Intelektual Muslimah Diskusikan Tegaknya Khilafah
HTI Press. Intelektual memiliki potensi luar biasa yang diberikan Allah SWT, karena potensi akalnya di atas manusia biasa. Sebagai rasa syukur dan bentuk tanggungjawabnya di hadapan Allah, sudah seharusnyalah para intelektual mengambil peran untuk turut serta menghantarkan pada perubahan hakiki. Perubahan menuju era tegaknya Khilafah pada abad 21. Para intelektual harusnya menjadi lokomotif perubahan itu. Hal inilah yang melatarbelakangi diselenggarakannya Forum Intelektual Muslimah Surabaya (15/2/2011) bertempat di Ayam Goreng dan Ikan Bakar Bu Cokro Jl Darmahusada 190 Surabaya. Kali ini Forum Intelektual Muslimah Surabaya mengambil tema Menjawab keraguan Intelektual : Bagaimana Khilafah Abad 21 Tegak dan Wujudkan Dunia yang lebih Baik Untuk Semua?
dr Faizatul Rosyidah Koordinator Gugus Tugas Intelektual Muslimah HTI Jatim yang membuka acara mengatakan, geliat perubahan ke arah penerapan Islam dalam bingkai Khilafah semakin menampakkan keberhasilannya. Survey yang dilakukan oleh Setara Institute (LSM Sekuler yang getol memperjuangkan pluralism dan HAM). Dari 1200 responden Jabodetabek 35,5% setuju syariah Islam sebagai dasar penyelenggaraan negara dan 34,6% setuju dengan Khilafah. Sungguh sebuah prosentase yang melampaui perolehan suara pilkada sebelumnya yang hanya 26%. “Kapitalisme-sekularisme telah nyata-nyata membuat tatanan dunia yang rusak. Saatnya kita berupaya mewujudkan gelombang perubahan hakiki untuk mewujudkan dunia yang lebih baik untuk semua. Dibutuhkan adanya system alternatif untuk menggantikannya. Sistem tersebut adalah system Islam dengan syariahNya yang telah diturunkan oleh Allah SWT, Dzat yang Maha Tahu lagi Maha Bijaksana,” tegas dr Faizah.
Dalam diskusi intelektual muslimah, muncul berbagai pertanyaan dari kalangan intelektual. Diantaranya Anne asal Perancis yang menempuh S3 di Fisip Universitas Airlangga Surabaya dan sedang menulis kajian tentang kiprah Muslimah HTI. “Bagaimana peran publik perempuan dalam Islam?” tanya Anne.
Nurul Izzati, S.Kom koordinator Lajnah Fa’aliyah Muslimah HTI DPD I Jatim menjawab, Islam memandang perempuan atau para ibu, memiliki peran besar mempersiapkan generasi terbaik. Disinilah peran perempuan dalam pembangunan dan Allah akan meminta pertanggungjawaban pada para perempuan. Allah yang akan membalasnya dengan pahala karenanya peran ini tidak dinilai dari materi seperti pandangan para kapitalis. Untuk menjadikan generasi Islam yang berkualitas, Negara harus menciptakan kondisi yang ideal untuk perkembangan anak. Untuk menjaga kondisi tesebut tetap ideal, perempuan bisa melakukan kontrol pada masyarakat dan penguasa, dakwah, menjadi anggota majelis umat untuk menyalurkan aspirasi para perempuan. Jika peran-peran utama itu sudah tertunai sempurna, para perempuan boleh menjadi kepala perusahaan atau departemen.
Dr Faizatul Rosyidah menambahkan, peran menjalankan sistem dibebankan pada para laki-laki karena peran itu mengharuskan pengambilan kebijakan. Atas peran ini para laki-laki akan dimintai pertanggungjawaban. Ini persoalan syariah bukan tentang persoalan laki-laki atau persoalan perempuan.
Dari penjelasan tersebut, muncul pertanyaan lain dari Anne, “Bagaimana Khilafah melindungi Non Muslim?” dr Faizatul Rosyidah menjawab, bahwa dalam masalah aqidah, ritual dan ahwalusakhsiyah (makanan, minuman, pakaian, pernikahan, perceraian) non muslim mengikuti agama masing-masing. Hanya pada tata aturan kemasyarakan harus berdasarkan syariah sebagai hukum positif karena agama selain Islam tidak memilikinya. Nurul Izzati S.Kom menambahkan, “Ada sebuah kisah Khalifah Umar yang mendapati 2 orang pedagang nasrani/yahudi yang ketiduran dengan barang dagangannya. Khalifah Umar menunggui dan menjagai mereka hingga keduanya bangun, hal ini karena dalam sistem Islam keamanan ada di tangan khalifah.”
Pertanyaan lain datang dari Tika yang sedang menempuh S3 Ekonomi Syariah di Universitas Airlangga Surabaya. Ia menanyakan kesiapan negeri-negeri muslim untuk mengambil alih tata dunia baru. Nurul Izzati menjawab, saat ini semua orang merasa kehidupannaya terasa sempit. Solusinya hanya kembali ke sistem islam. Untuk itu ada 4 hal yang harus terpenuhi, umat menghendaki, maka aktifitas menyampaikan harus dilakuan, dengan bicara dengan tulisan jadi bicara juga sebuah aksi. Muslimah HTI telah siapkan gugus tugas agar proses pemahaman lebih cepat. Ahlu quwah seperti militer memberi perlindungan dan media memberikan opini yang mendukung. “Semua komponen sudah siap. Sungguh tegaknya Khilafah tinggal menunggu waktu,” tegas Nurul Izzati.
Para intelektual muslimah memberi respon positif pada diskusi tentang Khilafah Abad 21 yang segera tegak dan mewujudkan tatanan dunia yang lebih baik untuk semua. Seperti Siti Jalalah dari Universitas Negeri Surabaya yang merasa senang bisa hadir dalam diskusi forum intelektual muslimah. Komentar lain dari Bu Saerun yang memuji HTI sebagai satu-satunya kekuatan Islam yang berani menyampaikan tujuannya menerapkan Syariah dan Khilafah agar segera tegak. “Kaum muslim harus mempersiapkan diri, bersatupadu dalam aqidah yang sama meskipun negaranya berbeda-beda agar bisa memiliki kekuatan besar melawan kapitalis. Bersatulah dan berdoalah!”[]