HTI Press. Ahad, 16 Januari 2011 bertempat di Mesjid Agung Medan jl.Dipenegoro pukul.09.00 wib, HTI-SUMUT kembali mengadakan Halqah Islam dan Peradaban edisi-7. Tema yang diangkat Indonesia di Jurang Sekulerisme dan Masa Depan Syariah, tema ini masih berkaitan dengan momen awal tahun, HTI ingin mengulas pristiwa dan kejadian yang ada disekitar umat dalam rentang 2010-Januari 2011. Pembicara pada HIP-7 kali ini ada tiga orang dan semuanya adalah pengurus DPD-1 HTI-SUMUT, yakni : 1). Ustadz Muhammad Basyuni, Ph.d, 2). Ustadz Sofyan Arsyad Siregar, STP, 3). Uztadz Musa Abdul Ghani, S.Ag.
Permasalahan pertama yang dikupas pada HIP-7 ini adalah permasalahan ekonomi, oleh Ustadz Basyuni. Beliau memaparkan berbagai data kebangkitan semu yang dihasilakan dari kebijakan ekonomi kapitalis-liberal Negeri ini, tampak ketimpangan social yang nyata diantara kesejahterahan masyarakat yang berbanding terbalik dengan angka pendapatan perkapita masyarakat. Cara ukur rata-rata dan fokus pembangunan ekonomi non-real tidak akan pernah menggambarkan hakikat kesejahteraan masyarakat, Ustadz Basyuni menyatakan” kemiskinan Indonesia yang menembus 53% dari total penduduk, adalah hasil dari kebijakan dzalim pemerintah, dan akibat kebijakan yang salah urus ini, Indonesia terus terlilit kemiskinan, utang dan berbagai masalah turunan yang lahir dari kebijakan ekonomi kapitalis-liberal di Negeri ini”.
Sedangkan Ustadz Sofyan fokus dalam pembahasan politik dan hukum, beliau memaparkan bahwa didalam sistem politik Kapitalis berlaku sebuah semboyan Money for Power, and Power for Money, terjemahan bebasnya adalah Uang untuk Kekuasaan dan Kekuasaan untuk Uang. Bukti dari semboyan ini dapat dilihat secara nyata di perpolitikan Indonesia, penguasa bukan mengurusi rakyat malah memeras rakyat. Dorongan kuat untuk bayar pajak dan sanksi berat bagi penunggak pajak, hanya sebuah kamuflase untuk menyedot uang masyarakat, membuat UU yang pro-Asing juga telah merampok kekayaan rakyat. Belum lagi dalam beberapa kurun belakangan mucul kepermukaan kasus-kasus heboh, seperti rekening gendut Polri, markus, ataupun Gayus, maka publicpun bertanya-tanya kenapa mereka dituntut untuk taat pajak dan hukum, sementara mereka orang-orang tertentu dalam pemerintahan justru menikmati lebih banyak fasilitas dari kekayaan rakyat dan rakyat tetap dalam kesengsaraan.
Dalam bidang pendidikan dan social juga terjadi kekacauan akibat diterapkannya Kapitalisme. Ustadz Musa memaparkan ”menurut laporan PKPA Sumut, terdapat sekitar 2000 remaja SLTP-SLTA pernah melakukan hubungan sex pra-nikah, bukan karena alasan eknomi tetapi karena alasan tren dan gaya”. Kita patut prihatin dan semakin miris mengetahui fakta ini, Negara bukan mencegah dan memberantas kemaksiatan ini tetapi Negara justru memelihara dan menjaga keberadaan budaya Fasad ini ditengah-tengah masyarakat. Sistem pendidikan yang berasaskan materialisme, sekulerisme, serta isme-isme lain bukan melahirkan generasi cerdas dan bermoral, akan tetapi malah melahirkan generasi beberk dan bejat. Inilah akibat Islam dijauhkan dari kehidupan, malapetaka terjadi dimana-mana.
Diakahir pemaparan semua pembicara sepakat bahwa permasalah pokok yang dialami umat adalah ditinggalkannya syariat Islam dan solusi untuk penyelesaiannya adalah kembali menerapkan Islam kaffah dalam bingkai Khilafah.(Marwan Rangkuti-INFOKOM SUMUT)