Referendum tentang pemisahan di Sudan selatan pada tanggal 9 Januari 2011 bersifat monumental dan membawa akibat-akibat yang dahsyat.
Pemisahan ini telah memberikan preseden berbahaya dan merupakan pelanggaran fundamental dalam hal status quo karena sejumlah alasan:
1. Pertama, Dunia Islam membutuhkan persatuan, bukan pemisahan diri lagi.
Karena terpecah kedalam lebih dari lima puluh Negara. Dunia Islam telah menjadi lemah, tidak efektif dan tak berdaya. Meskipun teks-teks Islam secara jelas menjelaskan kewajiban persatuan politik, pemisahan Sudan menjadi dua negara yang lebih lemah merupakan tindakan geopolitik yang tidak masuk akal di dunia yang semakin tergantung satu sama lain. Sudan pernah menjadi bagian dari Mesir, dan tidak ada jaminan bahwa pemisahan saat ini menjadi yang terakhir. Negara itu adalah negara terbesar di Afrika, dan salah satu negara terbesar di dunia, dengan daerah aliran Sungai Nil yang luas, cadangan minyak dan mineral yang luas, tanah yang subur dan hewan liar yang sangat banyak.
Saat ini di dunia, skala sangat penting yang menjelaskan mengapa negara-negara seperti Cina, Brasil dan India memiliki potensi yang sangat besar. Sudan telah menjadi sub-skala, dan pada saat Negara-negara pada hari ini meruntuhkan dinding pemisah diantara mereka, pemisahan suatu Negara hanya menjadikan tembok itu lebih tinggi dan lebih tinggi lagi. Tidak ada alasan strategis yang masuk akal untuk memisahkan suatu negara, ketika kita tahu dari contoh-contoh India, Palestina, Siprus dan Irlandia, pemisahan itu hanyalah mendorong peperangan di masa depan dan sumber ketidakstabilan lebih lanjut.
2. Kedua, kemunafikan masyarakat internasional dalam hal pemisahan diri dan persatuan sangat luar biasa.
Barack Obama, seorang pengagum Abraham Lincoln, pasti telah gagal untuk melihat ironi bahwa Presiden yang begitu ia kagumi telah membawa bangsanya kedalam peperangan untuk mencegah Amerika pecah menjadi dua. Namun pada hari ini, dia dan yang lainnya mendukung pemisahan negara lain dan menyebutnya sebagai ‘langkah bersejarah’.
Jika memisahkan diri adalah begitu bersejarah bagi Sudan lalu mengapa Lincoln menentang perang saudara dengan mengorbankan begitu banyak nyawa dan harta untuk mempertahankan Amerika Serikat?
Jika memisahkan diri di Sudan sangat bersejarah, mengapa Inggris tidak akan mengizinkan Skotlandia, Wales atau Irlandia Utara untuk berpisah?
Mengapa Spanyol tidak memungkinkan berpisahnya wilayah Basque, atau Kanada bagi Quebec, atau India bagi Kashmir?
Mengapa di dunia Muslim, rakyatnya dianjurkan untuk memisahkan diri apakah itu Bangladesh, Timor Timur atau sekarang Sudan Selatan, namun untuk Jerman Barat dan Timur kesatuan politik adalah hal yang baik dan persatuan Korea pada akhirnya masih dianggap sebagai tujuan politik yang patut dipuji?
3. Kemerdekaan untuk Sudan Selatan adalah sebuah sandiwara.
Banyak isu yang perlu ditangani yang belum terselesaikan, seperti bagaimana membagi pendapatan minyak, atau apa yang terjadi dengan $ 35 juta hutang Sudan atau masa depan Abyei. Di luar ibukota Juba, tidak ada pembangunan dan jika orang percaya bahwa kemerdekaan akan memberikan daerah pedesaan selatan banyak manfaat, maka mereka akan sangat kecewa. 80% pelayanan di selatan (kesehatan, pendidikan, air dan sanitasi) disediakan oleh LSM-LSM. Sebuah negara yang tidak dapat memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya bukanlah negara yang layak. Sebuah negara yang bergantung pada bantuan asing dan organisasi-organisasi untuk berfungsi bukanlah negara berdaulat. Sebuah negara yang memiliki minyak di wilayah hukumnya, tetapi bergantung secara eksklusif pada pipa-pipa, kilang-kilang dan pelabuhan-pelabuhan wilayah Utara bukanlah Negara yang layak.
Selain itu, Sudan Selatan sendiri tidaklah homogen atau wilayah yang damai. Sebagian besar warga sipil yang tewas selama dua dekade terakhir adalah akibat dari pertempuran antara suku-suku yang berperang di wilayah selatan.
4. Mendukung kesatuan bagi Sudan tidaklah berarti Anda tidak mengakui bahwa rakyat yang tinggal di Selatan, atau di Darfur, atau yang merupakan kelas istimewa di Utara, telah ditindas oleh rezim.
Pemerintah yang berkuasa berturut-turut telah membiarkan seluruh rakyat Sudan jatuh kedalam kekejaman yang mengerikan yang telah terjadi terhadap baik kaum Muslim dan maupun Kristen. Namun, solusi untuk masalah ini bukanlah memisahkan diri, karena pejuang kemerdekaan pada hari ini hanya akan menjadi sang penindas keesokan hari.
Solusinya bukanlah negara baru di Juba namun suatu perubahan dalam pemerintahan dan kepemimpinan atas seluruh negeri. Sebuah kepemimpinan yang tulus yang dapat mengimplementasikan suatu sistem yang akan mengurusi urusan masyarakat dengan adil terlepas dari suku atau warna kulit dan agama mereka. Wilayah Selatan tidak ditindas bukan karena terlalu banyak diberlakukan hukum Islam, tapi karena sebaliknya. Sejarah Afrika, Timur Tengah dan Balkan sebagian besar telah menunjukkan, dengan sedikit penyimpangan, bahwa ketika hukum Islam diterapkan dengan benar, non-Muslim diperlakukan secara manusiawi sebagai warga negara dan hak-hak mereka selalu dilindungi.
Keadaan Sudan saat ini menunjukkan kepada kita bahwa Barat tidak henti-hentinya melangsungkan Perang salib atas Dunia Islam dan propaganda melawan kembalinya Sistem Islam.
Tidak puas dengan pendudukan Palestina, Irak dan Afghanistan, mereka terus memperlakukan Dunia Islam sebagai papan catur. Dengan hasutan oleh masyarakat internasional atas laporan lebih dari 500 organisasi-organisasi berita yang bersorak menyambut ibukota masa depan Sudan Selatan di Juba, jelaslah bahwa Barat terus mempromosikan perpecahan di Dunia Muslim. Apakah itu di Sudan, Palestina, Irak atau Afghanistan jelas bahwa banyak orang yang ingin perpecahan lebih lanjut dan pemisahan.
Di Irak , Wakil Presiden Amerika saat ini tercatat sebagai orang yang menyerukan pembagian negara itu menjadi tiga bagian. Di Afghanistan mantan Duta Besar Amerika untuk India menyerukan pemisahan Negara itu. Di Palestina, Barat terus mendukung pendudukan Israel atas tanah Islam. Sejak adanya perjanjian Sykes-Pikot yang terkenal itu di mana Inggris dan Perancis berusaha untuk memotong-motong Daulah Utsmani.
Sumber: www.hizb.org.uk