Bila selama ini masyarakat sering mendengar adanya aliran sesat, maka kemarin (19/10) siang para peserta talkshow Halqah Islam dan Peradaban (HIP) ke-23 mendengar pernyataan jubir HTI yang menyatakan bahwa Indonesia yang berdasarkan kepada asas kapitalisme-sekuler ini adalah negara sesat.
Ust Muhammad Ismail Yusanto ketika dimintai pendapatnya tentang setahun pemerintahan SBY-Boediono atau enam tahun pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan demikian. “Negara kita ini bukan hanya gagal tetapi juga sesat!” ujarnya di hadapan 250 peserta talkshow yang bertema Quo Vadis Pemerintahan Neolib dan Masa Depan Umat: Refleksi 6 Tahun Pemerintahan SBY itu.
Alasannya, ujar jurubicara HTI tersebut, dalam Al-Qur’an Surat (QS) Al-Ahzab Ayat 36 dinyatakan barang siapa yang maksiat atau durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya maka sungguh dia telah tersesat dengan kesesatan yang nyata. “Maksiat itu apa? Maksiat itu ketika seseorang itu meninggalkan yang wajib dan melakukan yang haram!” paparnya.
Ia pun mengajak peserta untuk bersama-sama berfikir melihat segala sesuatunya dari sudut pandang tersebut. Hasilnya ternyata sistem yang berlaku di negara ini justru banyak sekali meninggalkan yang wajib dan banyak sekali melakukan yang haram dengan berbagai macam Undang-Undang yang dibuatnya.
Riba (salah satunya: bunga bank) jelas-jelas haram tapi justru dilakukan bahkan dipraktikan dengan perlindungan Undang-Undang. Kalau ada tempat yang paling keren di Sudirman-Thamrin, Jakarta, itu adalah gedung-gedung perbankan ribawi.
Pemerintah tidak pernah mengatakan itu gedung tempat maksiat, padahal itu sebenarnya tempat maksiat. Padahal tidak ada kemaksiatan yang paling keras diperangi oleh Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW melebihi riba, sampai-sampai di Al-Qur’an di Surat Al-Baqarah Ayat 279 dikatakan bila engkau tidak meninggalkan sisa riba itu maka Allah dan Rasul itu akan memerangi kalian semua.
“Jadi keras sekali, tapi sekarang dianggap halal dan mendapatkan tempat terhormat dengan perlindungam Undang-Undang perbankan segala!” tegasnya.
Menegakkan syariah Islam secara totalitas itu wajib tetapi diharamkan oleh pemerintah. Dalam Al-Qur’an disebutkan kutiba ‘alaykum as shiyam (diwajibkan atas kalian berpuasa, QS Al-Baqarah Ayat 183, red), kutiba ‘alaykum al qishash (diwajibkan atas kalian qishah [hukuman setimpal: nyawa dibayar nyawa, dll] QS Al-Baqarah Ayat 178, red.), kutiba ‘alaykum al qital (diwajibkan atas kalian berperang/jihad, QS Al-baqarah Ayat 216, red.). Semuanya dari Al-Qur’an dan Surat yang sama semuanya pakai kutiba (telah diwajibkan).
Nah yang dilaksanakan hanya puasa saja tetapi qishah tidak. Bahkan ketika ada yang menyerukan untuk jihad (qital) orang bilang teroris. Jadi justru negara ini memusuhi pelaksanaan syariah yang nyata-nyata telah diwajibkan seperti yang disebut di atas.
Bila individu yang bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya disebut sesat. Kalau individu sesat itu berkumpul di dalam sebuah kelompok yang juga bermaksiat kepada Allah dan Rasul-Nya maka kelompok itu juga disebut kelompok sesat. Kalau keluarga, disebut keluarga sesat. Nah kalau negara? Negara sesat! Pasti itu. Dan negara sesat itu pasti gagal. Tidak mungkin berhasil.
Kalau negara itu berhasil, katakanlah misalnya, orang sering menunjuk: lihat itu Eropa, Amerika, Singapura, Australia, berhasil! Tetapi itu sesungguhnya keberhasilan yang semu. Yang mereka tunjuk itukan biasanya adalah keberhasilan dari sisi fisik. Misalnya, pengaturan kota, kebersihan, ketertiban, hanya itu-itu saja.
Tetapi di balik itu, mereka menghadapi masalah-masalah yang lebih substansial. Apa itu? Yaitu menyangkut manusianya. Karena kota itu untuk manusia, jalan dibuat itu untuk manusia, ketertiban itu untuk manusia. Tapi bagaimana jadinya mereka hidup dilingkungan yang bersih, rapih, tetapi manusianya rusak.
Sekali waktu silakan jalan-jalan ke Sidney, Australia, ketika acara Festival Gay. Di kota yang tampak rapih dan bersih itu ada parade yang semua pesertanya adalah gay, “seperti jeruk makan jeruk,” ujarnya ketika menceritakan pengalamannya ketika ke Sidney dan disambut tawa peserta talkshow yang digelar sebulan sekali itu. Itukan salah satu contoh kerusakan yang substansial.
“Kalau kita berada di negara yang sesat seperti ini maka sangat mungkin umat kita pun akan terbawa sesat,” Ismail memperingatkan. Kecuali mereka yang terus menerus mempertahankan diri, mempertahankan akidahnya mempertahankan ketakwaannya kepada Allah SWT. dan itu tidak mudah.
Yang menjaga diri dari riba kemungkinan kena debu riba. Yang menjaga diri dari kesucian pandangan mata dia akan tercemari oleh pornografi dan pornoaksi yang merajalela. Yang ingin menegakan al haq (kebenaran) justru ditangkap, dituduh teroris seperti halnya Ust Abu Bakar Baasyir.
Jadi kaum Muslim yang hidup dalam sistem kapitalisme ini ibaratnya berada di dalam kubangan lumpur kotoran, hanya orang yang terus menerus membersihkan diri saja yang akan selamat. Kalau diam saja atau mengikut saja apa kata pemerintah yang menghalalkan keharaman dalam Al-Qur’an dan mengharamkan kewajiban dari Allah SWT, dijamin kotor.
Maka solusinya agar tidak tersesat ya kembali ke syariah dan khilafah Islam. Agar penduduk ini tidak tersesat. Di samping itu, sistem itu yang belum pernah diterapkan di negeri ini pasca hengkangnya penjajah Belanda dan Jepang. Sedangkan sistem lainnya sudah pernah dicoba dan terbukti gagal memanusiakan manusia yang misi hidupnya di planet bumi ini untuk menjalankan perintah Pencipta manusia dan menjauhi larangan-Nya.
Soekarno menjalankan roda bernegaranya dengan menggunakan sistem sosialisme, gagal. Soeharto pun gagal dengan sistem kapitalismenya. Begitu juga SBY dengan neolibnya juga gagal. Lantas mengapa tidak mau menegakkan syariah dan khilafah? (mediaumat.com, 21/10/2010)
kalau sudah sesat, kembalilah ke jalan yang benar. jangan tunggu 2014 baru menyesal, akhiri kepemimpinan dengan khusnul khotimah: kubur neo liberal kemudian declar aku (SBY-Bud) pro syariah.