Selama Sistemnya Masih Kapitalisme, Jangan Harap Rakyat Bisa Sejahtera

Jakarta. “Selama sistemnya masih kapitalisme, jangan harap rakyat bisa sejahtera,” ungkap Dr. Arim Nasim ketika menjelaskan tentang fakta-fakta pengelolaan minyak dan gas (migas) di Indonesia dalam kajian Dirasah Syar’iyah XIV, Sabtu (12/2) di Kantor DPP Hizbut Tahrir Indonesia, Jakarta.

Ketua Lajnah Maslahiyah DPP HTI menegaskan pemberlakuan pembatasan subsidi bahan bakar minyak (BBM) per 1 Maret mendatang dalam rangka menyempurnakan pengamalan kapitalisme di bidang migas. Karena saat ini, penguasaan asing pada sektor migas di Indonesia itu belum kaffah (sempurna) karena baru pada penguasaan sektor hulunya saja.

Agar asing menguasai sektor hilirnya juga maka dibuatlah berbagai peraturan dan Undang-Undang yang di drafting oleh mereka. “Sehingga lahirlah undang-undang yang meliberalisasi migas yang dampaknya pada pencabutan dan pengurangan subsidi BBM. Yang diperhalus bahasanya dengan pembatasan subsidi itu,” ungkapnya kepada sekitar seratus tokoh dan aktivis Islam Se-Jabodetabek.

Tercatat sekitar 105 perusahaan yang sudah mendapat izin untuk bermain di sektor hilir migas, termasuk membuka stasiun pengisian BBM untuk umum (SPBU). Antara lain perusahaan migas raksasa seperti British Petroleum (Amerika-Inggris), Shell (Belanda), Petro China (RRC), Petronas (Malaysia), dan Chevron-Texaco (Amerika).

SPBU-SPBU asing itu, menjual BBM jenis pertamax, namun  sepi pelanggan. Konsumen lebih memilih premium subsidi yang  dijual Pertamina. Oleh karena itu, agar mereka dapat bersaing sempurna dengan Pertamina. Maka, premium bersubsidi yang selama ini dimonopoli  Pertamina, diakali supaya pemerintah menyamakan harga premium dengan pertamax. Sehingga diharapkan sebagain dari pelanggan akan beralih ke SPBU asing.

Sedangkan, Ketua Lajnah Tsaqafiyah  DPP HTI KH Hafidz Abdurrahman dalam kuliah umum yang bertema Hukum Islam tentang Liberalisasi Migas itu menegaskan bahwa liberalisasi berdampak pada privatisasi yang diharamkan Islam.

Seperti yang disabdakan Rasulullah SAW bahwa kaum Muslim memiliki hak, andil dan bagian yang sama terhadap minyak dan gas bumi serta haram hukumnya jika dikelola oleh individu apalagi asing. “Manusia itu berserikat (bersama-sama memiliki) dalam tiga hal: air, padang rumput dan api.” (HR Ahmad, Abu Dawud, An Nasaaiy, dll)

Selain itu, kebijakan liberalisasi Migas ini, menjadi jalan bagi orang kafir menguasai kaum Muslim. Dan merupakan kebijakan diskriminatif dan mendzalimi rakyat. Oleh karena itu, tidak lain solusinya adalah syariat Islam. Karena Islam mengatur semua ini dengan adil.

Terkait pendistribusiannya, negara dapat menempuh salah satu dari dua cara. Pertama, di dalam Negara khilafah akan mendistribusikan migas ini dengan harga murah dengan mematok harga produksinya saja. Kedua, bisa dijual mengikuti harga pasar, yang otomatis ada selisih antara harga jual dengan harga produksi. Dan selisihnya ini digunakan untuk mensubsidi kebutuhan pokok rakyat. Seperti pendidikan, kesehatan, keamanan, dan lain-lain. “Barangsiapa menerapkan syari’at disitu ada kemaslahatan,” pungkas Hafidz mengutip salah satu hadits. [] mediaumat.com

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*