mediaumat.com. Gelombang penolakan terhadap rencana kedatangan Presiden Amerika Serikat Barrack Husein Obama semakin tinggi. Bahkan mantan anggota Komisi I DPR RI yang membidangi Hubungan Luar Negeri Ali Mochtar Ngabalin turut menyatakan penolakannya.
“Kedatangan Obama harus ditolak, kalau tidak tentu masyarakat akan memberikan sikap yang apriori kepada pemerintah,” ujarnya kepada mediaumat.com, Sabtu (9/11) sore.
Menurutnya, Perjanjian Kemitraan Komprehensif AS-Indonesia yang akan tandatangani itu membuktikan dan memperjelas posisi Indonesia sebagai ‘negara bagian’ dari Amerika Serikat. Padahal sebagai negara yang merdeka Indonesia tidak boleh menjadi jongos, babu, kacung, kaki tangan Amerika Serikat yang kerjanya melakukan penindasan dan penjajahan terhadap negara-negara berkembang.
“Karena itu pemimpin negeri ini harus mengambil kebijakan politik luar negerinya yang berpihak kepada kepentingan-kepentingan domestik,” sarannya.
Ngabalin pun menegaskan secara substansi Obama bisa saja injak tanah air bila saja Amerika telah menyepakati dua hal. Pertama, sebelum Obama datang, pemerintah Indonesia harus memastikan kepada pemerintah Amerika dan disepakati penghentian misi spekulasi yang disebut Amerika sebagai perang global terhadap teroris (global war on terorris, GWOT).
Dan ketika datang ke Indonesia, yang ditandatangani itu pembatalan GWOT tersebut. Kenapa? Karena terlalu banyak rakyat yang menderita dengan isu dan alasan perang melawan teroris. Padahal ini semua memberikan kebinasaan yang luar biasa bagi umat. Jangan karena alasan memerangi teroris, malah menembaki para ustadz, mubaligh, pegiat Al-Qur’an, pimpinan pondok pesantren dianggap sebagai teroris, tanpa bukti yang nyata di pengadilan.
“Jadi alat negara (Polri, red) harus dikembalikan kepada fungsinya, yakni melindungi rakyat, bukan untuk menghukum, menuduh dan membunuh rakyat dengan berbagai macam tuduhan rekayasa!” tegasnya.
Kedua, Obama harus memastikan berapa banyak perusahaan multi nasional (multi national corporate, MNC) Amerika yang telah menghisap darah dan air mata rakyat Indonesia. Perusahaan-perusahaan tersebut harus dinasionalisasikan. Rakyat Indonesia pun harus tahu, karena Freeport itu, berapa banyak rakyat Papua yang menderita, berapa banyak rakyat Indonesia yang menderita. Begitu juga karena Exxon Mobile, dll.
Jadi harus dipastikan dahulu segala kontrak karya dengan MNC yang dilakukan oleh pemerintah terdahulu , berapa persen dibatalkan dan dikembalikan kepada rakyat dan dikelola oleh pemerintah.
“Bila tidak disepakati dua hal ini, maka akan menambah kerusakan bertubi-tubi terhadap kepentingan berbangsa dan bernegara di Republik Indonesia,” pungkasnya.[] joko prasetyo