Strategi Pemberdayaan Kaum Ibu Menyongsong Kehidupan Islam
HTI Press. Ahad (19/12), Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) Tangerang Selatan melalui FORKITA (Forum Kajian Islam Tokoh Muslimah) telah menyelenggarakan diskusi interaktif dengan tema ‘Strategi Pemberdayaan Kaum Ibu Menyongsong Kehidupan Islam’. Bertempat di Wisma Sekolah Perguruan Muhammadiyah Jl, Suryakencana No. 29 Pamulang Tangsel, acara ini dimulai dari pukul 08.00-12.00 dengan didukung oleh 2 narasumber dari MHTI Tangsel yaitu Eny Dwiningsih, S. Tp. M. Si dan Ir. Afifatul Millah. Acara ini berhasil mendatangkan sekitar 80 orang yang terdiri dari peserta dan panitia.
Diawali dengan sambutan hangat dari Penanggung Jawab MHTI Tangsel, Ati Banowati dan ketua Badan Kontak Majlis Ta’lim (BKMT) Tangerang Selatan yaitu Hj. Dra. Tati Astariati, acara ini mulai menarik perhatian para peserta. Dalam salah satu sambutan tersebut, Ibu Tati mengungkapkan apresiasi yang baik terhadap acara ini. Beliau turut mendukung kegiatan ini sebagai langkah pencerahan bagi ummat khususnya yang ada di Tangerang Selatan dan ini sesuai dengan motto Tangerang Selatan yaitu ingin menciptakan kota yang ‘Cerdas, Modern dan Religius’. Beliau mengharapkan ada kajian lebih lanjut yang bersifat ‘syamil dan kamil’ (sempurna dan menyeluruh).
Setelah sambutan selesai, diskusi pun dimulai. Dipandu oleh moderator yang interaktif,yaitu Bintoro Siswayati ST, acara ini pun mulai menjajaki pemaparan dari kedua narasumber. Dalam pemaparan dari narasumber pertama, Eny Dwiningsih memulai diskusinya dengan menunjukkan data-data kemiskinan baik di tingkat Asia maupun Indonesia sendiri bahkan sampai pada tingkat Tangerang Selatan. Dalam pemaparannya, narasumber mengungkapkan bahwa berdasarkan data BPS (2008), Tangerang Selatan memiliki jumlah penduduk miskin sebanyak 200.000 orang. Kondisi ini menimbulkan banyak dampak sosial seperti gizi buruk, kriminalitas, gangguan kesehatan dan gangguan kejiwaan ibu seperti pernah ada kasus ibu mencekik atau membakar anaknya karena kemiskinan. Pemateri pertama melihat bahwa keberadaan Program Pemberdayaan Ekonomi Perempuan (PEP) tidak tepat dijadikan sebagai solusi untuk mengentaskan kemiskinan. Dalam pelaksanaannya, program PEP justeru menimbulkan dampak sosial yang lain seperti halnya yang terjadi di Tangerang Selatan dimana akibat dari banyaknya para Ibu yang bekerja di luar rumah menyebabkan ketaatan istri kepada suami menjadi berkurang dengan angka perceraian sampai 70%. Sehingga butuh solusi/strategi yang bisa membawa kehidupan yang lebih baik yang sesuai dengan aturan pencipta dalam hal ini Allah SWT.
Berbeda dengan yang pertama yang lebih banyak mengungkap fakta kemiskinan dan pembuktian bahwa program PEP tidak menyelesaikan masalah kemiskinan, untuk narasumber kedua, Afifatul Millah mengarahkan pemaparannya pada strategi pemberdayaan perempuan yang tepat adalah optimalisasi peran ibu sebagai pencetak generasi unggul. Menurutnya masa kanak-kanak adalah periode sangat fundamental dimana saraf-saraf otak anak akan terhubung jika ada stimulasi dari lingkungan (Golden Age). Beliau mencontohkan para ibu dari kalangan sahabat nabi yang sudah sukses mendidik anaknya seperti . Nusaibah Al Mazini (anggota baiat Aqabah 1) yang sudah berhasil menjadikan Hubaid Bin Zaid Al Anshari putranya sebagai seorang syuhada karena kecerdasannya dalam mempertahankan keimanannya terhadap Muhammad sebagai rosulullah. Padahal jika melihat kehidupan generasi sekarang yang penuh dengan gaya hidup hedonis menyebabkan rendahnya minat generasi sekarang terhadap bahasa arab dan sulit menghayati ayat-ayat Al Qur’an. Kondisi ini bertambah buruk dengan makin gencarnya serangan tontonan dan musik dengan lagu yang mengumbar aurat. Dari kondisi tersebut, narasumber mengungkapkan bahwa hanya peradaban Islam yang bisa menyelamatkan generasi bangsa. Fakta yang ada sekarang menunjukkan adanya ‘kompromi’ atau tarik ulur hukum Islam sehingga menimbulkan kerusakan seperti perzinahan semakin meningkat dan perjudian semakin menjamur. Padahal dalam sistem Islam ada sanksi yang bisa menyelamatkan bangsa dari kehancuran. Dalam pemaparannya lagi narasumber menuturkan bahwa musuh ummat Islam bukan non muslim melainkan kapitalis global. Dalam hal ini langkah yang harus dilakukan oleh para ibu adalah mendamping perkembangan anak-anaknya agar tidak terpengaruh oleh budaya kapitalis. Selain itu ibu-ibu juga perlu mengikuti training supaya bisa memahami Islam dengan benar.
Atas pertanyaan yang muncul baik dari moderator maupun para peserta seperti Ibu Eneng, pemilik rumah didik Tahfidz maupun Ibu Nuraeni dari Serpong yang bertanya seputar tentang langkah mensiasati tingginya biaya hidup dan pendidikan anak, Para pembicara memilki pendapat yang hampir sama bahwa harus dijalankan peran kepala keluarga sebagai pencari nafkah dan peran ibu sebagai pengatur rumah tangga dan keduanya harus bersinergi dalam hal pendidikan anak. Kalaupun ada ibu yang bekerja maka tetap saja tidak sampai melalaikan kewajiban utamanya sebagai pengatur rumah tangga. Disamping itu peran negara juga sangat penting dimana negara harus melepaskan diri dari pengaruh kapitalisme global menuju penerapan syariah Islam secara kafah dalam institusi sistem pemerintahan Islam (Khilafah) karena hanya dengan sistem Islam, setiap individu baik anak-anak, wanita maupun orang miskin bisa diselamatkan.
Setelah pertanyaan dari 2 penanya selesai dijawab, acara kembali diserahkan kepada pembawa acara dan dilanjutkan dengan pertunjukan teatrikal dari remaja muslimah Tangerang Selatan. Dalam pertunjukkan tersebut mereka memperagakan bagaimana sebuah peradaban Islam pernah jaya sampai menjelang keruntuhannya oleh seorang nasionalis turki, Musthafa Kemal Attartuk yang berhasil menjauhkan kaum muslimin dari aturan Islam. Peserta sangat antusias mengikuti pertunjukan tersebut. Akhirnya setelah pertunjukan ini selesai, acara ditutup dengan do’a bersama.[]
Semangat MHTI …!