Militer Amerika Serikat secara diam-diam mengalihkan serangan-serangan pesawat udara dari Afganistan untuk meningkatkan operasi pimpinan CIA terhadap gerilyawan di Pakistan kata surat kabar The Wall Street Journal, Sabtu (2/9/2010).
Militer meminjamkan pesawat-pesawat Predator dan Reaper kepada Badan Intelijen Pusat AS (CIA) untuk menyerang sasaran dan mengebom gerilyawan di perbatasan Afganistan, kata laporan itu mengutip para pejabat Amerika Serikat yang tidak disebut namanya.
Serangan-serangan pesawat CIA dalam September di Pakistan meningkat menjadi rata-rata lima kali setiap minggu, kata surat kabar tersebut.
Serangan-serangan yang meningkat dalam September sebagian bertujuan untuk mengacaukan komplotan gerilyawan terhadap sasaran-sasaran Eropa, yang diduga ditujukan pada banyak negara termasuk Inggris, Perancis, dan Jerman.
Para pejabat AS yang tidak disebutkan nama mereka mengemukakan bahwa keberhasilan serangan gerilyawan terhadap pasukan Barat datang dari Pakistan dapat berakibat pasukan AS melakukan aksi militer sepihak.
Menurut surat kabar itu, pabrik-pabrik tidak dapat memproduksi pesawat itu dengan cepat untuk memenuhi permintaan-permintaan yang meningkat dari Pentagon dan CIA.
Para pejabat Pakistan melaporkan bahwa sedikitnya 21 serangan pesawat AS yang tidak berawak itu telah menewaskan sekitar 120 orang pada September, korban tewas tertinggi bulanan akibat serangan-serangan itu.
Mayoritas serangan itu terjadi di Waziristan Utara yang dianggap panngkalan paling besar para komandan kelompok Al Qaida dan Taliban yang menentang perang pimpinan AS di Afghanistan.
Sebagian besar dari serangan-serangan itu ditujukan terhadap kelompok gerilyawan jaringan Haqqani, salah satu dari musuh-musuh terkuat AS di Afganistan yang para pemimpin mereka berpangkalan di Waziristan Utara. Tetapi suku-suku lokal mengklaim rudal-rudal AS itu membunuh para warga sipil.
Washington menyebut daerah suku Pakistan di perbatasan Afganistan itu sebagai markas besar global Al Qaeda.
Serangan pesawat AS itu di Pakistan menewaskan sekitar 1.140 orang dalam sekitar 140 serangan sejak Agustus 2008, termasuk sejumlah anggota senior gerilyawan, tetapi serangan-serangan itu meningkatkan sentimen anti AS di negara Muslim konservatif itu. (kompas.com, 2/10/2010)