Forum Intelektual Muslim (FIM) menolak kedatangan Presiden Barack Obama ke Indonesia 9-10 November ini. Dalam pertemuan di Kampus Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Senin (8/11), para intelektual ini pun menentang Kerja Sama Kemitraan Komprehensif (Comprehensif Partnership) antara Indonesia dan Amerika Serikat.
Forum yang diselenggarakan oleh Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) ini menghadirkan para cendekiawan Muslim dari berbagai perguruan tinggi dan lembaga-lembaga lainnya dari seluruh Indonesia. Sekitar 200 intelektual hadir dalam forum bertema: “Tolak Obama, Pemimpin Negara Penjajah”.
Dr. Arim Nasim, Dosen Ekonomi Syariah Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Bandung menyatakan, kedatangan Barack Obama ke Indonesia ditujukan untuk memantapkan agenda ”kemitraan komprehensif”. Kemitraan itu jelas bersifat bersifat imperialistik dan sarat tipu daya. ”Hal ini tidak lain, adalah untuk mengokohkan kepentingan politik dan ekonomi AS,” ujar pakar ekonomi syariah ini.
Ia menjelaskan, peningkatan ekspor Indonesia ke AS lebih banyak bahan mentah. Sebaliknya ekspor Amerika ke Indonesia justru barang jadi. Kerja sama ekonomi kedua negara tidak menguntungkan pihak Indonesia, karena nilai tambah bagi industri dalam negeri minim bahkan nihil. ”Tetapi yang terjadi adalah eksploitasi sumber daya alam besar-besaran,” tegasnya.
Di sisi lain, lanjutnya, Indonesia sebagai sasaran, pangsa pasar bagi produk berbasis teknologi AS. Hubungan tidak imbang ini terjadi antara Indonesia sebagai negara lemah dan AS sebagai adidaya sehingga terjadi ketergantungan luar biasa dari sisi sains dan teknologi.
Penguasaan Sektor ESDM
Arman, Dosen Politeknik Negeri Ujung Pandang mengurai bagaimana fakta penguasaan pertambangan di lapangan. Ia mengungkapkan, PT INCO yang beroperasi di Sulawesi mendapatkan lahan yang tambang nikel yang melimpah. ”Hanya dengan menggali tanah di kedalaman 20-25 meter,” ujarnya.
Perusahaan tersebut, jelasnya, kepemilikan sahamnya sekitar 80 persen diberikan kepada asing. Padahal tidak diperlukan usaha yang terlalu sulit mengeruk hasil tambang tersebut. Hal serupa dijumpai dalam tambang emas yang dikelola PT Freeport dan Newmont. Kontrak penguasaan tambang ini bahkan dilakukan jangka panjang karena sangat menguntungkan. ”Kedatangan Obama bertujuan, salah satunya pemantapan agenda penguasaan tambang milik perusahaan AS,” ungkap alumnus Teknik Metalurgi UI ini.
Dosen Fisika Universitas Padjajaran Dr.(Cand) Nurhilal Ahmad menilai, dengan arahan pihak asing, selama ini Indonesia disibukkan untuk meneliti sumber energi terbarukan seperti biodiesel. Padahal, cadangan sumberdaya energi kita melimpah. ”Ini menyesatkan,” tambahnya. Amerika dan Barat lainnya mengecoh peneliti-peneliti Indonesia untuk melakukan penelitian di bidang ini, sedangkan mereka asyik menikmati bahan tambang energi yang ada.
Sebagai informasi, dalam blue print yang dibuat oleh kementrian ESDM tahun 2005, cadangan energi Indonesia; BBM cukup untuk 18 tahun, gas 41 tahun, batu bara 150 tahun dengan cadangan uranium 11 persen. Ini potensial untuk pengembangan energi nuklir. Cadangan minyak Cepu mencapai 10,9 miliar barel yang potensial untuk cadangan kebutuhan minyak AS ke depan.
Sayangnya kepentingan asing ini justru dipayungi oleh UU Migas No. 22/2001. “Di bawah payung UU Migas yang liberal dan export minded ini, perusahaan asing dibolehkan mengobok-obok migas kita dari hulu hingga hilir,” tegasnya.
Melalui yang disusun oleh asing itu, pemerintah Indonesia diposisikan hanya berperan sebagai regulator dan katalisator untuk mempercepat eksploitasi sumber daya energi. Peran pemerintah yang diwakili Pertamina sebagai BUMN dilumpuhkan. ”Dengan isu manajemen yang buruk, perlahan Pertamina sebagai BUMN harus rela kehilangan dominasinya di sektor Migas,” ungkapnya.
Harus Tolak Obama
Shiddiq Al Jawi, intelektual dari STIE Hamfara Yogyakarta menyatakan seorang intelektual Muslim selain memiliki pengetahuan dan keilmuan di bidangnya, dituntut peduli terhadap kondisi sosial masyarakat yakni dengan memahami realitas sosial dan problematika yang terjadi di masyarakat.
Intelektual Muslim mau tidak mau harus memiliki sudut pandang yang khas yakni Islam. Ini diperlukan untuk membongkar segala kebusukan dan makar orang-orang kafir serta rencana jahat mereka di negeri Muslim. Intelektual Muslim juga harus berperan membangkitkan kesadaran umat.
Dari sudut pandang ini, menurutnya, kemitraan komprehensif antara Indonesia dan Amerika nyata-nyata adalah sebuah penjajahan dan harus ditentang. “Obama harus ditolak dengan penolakan yang sekeras-kerasnya,” katanya.
Sementara itu Ketua DPP HTI Rokhmat S Labib di hadapan para intelektual menyatakan, salah satu tujuan kedatangan Obama ke Indonesia adalah menyebarkan ideologi kapitalis liberal. Bukan untuk jalan-jalan. Inilah yang kurang dipahami bangsa ini. Mereka tidak bisa membedakan mana kawan dan mana lawan. ”Menjadikan kawan sebagai musuh dan musuh sebagai kawan, ini sangat berbahaya,” tegasnya.
Ia kemudian menganalogikan dengan permainan catur. ”Jika kita menggerakkan bidak, lalu lawan kita tersenyum itu berarti musuh akan bersiap menghabisi kita, minimal memakan bidak kita,” ceritanya.
Atas nama HAM dan demokratisasi, katanya, mereka membuat skenario penjajahan terhadap negeri negeri Islam. Jadi, jangan terlalu senang dipuji oleh pihak asing, apalagi AS yang punya banyak kepentingan terhadap Indonesia.
Ia pun menegaskan, kedatangan Obama harus ditolak. Obama adalah presiden negara penjajah yang telah menumpahkan darah kaum Muslimin. Selain itu, melalui kerja sama kemitraan komprehensif, AS akan kian menancapkan penjajahannya atas Indonesia. (mediaumat.com, 9/11/2010)
kita harus menolak obama sang penjajah