Bongkar Pasang Menteri Bukan Solusi

[Al Islam 527] KABINET Indonesia Bersatu (KIB) II genap berumur setahun pada 20 Oktober ini. Usia Pemerintahan SBY sendiri sudah enam tahun. Setahun usia kabinet dianggap banyak pihak sebagai saat yang tepat untuk mengevaluasi kinerja para menteri untuk selanjutnya dilakukan perbaikan. Di antara langkah yang bisa diambil Presiden SBY adalah mengganti menteri yang dinilai ‘jeblok’ dan diganti dengan menteri baru. Singkatnya, reshuffle menteri dipandang perlu agar kinerja kementeriannya membaik dan akhirnya kinerja Pemerintah secara keseluruhan juga membaik.

Presiden SBY telah membentuk Unit Kerja Presiden Bidang Pengendalian dan Pengawasan Pembangunan (UKP4) yang salah satu tugasnya adalah menilai kinerja kementerian secara berkala tiap dua bulan.  Pada bulan September lalu, UKP4 sudah menyerahkan hasil penilaian kinerja bulan Juli-Agustus. Hasil penilaian UKP4 itu di antaranya bahwa 25 persen kinerja menteri kurang memuaskan.  Hasil penilaian itu juga menyebutkan sekitar 49 subrencana aksi dinilai mengecewakan khususnya di Kemenko Polhukam, Kemenko Perekonomian dan Kemenko Kesra. Lembaga lainnya adalah Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Tiga kementerian-Kementerian  Kominfo, KemkumHAM dan Kementerian PU-mendapat rapor merah.  Banyak pihak mendesak agar hasil penilaian oleh UKP4 itu dijadikan salah satu acuan melakuakn reshuffle (pergantian menteri).

Namun, banyak kalangan juga menilai Pemerintahan SBY-Boediono selama setahun ini jauh dari harapan masyarakat. SBY dianggap belum bisa mewujudkan janjinya kepada masyarakat. Pemerintah dinilai belum memperlihatkan niat memulihkan dan memaksimalkan produktivitas semua potensi ekonomi di dalam negeri. Produktivitas masyarakat terhambat oleh tingginya biaya produksi. Akibatnya, pasar dalam negeri dijejali produk impor. Dalam hal investasi Pemerintah terlalu senang dengan masuknya investasi hot money dari luar negeri yang masuk ke pasar modal dan bursa efek. Padahal dana itu bersifat cepat datang cepat pergi serta tidak berpengaruh sedikitpun pada ekonomi riil. Angka pengangguran tidak kunjung turun dan jumlah rakyat miskin masih puluhan juta orang.

Di bidang hukum pemerintahan ini juga meraih nilai jeblok. Indonesia, menurut IMF, masih diselimuti ketidakpastian hukum. Korupsi makin merajalela. Banyak oknum dari sejumlah institusi negara justru menjadi aktor mafia hukum.  Pemerintah dinilai tidak bertekad kuat terhadap pemberantasan korupsi dengan terus berjalannya upaya pelemahan KPK, adanya pemberian pengurangan hukuman bagi koruptor, dsb. Hukum tidak berfungsi maksimal menangani kasus-kasus besar dan melibatkan pejabat atau pengusaha seperti dalam kasus Century dan BLBI.  Sebaliknya, hukum terlihat galak terhadap kasus kecil dan rakyat kecil.

Rakyat pun masih saja sulit mendapat pelayanan publik. Biaya pendidikan tetap tinggi. Rakyat juga sulit untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Konon pelayanan publik belum bisa maksimal karena minimnya biaya yang bisa disediakan oleh Pemerintah. Ironisnya, alokasi anggaran untuk plesiran dengan bungkus studi banding baik oleh DPR atau Pemerintah mencapai total 19 triliunan rupiah.

Untuk memperbaiki kinerja Pemerintah banyak pihak mendorong dilakukan reshuffle KIB II.  Tentang reshuffle itu, Yudi Latif mengatakan, “Sudah harus dilaksanakan oleh Presiden SBY. Faktor utamanya adalah kinerja para menteri bersangkutan memang sangat tidak memadai. Jumlahnya, bisa separo.” (Poskota, 3/10).

Hanya saja, tampak bahwa alasan politis lebih menonjol untuk melakukan reshuffle. Wacana reshuffle itu selama ini telah dijadikan alat untuk melakukan tawar-menawar politik.

Namun, apapun alasan yang digunakan, pertanyaannya adalah: apakah reshuffle KIB II merupakan solusi bagi masa depan negeri ini?

Sebagian pihak memang menganggap reshuffle adalah solusi, setidaknya untuk meningkatkan kinerja Pemerintah ke depan. Namun, sebagian lain menganggap reshuffle tidak akan menyelesaikan apa-apa. Menurut pengamat ekonomi politik dari Northwestern University, Amerika Serikat, Prof. Jeffrey Winters, buruknya kinerja Pemerintah tidak lepas dari sikap Presiden SBY dalam menjalankan pemerintahan. SBY dianggap lebih suka terlihat cantik, santun dan berambut rapi di depan kamera dibandingkan bekerja keras mengatasi persoalan-persoalan yang ada di Indonesia (Detiknews, 18/10).

Pengamat politik Universitas Indonesia Prof. Ibramsjah juga menilai reshuffle tidak akan menghasilkan perubahan apa pun.  Menurut dia, reshuffle adalah pekerjaan yang sia-sia karena akar persoalan pemerintahan saat ini bukan di situ.  Seharusnya SBY membentuk kabinet atas dasar profesionalisme dan kompetensi. Namun faktanya, Presiden lebih memilih orang-orang dari parpol yang sama sekali tak berpengalaman di bidangnya. “Akibatnya, ya kinerja kabinet sekarang di bawah standar. Tak ada kinerja kabinet yang memuaskan,” ujarnya (Okezone, 19/10).

Penilaian bahwa reshuffle tidak akan menyelesaikan apa-apa itu akan mendapatkan kenyataannya.  Sebab, selain alasan yang dinyatakan itu, juga terlihat bahwa reshuffle lebih untuk tujuan politis, seperti untuk mengamankan Pemerintah di DPR, untuk meredakan kritik dari Parpol karena tak diakomodasi di dalam kabinet dan untuk menyolidkan koalisi yang ada.  Jika itu yang terjadi maka secara teknis hanya mengulang kesalahan yang sama.

Lebih dari itu, akar persoalan yang sebenarnya adalah pengadopsian ideologi Kapitalisme neoliberal oleh Pemerintah saat ini maupun sebelumnya. Ideologi inilah yang mengharuskan privatisasi pendidikan dan pelayanan kesehatan yang menyebabkan pendidikan dan pelayanan kesehatan makin hari makin mahal. Ideologi ini pula yang mengharuskan penjualan BUMN-BUMN, termasuk yang strategis, dengan harga amat murah. Akibatnya, triliunan dana rakyat hilang dan Pemerintah kehilangan sebagan sumber pemasukan. Ideologi ini pulalah yang mewajibkan liberalisasi sektor energi dan migas sehingga harga BBM, tarif dasar listrik harus naik. Karena ideologi inilah, sumberdaya alam termasuk sumberdaya air diliberalisasi dan diprivatisasi. Akibatnya, kekayaan negeri ini justru lari ke kantong pihak swasta dan pihak asing. Rakyat sendiri tak mendapat apa-apa dan malah harus menanggung akibat seperti masalah kerusakan lingkungan dan bahaya akibat kerusakan lingkungan itu. Ideologi ini pulalah yang mengajarkan politik demi kekuasaan dan berbiaya mahal yang lebih banyak menghasilkan para pemimpin yang tidak mempedulikan kepentingan rakyat dan lebih mempedulikan kepentingan dirinya sendiri, kelompok dan para penyandang dana mereka.

Reshuffle sama sekali tidak menyentuh faktor ideologi dan sistem ini. Reshuffle hanyalah mengganti orang yang melaksanakan ideologi dan sistemnya itu.  Dengan begitu reshuffle tidak akan menyelesaikan masalah dan membawa kebaikan yang hakiki.  Sebab, sumber penyakitnya sendiri, yakni idelogi Kapitalisme neoliberal yang diterapkan di negeri ini, tidak pernah disentuh.

Untuk mewujudkan perubahan yang didambakan, jelas tidak cukup hanya dengan bongkar-pasang orang di jajaran kabinet dan lingkaran kekuasaan. Perubahan itu harus dilakukan pada dua wilayah, yakni orang dan sistem. Bahkan perubahan sistem dan ideologi sangat menentukan. Sebab, ideologi dan sistem itulah yang justru akan memformat orang-orang sesuai dengan sistem dan ideologi itu.

Karena itu, jika akar masalahnya adalah sistem dan ideologi yang rusak dan cacat, maka perubahan yang harus dilakukan adalah mengganti secara total sistem dan ideologi yang rusak dan cacat itu, yakni Kapitalisme neolibiralisme, dengan sistem dan ideologi yang baik dan membawa kebaikan, sekaligus memperbaiki orang-orangnya. Itulah ideologi dan sistem Islam yang dijalankan oleh orang-orang yang bertakwa dan amanah.

Jalan Harapan

Islam memberikan tuntunan bahwa mewujudkan kehidupan masyarakat yang didambakan harus diwujudkan melalui sistem yang baik yang dilaksanakan oleh orang-orang yang bertakwa dan amanah. Tentang pentingnya orang yang baik, Rasul saw. memberikan gambaran dalam sabda beliau:

« إِذَا ضُيِّعَتِ الأَمَانَةُ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ » . قَالَ كَيْفَ إِضَاعَتُهَا قَالَ « إِذَا وُسِّدَ الأَمْرُ إِلَى غَيْرِ أَهْلِهِ فَانْتَظِرِ السَّاعَةَ »

Jika amanah telah disia-siakan maka tunggulah saat-saat kehancuran.” Orang Arab Baduwi itu berkata, “Bagaimana amanah itu disia-siakan?” Beliau bersabda, “Jika urusan disandarkan (diserahkan/dipercayakan) kepada selain ahlinya maka tunggulah saat-saat kehancuran.(HR al-Bukhari dan Ahmad).

Para ulama dalam menafsirkan hadis ini menekankan pada perkara pemerintahan, kekuasaan, peradilan dan pengaturan urusan umat. Hal itu karena dalam perkara-perkara itu, kelayakan pejabat dan orang yang menanganinya turut menentukan baik dan tidaknya masyarakat.  Ath-Thayyibi berkata, “Karena perubahan dan kerusakan wali terkait erat dengan perubahan rakyat.  Bisa dikatakan bahwa masyarakat itu mengikuti agama penguasa mereka.” Artinya, jika penguasa, pejabat dan orang yang menangani urusan umat itu orang yang rusak, zalim dan tidak layak maka masyarakat akan terzalimi, menderita dan rusak.

Adapun dalam hal sistem, Allah SWT mengingatkan bahwa pengadopsian sistem hidup selain yang diturunkan oleh Allah hanya akan membuahkan kesempitan hidup di dunia.  Allah SWT berfirman:

وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا

Siapa saja yang berpaling dari peringatan-Ku, sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit (QS Thaha [20]: 124).

Maknanya, “Siapa saja yang menyalahi perintah-Ku dan apa yang Aku turunkan kepada rasul-Ku, ia berpaling darinya dan melupakannya serta mengambil yang lain sebagai petunjuk maka baginya penghidupan yang sempit, yaitu di dunia, sehingga tidak ada ketenteraman baginya.” (Ibn Katsir, Tafsîr Ibn Katsîr).

Dengan demikian, mengadopsi ideologi dan sistem Kapitalisme serta meninggalkan sistem dan ideologi Islam hanya akan mendatangkan kesempitan hidup. Inilah yang dirasakan oleh masyarakat saat ini.  Karena itu, sistem dan ideologi Kapitalisme itu harus diganti untuk menyelesaikan kesempitan hidup yang diderita masyarakat.  Penggantinya adalah sistem Islam dan syariahnya.  Allah SWT telah berjanji bahwa sistem dan syariah Islam akan memberikan kehidupan, sebagaimana firman-Nya:

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul jika Rasul menyeru kalian pada suatu yang memberikan kehidupan kepada kalian (QS al-Anfal [8]: 24).

Wallahu a’lam bi ash-shawab. []

Komentar al-Islam:

Pemerintah Belum Memberikan Harapan (Republika, 19/10/2010).

Selama tak menerapkan syariah Islam, rezim manapun tak bisa diharapkan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*