Muballighah DIY Bersatu Membebaskan Umat dari Sekulerisme dengan Syariah dan Khilafah
HTI Press. Saat ini, sekulerisme bukanlah menjadi sesuatu yang asing di Dunia Islam. Dapat dikatakan bahwa sekulerisme kini telah menjadi bagian dari tubuh dan darah daging umat Islam. Padahal, sekulerisme ini telah membahayakan umat. Paling tidak ada dua hal penting bahaya yang bisa dilihat yang menjadi sasaran sekulerisme, yakni bahaya pada bidang aqidah dan pada bidang pengaturan kehidupan. Pada bidang aqidah, sekulerisme telah mendorong liberalisme dalam berfikir di segala bidang. Umat dididik untuk mengingkari adanya Pencipta sekaligus mengingkari misi utama manusia diciptakan. Bahaya pada bidang pengaturan kehidupan (hukum), umat telah menjadikan aturan selain hukum Allah untuk mengatur dan menyelesaikan segala persolalan kehidupan mereka. Hasil akhir dari sekulerisame adalah bermunculannya banyak petaka yang dihadapai umat manusia.
Sebagai wujud kepedulian dan kecintaan akan masa depan negeri ini, Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia DPD I HTI DIY menyelenggarakan acara Konferensi Muballighah yang mengangkat tema “Muballighoh Bersatu Membebaskan Umat dari Sekulerisme dengan Syariah dan Khilafah”, Minggu (23/1) di Balai Shinta Gedung Mandala Bhakti Wanitatama Yogyakarta. Acara ini dihadiri oleh lebih dari 1000 peserta dari berbagai kalangan, diantaranya para ulama, mubalighoh, penggerak majelis ta’lim, guru agama, ustadzah, serta pengampu dan pengasuh pesantren.
Acara dimulai dengan aksi bendera oleh anak-anak pejuang Syariah dan Khilafah dilanjutkan sambutan yang disampaikan oleh Ustadzah Hayyin Thohiroh,MPd selaku DPP Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia, dan dilanjutkan dengan orasi pertama oleh Ustadzah Setya Widyawati, muballighah dari propinsi Jawa Tengah, yang mengangkat tema “Ancaman Sekularisme di Dunia Islam”. Beliau menyampaikan bahwa Umat Islam sejatinya adalah sebaik-baik Umat, yang mampu memimpin dunia menuju rahmatan lil alamin. Namun pada faktanya, umat Islam tidak memiliki kekuatan, bahkan umat Islam justru dipimpin Barat, sehingga mengakibatkan pola hidup umat Islam meniru pola Barat, ditambah lagi Umat Islam menghadapi banyak sekali masalah (krisis multidimensi). Semua itu dikarenakan umat Islam memahami Islam hanya sebatas hubungan individu dengan Tuhannya, serta mengadopsi sekularisme dan berbagai ide turunannya, seperti liberalisme, HAM, demokrasi, feminisme, pluralisme, dan lain sebagainya. Semua itu merupakan bahaya yang mengancam Islam dan kaum Muslimin, dan mengakibatkan kerusakan pada berbagai bidang kehidupan, kesenjangan dan ketidakharmonisan antar manusia (kelompok kaya dengan kelompok miskin, penguasa dengan rakyat, laki-laki dengan perempuan), krisis multidimensi, hancurnya generasi manusia dan dehumanisasi serta kerusakan lingkungan. Disampaikan pula sikap kaum Muslimin seharusnya, yaitu tidak ada pilihan lain kecuali kembali kepada apa-apa yang diturunkan Allah kepada manusia, berupa kepemelukan kepada Aqidah Islam dan terikat kepada semua aturan Allah (Hukum Syara’).
Orasi kedua oleh Ustadzah Hj. Yani Prayitno, mubalighah dari Yogyakarta dengan tema “Pentingnya Dakwah Untuk Menyelamatkan Umat dan Dunia dari Bahaya Sekularisme”. Dalam orasinya, beliau menekankan bahwa Umat Islam tidak boleh diam ketika melihat kemungkaran. Umat Islam harus melakukan perubahan yang hakiki menuju terwujudnya masyarakat ideal yaitu masyarakat Islam. Untuk itu, harus ada usaha riil menuju perubahan, berupa dakwah riil di tengah-tengah masyarakat, tidak hanya diam dan menunggu saja. Beliau juga menyampaikan bahwa semua komponen Umat, terutama mubalighah, harus berperan dalam proses perubahan tersebut, yaitu dakwah menyeru kepada Al-Khoir (Islam) dan amar makruf nahi munkar.
Acara dilanjutkan dengan orasi ketiga, oleh Ustadzah Fathiyyatur Rohma, SE dengan tema “Potensi Islam dalam Menyelamatkan Kehidupan Manusia”. Beliau menegaskan kembali bahwa Islam adalah satu-satunya jalan perubahan, karena Islam bukan semata agama, namun juga ideologi, yang terdiri dari seperangkat aturan kehidupan. Allah telah menyampaikan dalam Al-Qur’an bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang sempurna, dengan 3 keunggulannya, diantaranya yaitu Islam merupakan ideologi, Islam sesuai dengan fitrah manusia, serta mampu memberi solusi bagi seluruh permasalahan manusia, yang terangkum dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Beliau kemudian menyampaikan bahwa konsekuensi seorang Muslim yang beraqidah Islam adalah mereka harus sempurna dalam mengamalkan Islam, dengan terlebih dahulu mempelajari Islam, memahami, mengamalkannya dalam realitas kehidupan, mendakwahkan Islam, serta memperjuangkannya.
Orasi selanjutnya oleh Ustadzah Lies Arifah,MPd dengan tema “Pentingnya Penerapan Syariat Islam Kaffah dalam Bingkai Khilafah”. Beliau menyampaikan makna syahadat yang telah diucapkan oleh setiap Muslim, bahwa hanya Allah yang wajib diyakini sebagai Pencipta dan Pengatur, serta penghambaan secara total hanya kepada Allah semata. Artinya, kita wajib mengambil seluruh Syariat Islam, melaksanakan perintahNya dan meninggalkan laranganNya. Padahal, Islam Kaffah tidak mungkin direalisasikan secara individual, atau sebatas jamaah. Maka, realisasi Islam membutuhkan penerapan Hukum Islam secara menyeluruh oleh institusi negara. Bentuk negara dan pemerintahan Islam adalah Khilafah. Penegakan Khilafah Islam bukan semata kewajiban namun juga kebutuhan, yang harus ditunaikan, yang ketika diabaikan merupakan suatu dosa besar yang akan diadzab Allah SWT.
Orasi kelima disampaikan oleh DPP HTI, Ustadzah Asma Amnina mengusung tema “Langkah Bersama Perjuangan untuk Penerapan Syari’at Islam Kaffah dalam Bingkai Khilafah”, beliau dengan penuh semangat mengobarkan semangat para peserta untuk melakukan perubahan dengan Islam dengan menegakkan Khilafah. Dipaparkan kembali akan kondisi umat yang terpecah-belah dan terpuruk tanpa adanya Islam, serta janji dari Allah SWT dan Rasul-Nya akan tegaknya kembali Khilafah Islamiyah. Dakwah dalam upaya menegakkan Khilafah ini, kita harus mengikuti metode dakwah Rasulullah SAW, yakni dengan dakwah pemikiran, tanpa kekerasan, dakwah yang politis, serta dilakukan dengan meminta dukungan pihak -pihak yang mempunyai kekuasaan riil dalam masyarakat. Dalam penyampaiannya, beliau juga menegaskan bahwa muballighah harus berani dan tegas dalam mengungkapkan kebathilan dan dalam menyampaikan kebenaran.
Setelah ishoma, acara kembali dilanjutkan dengan testimoni dari beberapa tokoh masyarakat diantaranya: disampaikan Ustadzah Sri Muslimatun Damanhuri(Ponpes Nurul Huda, Sleman), Ustadzah Sri Suharti, Ustadzah Siti Barodjatul Kiptiyah Hany.
Acara selanjutnya adalah tanya jawab yang dipandu oleh Ibu Asma Asmina. Acara ditutup dengan pembacaan pernyataan sikap Muballighoh dengan tema “Negara Gagal, Selamatkan dengan Khilafah” dilanjutkan dengan penggalangan tanda tangan oleh seluruh peserta konferensi Muballighoh.[]