Vonis Ringan 7 Tahun Bagi Gayus Dicurigai Ada Intervensi Mafia

Seusai divonis tujuh tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Gayus Tambunan sempat mengutarakan curahan hatinya (curhat) terkait kasusnya, Rabu
(19/1). Dalam curhat itu, Gayus berkeluh kesah tentang Satgas Mafia Hukum, Aburizal Bakrie, hingga badan intelejen AS, CIA. Berikut curhat Gayus di depan wartawan:

Saya sampaikan apresiasi saya yang setinggi-tingginya kepada majelis hakim yang dipimpin oleh Ibu Albertina serta (beranggotakan) Bapak Tahsin dan Bapak Sunardi, dimana dalam memutus berdasarkan berbagai macam aspek pertimbangan, tidak hanya .. — terputus, red — , berdasarkan fakta persidangan, termasuk tadi disebutkan ada hal-hal memberatkan dan meringankan.

Apa yang diputuskan Majelis Hakim tidak sama dengan apa yang dilakukan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam tuntutannya. Dimana JPU menuntut secara membabi buta berdasarkan balas dendam. Dan Majelis Hakim juga dalam memutus perkara dalam sidang kali ini murni berdasarkan apa yang ada di dalam surat dakwaan. Tidak seperti pihak-pihak tertentu yang menseting-seting suatu perkara, mencicil-cicil perkara, sehingga menimbulkan kesan saya adalah penjahat nomor satu di negara Indonesia.

Padahal awalnya saya sangat berkomitmen untuk membantu Satgas Pemberantasan Mafia Hukum (PMH), khususnya Denny Indrayana dan (Mas) Ahmad Santosa. Untuk membongkar apa-apa yang tidak beres di negara ini agar supaya Indonesia bisa menjadi lebih baik.

Kawan-kawan media juga terus terang memperburuk keadaan, terutama seperti ini dijadikan alat politik. Bahwa ada Godfather, ada backing, (bahwa) saya jalan-jalan  ke Bali ketemu Ical (Aburizal Bakrie, red), atau saya jalan ke luar negeri mengamankan aset. Itu semua tidak benar. Saya siap mempertanggungjawabkan apa yang disangkakan kepada saya jika saya memang saya dianggap pidana. Tapi tolong jangan dijadikan alat politik.

Di kesempatan ini saya juga ingin menyatakan kekecewaan saya yang sangat besar terhadap Satgas PMH, khususnya Denny Indrayana, Mas Ahmad Santosa, termasuk juga Yunus Husein. Ada beberapa poin yang selama ini saya keep rapat-rapat dalam rangka saya ingin membantu. Tapi rupanya perbuatan-perbuatan  mereka justru memperkeruh suasana dan justru menyudutkan saya seolah-olah saya ini penjahat nomor satu.

Beberapa poin itu saya bacakan sebagai berikut :

Saya tiga kali ketemu Denny Indrayana, 18 Maret, 22 Maret, dan 24 Maret. Selama pertemuan itu berulang kali Denny bilang kalau bisa kasus mafia hukum dipegang KPK. karena Denny Indrayana tidak percaya Mabes Polri.

Kedua, keberangkatan saya ke Singapura pada tanggal 24 Maret 2010, langsung ke bandara setelah bertemu Satgas (PMH) karena disuruh Denny Indrayana. (Yaitu) agar saya tidak dijadikan korban bersama Andi Kosasih, menunggu sampai Haposan ditangkap terlebih dahulu. Jika Haposan sudah ditangkap maka Denny akan menjemput saya di Singapura dan membawa kembali ke Indonesia.

Pada saat bertemu di Singapura, saya memberitahu Denny dan Ota (panggilan Mas Ahmad Santosa, red) tentang uang lebih dari Rp 50 miliar yang ada di safe deposit box. Namun saya tidak pernah beritahu (uang) itu dari mana. Di beberapa kesempatan Denny dan Ota bilang itu dari Bakrie Group. Saya tidak pernah menyatakan seperti itu.

Satgas yang mengarahkan dan mengalihkan isu dari mafia pajak yang kemungkinan melibatkan direktur dan Dirjen Pajak, atau mafia hukum yang kemungkinan melibatkan Cirus Sinaga namun ditakutkan membongkar kasus Antasari.

(Juga) kasus kepergian ke Bali, diduga bertemu Ical;  ke Makau dan Singapura untuk amankan aset dan dibeking orang kuat. (Yaitu) dengan cara sengaja meng-upload gambar paspor ke twitter-nya (Denny, red). Sehingga perhatian orang tidak ke pejabat pajak, yaitu  Direktur dan Dirjen ataupun Sirus Sinaga.

Denny tidak hanya berkomunikasi ke istri saya untuk berkata jujur. Tetapi memang ingin mengintimidasi istri saya. Saya .. Denny bukan berempati terhadap wanita yang sedang sedih dan tertekan, suami yang dipenjara, dan mengurus anak yang masih kecil seorang diri, malah memaksa istri jujur apakah bertemu Ical di Bali. — dengan suara terisak, red — Padahal istri sudah jujur tidak bertemu Ical di Bali. Kalau memang tidak ketemu apa harus bilang ketemu ?

Pada waktu bertemu di Singapura, Denny menjanjikan kepada saya apabila saya mau bongkar mafia hukum maka saya akan dibantu sebagai whistle blower karena Denny dekat dengan media. Dia akan ngomong tiap hari sehingga hukuman saya diringankan.

Kenyataannya justru Denny memojokkan saya terus menerus dan menjadikan kasus saya sebagai alat politik. Khususnya (terkait) tiga perusahaan Grup Bakrie yang disuruhnya untuk diungkap. Denny juga yang menjanjikan bahwa dia akan memastikan saya aman dan nyaman selama proses hukum berlangsung terhadap saya, jika saya mau balik ke Indonesia dan kooperatif.

Denny yang menyarankan saya memakai pengacara dari Adnan Buyung Nasution dan partner. Dan mengantar istri serta ibu mertua saya menemui Bang Buyung. Namun justru Denny bermanuver sendiri yang merugikan luar biasa saya dan Bang Buyung, dengan selalu menembak Ical. Bukannya membongkar mafia pajak yang kemungkinan melibatkan direktur dan Dirjen Pajak atau membongkar peran Cirus Sinaga yang kemungkinan membongkar kasus Antasari.

Satu hal lagi, berdasarkan cerita John Grice kepada saya, John Grice adalah agen CIA. Dan semua kegiatannya diketahui dan direstui oleh salah seorang anggota Satgas. (republika.co.id, 19/1/2011)

One comment

  1. memang gila…bener republik kita ini, gembong kopruptor, hanya di vonis ringan. padahal korbannya dan efeknya lebih mengerikan dari tudhan teroris.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*