Enam tentara Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) tewas akibat serangan di Afghanistan pada Rabu, empat dari mereka dalam satu ledakan bom di bagian bergolak selatan negara itu, kata persekutuan tersebut.
Pasukan Bantuan Keamanan Asing (ISAF) NATO tidak merinci kematian keempat tentara dalam ledakan tersebut, dengan menyatakan kebijakan tidak mengumumkan kebangsaan korban.
Persekutuan itu sebelumnya mengumumkan bahwa satu tentara tewas dalam serangan bom, saat kematian tentara mencapai angka tertinggi sejak perang dimulai pada 2001.
Prajurit keenam tewas saat bertempur dengan pejuang di Afghanistan timur, kata pasukan tersebut.
Bom rakitan, yang dikenal dengan IED, adalah senjata pilihan gerilyawan Taliban dan pejuang lain dalam memerangi pasukan asing bersenjata berat dan tentara Afghanistan.
Peledak murah dan mudah dibuat itu menyebabkan sebagian besar kematian tentara dan sulit dijejaki, karena sebagian besar jalan di Afghanistan tak beraspal.
Lebih dari 150.000 tentara asing, terutama dari Amerika Serikat, memerangi gerilyawan Taliban, yang berusaha merebut kembali kekuasaan sejak mereka digulingkan dalam serbuan pimpinan Amerika Serikat pada ahir 2001.
Sedikit-dikitnya, 581 tentara asing tewas pada tahun ini, yang paling mematikan, melewati angka sebelumnya, 521 orang pada 2009.
Hitungan kantor berita Prancis AFP itu berdasarkan atas angka laman mandiri icasualties.org, yang melacak kematian tentara di Afghanistan dan Irak.
Gelombang kematian tentara itu sejajar dengan peningkatan gerakan tentara oleh pasukan sekutu dan mitra Afghanistan mereka di beberapa bagian paling berbahaya negara itu, tempat kehadiran Taliban kuat.
Sekitar 40.000 tentara tambahan Amerika Serikat dan NATO dikerahkan pada tahun ini di bawah siasat perang baru Gedung Putih untuk Afghanistan.
Penumpukan tentara itu untuk menumpas Taliban dan pejuang garis keras lain sebelum Washington mulai menarik pasukannya pada tahun mendatang.
Di tengah tekanan berat melawan Taliban, Presiden Afghanistan Hamid Karzai juga menggandakan upaya membawa pejuang itu ke meja perundingan di bawah rencana baru rujuknya.
Pemimpin dukungan Barat itu pada bulan ini meresmikan Dewan Tinggi Perdamaian, badan beranggota hampir 70 orang, yang ditunjuk untuk mendorong pejuang meletakkan senjata mereka.
Peningkatan jumlah korban tewas menjadi berita buruk bagi Washington dan sekutunya, yang pemilihnya semakin putus asa oleh korban dalam perang di tempat jauh itu, yang tampak berkepanjangan dan tak berujung.
NATO menghadapi kemunduran besar di Afghanistan saat Gedung Putih memecat Jenderal Amerika Serikat Stanley McChrystal, yang mengecam presiden dan penasehat utama dalam wawancara dengan sebuah majalah.
Perpecahan muncul di persekutuan 46 negara itu saat berusaha memadamkan perlawanan sembilan tahun Taliban, dengan utusan khusus Inggris memperpanjang cuti, korban meningkat dan laporan bahwa Amerika Serikat “tanpa sengaja” mendorong panglima perang.
Penarikan NATO dari Afghanistan akan bertahap dan tidak terburu-buru pada Agustus mendatang, kata panglima pasukan asing di sana, Jenderal Amerika Serikat David Petraeus, pada tengah September.
NATO mempertimbangkan pelatihan tentara dan polisi Afghanistan sebagai unsur penting sebelum pasukan asing itu pada ahirnya ditarik. (ANTARA, 13/10