Presiden Prancis Nicolas Sarkozy meminta kepada negara sekutunya Inggris untuk mengeluarkan larangan pemaikan burqa bagi perempuan muslim, jika ingin memenangkan pertempuran melawan ekstremisme Islam.
Jacques Myard, sekutu senior Sarkozy, menilai kebijakan Inggris yang lembek dapat “membuka pintu bagi terorisme,” express.co.uk melaporkan Sabtu, (16/10). Inggris merupakan negara yang “kalah dalam pertempuran melawan ekstremisme Islam” dengan tidak mengikuti larangan yang dilakukan Perancis terhadap pemakaian burqa.
Mengacu pada toleransi yang dilakukan Inggris terhadap pemakaian burqa, ia menambahkan, “Mengizinkan perempuan untuk mengecualikan diri dari masyarakat dengan mengenakan jilbab penuh membuat radikal sangat nyaman dan Inggris harus menyadari hal ini.”
Myard membuat komentar blak-blakan kepada wartawan Inggris di Qatar Jumat (15/10) kemarin, di mana ia membela larangan negaranya. Tapi kata-katanya akan mengobarkan ketegangan antara pemerintah Inggris dan Prancis, saat pemboman London pada 2005 7 Juli. Dimana ketika itu Inggris menyalahkan Perancis karena kepolisiannya begitu longgar. Ledakan tersebut menewaskan 52 orang dan 107 luka-luka,
Myard berkata, “Inggris telah mengalami sejumlah kegagalan tinggi dalam memerangi ekstremisme dalam beberapa tahun terakhir ini, yang semuanya dapat dicegah jika semua tanda-tanda ekstrimisme yang diatasi, karena mereka di Prancis,” tuturnya.
Ketika ditanya apakah Inggris harus memperkenalkan larangan burqa, Myard menjawab, “Tentu saja. Hal ini penting untuk memastikan bahwa ekstremisme disimpan di cek. Ada alasan bagus mengapa London dijuluki Londonistan – itu penuh dengan ekstremis Islam. Orang harus belajar dari kesalahan-kesalahan ini,” imbuhnya.
“Perempuan tidak harus memakai burqa, yang pada dasarnya tidak termasuk mereka dari republik sekuler Prancis,” tandasnya. (republika.co.id, 17/10/2010)