Muballighah Surabaya Serukan Penghentian Pengiriman TKW

HTI Press. Sebanyak 250 muballighah dari Surabaya dan sekitarnya serukan penghentian pengiriman tenaga kerja wanita (TKW) Indonesia ke luar negeri.

Seruan itu disampaikan dalam acara Dirosah Syar’iyah Khoshshoh lil Muballighoh dengan tema “Hentikan Pengiriman TKW ke Luar Negeri, Muliakan Perempuan dengan Syari’ah dan Khilafah” yang diprakarsai oleh Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) di Gedung Pertanian Jl. A. Yani Surabaya, Minggu (28/11). Ini merupakan bentuk pernyataan sikap politis muballighoh terhadap permasalahan yang dialami para TKW di luar negeri.

Retno Sukmaningrum Ketua DPD 1 MHTI dalam pemaparannya mengatakan jumlah TKI/TKW yang dikirim ke luar negeri semakin bertambah banyak. Data menunjukkan jumlah TKI/TKW terbanyak dikirim ke Malaysia mencapai 1,2 juta orang, 927.500 TKI/TKW ke Arab Saudi, 80.150 ke Singapura dan 61.000 ke Kuwait.

Pemerintah menganggap mereka sebagai penghasil devisa terbesar kedua setelah migas. Yakni menyumbang sebesar Rp130 trilyun pada 2008, selisih Rp50 trilyun dari kontribusi migas. Sedangkan pada 2009 TKI/TKW menyumbang Rp66,17 trilyun. Meski demikian, hujan batu seolah dirasakan para TKW.  Sebut saja, mulai dari PHK secara sepihak yang mencapai 19.429 kasus. Diikuti dengan sakit bawaan dnegan 9.378 kasus, sakit akibat bekerja sejumlah 5.510 kasus, 3.550 kasus gaji tidak dibayar hingga 2.952 kasus penganiayaan sebagaimana data yang diperoleh Migran Care.

Karena itu, Retno pun mengajak para muballighoh, pemangku pesantren dan ustadzah yang hadir dalam dirosah untuk mencari akar permasalahan. “Akar masalah harus dicari, supaya tidak salah obat. Kalau solusi yang diberikan pragmatis seperti memberi handphone, tidak akan menyelesaikan masalah,” seru Retno.

Lebih lanjut, RETNO menjelaskan akar persoalan tingginya jumlah TKW disebabkan karena penerapan sistem kapitalisme. Dalam kapitalisme, pandangan kebahagiaan adalah pemenuhan kebutuhan materi dan kenikmatan kebutuhan jasmani. Tidak heran jika perempuan yang dianggap berkualitas adalah mereka yang bisa menghasilkan pundi-pundi uang. Pengiriman TKW ke luar negeri dipandang sebagai aset devisa yang harus dipertahankan tanpa mempedulikan keselamatan dan kehormatan mereka. Di satu sisi, sistem kapitalis juga melahirkan kemiskinan.

Beban utang, pengangguran, putus sekolah menjadi potret sehari-hari rakyat. Padahal, Indonesia memiliki kekayaan sumber daya alam yang luar biasa. Namun, sebagian besar sumber daya alam tersebut justru dijarah asing tanpa pernah dinikmati oleh rakyat.
Karena itu, MHTI bersama para muballighoh, pemangku pesantren dan penggerak majelis taklim se-Surabaya dan sekitarnya menyerukan penghentian pengiriman TKW ke luar negeri, karena hanya akan merendahkan martabat wanita.

Asma Amnina DPP I MHTI Jawa Timur menambahkan pengiriman TKW tidak perlu dilakukan ketika sumber daya alam negara dikelola dengan benar sesuai syariat Allah. Dengan demikian perempuan tidak dipaksa bekerja demi menghidupi keluarganya. Syariat Islam yang diterapkan dalam Khilafah akan memberikan jaminan kesejahteraan terhadap rakyat. Khilafah melalui sistem ekonomi  Islamnya akan memberikan jamiman pemenuhan kebutuhan primer, mengatur kepemilikan, menyediakan lapangan kerja dan layanan pendidikan. Sehingga perempuan tidak perlu repot-repot mencari pekerjaan.

Sementara itu, Nabilla Asy Syafii Anggota DPP MHTI memastikan MHTI sendiri mengutuk keras tindakan penganiayaan yang dilakukan majikan TKW. Dalam hukum Islam, negara seharusnya memberikan jaminan perlindungan hukum dengan menerapkan sistem sanksi atau uqubat. Mereka yang melakukan penganiayaan berhak diberlakukan hukum qishosh.

Sikap yang sama juga disampaikan oleh Anisa Atim muballighoh dari Desa Gendingan, Kecamatan Kedung Waru Tulungagung. Meski ia tidak setuju dengan langkah penghentian pengiriman TKW ke luar negeri untuk saat ini, namun ia sepakat dengan keharusan mengganti sistem kapitalisme dengan Islam.

Menurut Anisa, penghentian pengiriman TKW ke luar negeri bisa jadi akan menimbulkan masalah baru. Diakuinya, kemiskinan dan keterbatasan lapangan kerja ataupun pendidikan yang disebabkan oleh sistem kapitalisme memang memaksa para perempuan untuk mebantu mencari pekerjaan. Dan pilihan satu-satunya adalah pembantu rumah tangga. Dengan kondisi tanpa keahlian dan tidak adanya pengetahuan, mereka pun menjadi bulan-bulanan kapitalis.

“Ini karena tidak diterapkan sistem Islam, Mereka hanya berorientasi mencari materi, tidak ngerti halal-haram dan akhirnya mereka terjerembab. Sedangkan, Pemerintah sendiri menerima semua pendapatan TKW karena tidak paham Islam,” terang Anisa.

Anisa dan juga ratusan peserta dirosah yang lainnya pun berkomitmen untuk menyampaikan tausiyah siyasiyah tersebut kepada masyarakat. Bagaimanapun, muballighah, pemangku pesantren dan ustadzah adalah pemimpin umat. Atas dasar inilah, MHTI di akhir dirosah, meminta para peserta menandatangani lembar tausiyah siyasiyah sebagai bentuk komitmen dakwah kepada umat dalam rangka memperjuangkan syariat Islam dan Khilafah. []

2 comments

  1. Saya sangat setuju jika pengiriman TKW dihentikan, karena dengan menjadi TKW derajat dan martabat perempuan sangat direndahkan.

  2. menghentikan pengiriman tki ke luar negeri tidak akan pernah bisa di realisasikan..karena kalau pengiriman tki di hentikan,,negara kita pasti akan tambah miskin dan merajalelanya kejahatan..

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*