Analis pasar komoditas memperkirakan harga minyak mentah berpotensi besar melonjak sampai 100 dollar AS per barrel. Permintaan diprediksi bakal naik terus, sementara produsen dan pengekspor belum melihat urgensi menambah pasokan sampai tahun 2011.
Di pasar Eropa, Jumat lalu, perdagangan minyak mentah jenis Brent untuk penyerahan Februari ditutup seharga 93,46 dollar AS per barrel. Sesaat sebelumnya, harga minyak itu mencapai posisi 94,74 dollar AS per barrel dan merupakan harga tertinggi dalam 26 bulan terakhir.
Kalangan negara Arab produsen minyak (OAPEC) dalam pertemuan akhir pekan lalu di Kairo, Mesir, juga meyakini bahwa perekonomian global masih bisa tegak dengan harga minyak mentah 100 dollar AS per barrel.
Atas dasar itu, mereka berpendapat belum saatnya menambah produksi dan pasokan ke pasar minyak internasional. Stok minyak mentah dinilai masih cukup dan lonjakan harga yang sekitar 90 dollar AS per barrel hanya bersifat sementara karena dipicu kondisi cuaca dingin di Eropa.
Menteri Perminyakan Irak dan Kepala National Oil Corporation Libya kepada Reuters menyatakan, harga minyak 100 dollar AS masih wajar dan sesuai kondisi perekonomian global.
Menteri Perminyakan Qatar Abdullah al-Attiyah menyatakan tidak mengira bahwa OPEC akan meningkatkan produksi pada tahun 2011. ”Saya kira OPEC tidak akan mengadakan pertemuan sebelum Juni (biasanya membahas soal harga dan produksi) sebab harga minyak stabil,” katanya.
Pada kesempatan berbeda, Menteri Perminyakan Kuwait Sheikh Ahmad al-Abdullah al-Sabah, ketika ditanya Reuters soal kemungkinan perekonomian global tetap tegak dengan harga minyak 100 dollar AS per barrel, menyatakan bisa, ”Yes, it can”.
Akan tetapi, bagi Indonesia, lonjakan harga minyak mentah mesti dicermati karena memicu inflasi, terutama dari sisi lonjakan harga BBM.
Pada saat harga minyak mentah di pasar internasional masih 83 dollar AS per barrel, beberapa waktu lalu, harga BBM jenis pertamax di Jakarta langsung naik seharga Rp 7.050 per liter.
Menurut perhitungan Pri Agung Rakhmanto, Direktur Eksekutif ReforMiner Institute, jika harga minyak mentah mencapai 100 dollar AS per barrel, harga pertamax di Jakarta bisa mencapai Rp 8.900 per liter.
Jika pembatasan BBM bersubsidi jadi diterapkan pemerintah, maka pemilik kendaraan yang dilarang menggunakan BBM subsidi akan terpukul dua kali.
Pertama, pemilik harus meninggalkan BBM bersubsidi ke BBM nonsubsidi yang lebih mahal. Kedua, dari sisi kenaikan harga BBM nonsubsidi itu sendiri yang mengikuti harga pasar.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Agus Martowardojo di hadapan DPR mengungkapkan, setiap kenaikan satu dollar AS harga minyak mentah Indonesia akan meningkatkan subsidi BBM sebesar Rp 2,6 triliun.
Begitu pula jika nilai tukar rupiah melemah, hal itu juga berimplikasi pada kenaikan subsidi. Setiap pelemahan nilai tukar rupiah sebesar Rp 100 per dollar AS akan meningkatkan subsidi senilai Rp 2,4 triliun. Jika dua sisi itu terjadi, peningkatan harga minyak mentah dan pelemahan kurs rupiah, maka Indonesia bakal menghadapi persoalan serius dalam pengendalian inflasi.
Cuaca dingin
Alasan analis memprediksi harga melonjak sampai 100 dollar AS, antara lain, kondisi cuaca dingin yang lebih ekstrem di Eropa sehingga kebutuhan minyak mentah akan terus meningkat.
Harga tertinggi minyak mentah dalam sejarah perdagangan komoditas tercipta pada Juli 2008 dengan harga 141,7 dollar AS per barrel. Pengekspor kemudian memotong produksi secara drastis untuk menjaga harga tidak anjlok pascakrisis finansial tahun 2008.
Dengan peningkatan harga secara bertahap tahun ini dan diperkirakan berlanjut tahun 2011, pasar berharap OPEC dapat melepas sebagian cadangannya untuk mencegah harga melonjak ke 150 dollar AS per barrel sebagaimana yang dilakukan sebelum krisis 2008. (kompas.com, 27/12/2010)