JAKARTA- FPI mengaku menemukan manipulasi prosedur pembangunan gereja di Bekasi. Ketua DPP-FPI bidang Advokasi, Munarwan mengatakan bahwa yang diprotes masyarakat bukan persoalan beribadahnya, tetapi prosedur hukum pendirian gereja. “Kami menemukan ada pemalsuan tanda tangan persetujuan mendirikan gereja yang ternyata dimanipulasi,” katanya saat pernyataan sikap mengenai kasus penganiayaan dan penusukan jemaat HKBP.
Ia mengatakan, masyarakat ada yang mengaku dibayar Rp 100 ribu hingga Rp 1 juta untuk menandatangani persetujuan itu. “Mereka yang tanda tangan tidak tahu bahwa akan digunakan sebagai perizinan mendirikan gereja,” katanya.
Selain itu, ia juga membantah jika ada keterlibatan anggota FPI dalam peristiwa tersebut. Sebab, setiap anggota FPI dibekali dengan kartu anggota yang bernomor register dan sudah dikomputerisasi. “Hasilnya, tidak ada daftar orang yang tercatat sebagai anggota FPI dalam peristiwa itu,” katanya.
Bahkan, sampai saat ini, FPI belum mendapatkan informasi adanya atribut FPI. Yang ada, lanjutnya, adalah atribut Islam seperti pakaian gamis ataupun sorban. “Kalaupun ada anggota ataupun misionaris FPI yang terlibat, proses saja secara hukum,” katanya. (republika.co.id, 13/9/2010)