/2010)