Jakarta. “Anda tidak boleh percaya sama pemerintah. Kepada anggota DPR juga tidak boleh percaya. ” ungkap Iman Sugema kepada sekitar 50 peserta seminar Blok Natuna Timur dan Kedaulatan Negara, Kamis (27/1) di ruang GBHN, Nusantara V, MPR, Jakarta.
Ketidaktegasan yang dilakukan oleh pemerintah dalam mengelola sumber daya alam di Indonesia adalah akar pernyataan Iman Sugema yang blak-blakan tersebut. Karena Pertamina selaku pengelola kekayaan alam Indonesia berupa migas tidak diberikan wewenang oleh pemerintah untuk menjadi operator.
“Di luar negeri, jika ada indikasi pelanggaran. Minimal DPR melakukan impeachment atau menteri yang bersangkutan mengundurkan diri,” tegas Iman lagi kepada beberapa anggota DPR dan perwakilan pemerintah yang hadir sebagai pembicara pada acara seminar yang diselenggarakan Indonesian Resourcess Studies (Iress) itu.
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Demikian salah satu bunyi konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang semestinya dijalankan oleh pemerintah dan diawasi oleh DPR.
Tapi nyatanya, lanjut Iman pemerintah melalui kebijakannya memberikan peluang kepada asing untuk mengelola migas di negeri ini. “Bahkan celakanya asinglah yang menjadi operatornya!” ujarnya kesal.
“Kami sudah membuat kebijakan seperti ini : Menyerahkan sepenuhnya kepada pertamina untuk mengelola migas sekaligus dapat mencari partner. Jika tidak dapat, pertamina boleh menguasainya 100%.” Bantah Direktur Pembinaan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Direktorat Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Edi Hermantoro.
“Kita real saja, kata-kata ‘dapat’ pada kebijakan tersebut. Itu merupakan bahasa politik yang diperhalus. Yang arti sebenarnya adalah: pertamina wajib mencari partner. Dan sudah bisa dipastikan pertamina bahwa sudah pertamina bukan menjadi operator dan tidak punya kekuasaan dalam menentukan cost structure (struktur biaya),” sanggah Iman.
Iman pun mendesak DPR agar mengultimatum pemerintah agar hanya Pertamina saja yang mengelola tambang migas. “Panggil itu dirut Pertamina, kamu bisa 100 persen apa tidak, kalau tidak bisa kamu keluar!” dikte Iman kepada anggota dewan.
“Sumber daya alam seperti migas ataupun yang lainnya itu kita namakan location specific, melekat sifatnya, melekat pada lokasi. lokasi itu kan negara. Kita surplus gas, sudah surplus gas kita ekspor semuanya. Jadi sangat bodoh jika kita mengobral murah. Karena apa? karena tidak semua negara memiliki lokasi seperti natuna ataupun yang lainnya. Kan menjadi tidak masuk akal sekarang ini. Indonesia mengekspor sumber-sumber energi murah dan bersih. Sementara kita mengimpor energi yang mahal dan kotor yaitu BBM. Kebijakan macam apa itu?” ujar Iman dengan geram.
Pada 3 Desember 2010 lalu Pertamina menandatangani Head of Agreement (HoA) rencana pengembangan Blok Natuna Timur dengan Exxon Mobile, menyusul Perjanjian Komprehensif Amerika-Indonesia yang ditandatangani Obama-SBY 10 Nopember 2010. Padahal 2005 lalu Pemerintah telah menolak perpanjangan kontrak pengelolaan Natuna yang diajukan Exxon Mobile.
Seperti diketahui kontrak pengembangan gas Natuna ditandatangani Exxon Mobile sejak 1980. Kemudian kontrak tersebut diperpanjang pada 1995-2005 dengan ketentuan bagi hasil 100 persen buat Exxon Mobile dan 0 persen untuk Indonesia.(mediaumat.com, 28/1/2011)
Namanya budeg, meskipun dikritik kayak apa ya tetap budeg.