Situs Nahrain.net melaporkan upaya bersama Arab Saudi dan List al-Iraqiya untuk menunda penarikan pasukan Amerika Serikat (AS) dari Irak. Upaya ini dilakukan Riyadh dan List al-Iraqiya di saat Baghdad dan Washington telah menyepakati penarikan pasukan AS dari Irak. Tenggang waktunya pun hanya tersisa satu tahun.
Seperti dilaporkan IRNA (1/1) mengutip situs Nahrain, sejumlah negara Arab menilai kehadiran militer AS di Irak dan upaya pemulihan keamanan adalah dua masalah yang tak terpisahkan.
Sejumlah sumber yang dekat dengan List al-Iraqiya juga mengatakan kepada situs ini bahwa Arab Saudi menyatakan usahanya untuk menangguhkan penarikan pasukan AS dari Irak kepada kubu pimpinan Iyad Allawi. Di sisi lain, Allawi juga menyambut keinginan Riyadh.
Situs ini menambahkan, terdapat kekhawatiran jika Departemen Pertahanan AS (Pentagon) berusaha memperpanjang kehadiran militernya di Irak dengan berbagai cara termasuk menciptakan huru hara dan insiden berdarah. Tujuannya adalah menguasai sumber energi berupa minyak dan kekayaan alam Baghdad serta meningkatkan posisi strategisnya di kawasan.
“Warga sipil dan militer Irak menjadi sasaran empuk aksi teroris kelompok al-Qaeda serta anasir Partai Baath. Sejumlah kelompok teroris ini baik al-Qaeda maupun Partai Baath menjalin hubungan dengan AS, Inggris dan negara Arab dengan harapan mampu mengembalikan kekuasaan mereka meski hanya sebatas ikut serta dalam proses politik Irak,” tambah Nahrain.net.
Menurut sumber ini, berlanjutnya aksi kekerasan memunculkan keraguan dan pertanyaan apakah AS benar-benar berniat keluar dari Irak atau tetap bercokol di negara ini. Kecurigaan dan keraguan ini kian tebal di saat AS terbukti terlibat aksi teroris dan kekerasan di Irak.
Perdana Menteri Irak, Nouri al-Maliki juga mengkui hal ini dan menyatakan terdapat kemungkinan kehadiran militer AS di negaranya diperpanjang. Mayoirtas pengamat menyakini Muqtada Sadr, sekutu Maliki adalah sosok yang paling getol menolak kehadiran militer AS.
Jeffrey Buchanan, juru bicara militer AS di Irak menandaskan, menurut saya kerjasama dengan Irak khususnya militer nagara ini adalah sesuai dengan kepentingan AS di kawasan. “Kesepakatan keamanan (SOFA) antara Washington dan Baghdad menekankan penarikan pasukan AS dari Irak hingga akhir 2011. Kami tetap komitmen dengan perjanjian ini dan akan keluar dari Irak sesuai dengan jadwal yang ditetapkan,” ungkap Buchanan.
Sejumlah media massa AS melontarkan pertanyaan “Masalah apakah yang paling urgen di masa mendatang ? Apakah militer Irak mampu mengontrol keamanan negaranya tanpa bantuan militer AS ?
Saat ini militer AS di Irak hanya berperan sebagai instruktur pasukan keamanan dan polisi Baghdad, memberikan saran serta perlengkapan logistik. Anehnya lagi pernyataan Buhcanan saling kontradiksi. Ia mengatakan, saya merasa jika kita meninggalkan Irak maka kondisi akan kembali berputar ke belakang di mana pembunuhan, teror dan aksi peledakan bom mulai marak kembali. (IRIB, 1/1/2011)