Rezim Tajikistan Terus Perkosa Hak Kaum Muslim dan Larang Anak Mereka Dirikan Shalat di Masjid

Rezim di Tajikistan pada tangal 18/2/2011 mengumumkan tentang larangan bagi anak yang belum berumur 18 tahun untuk melakukan ritual ibadah di masjid dan di gereja.

Sebelumnya, rezim Tajikistan telah mengumumkan pada tahun yang lalu tentang larangan mengenakan jilbab bagi perempuan dan memelihara jenggot bagi laki-laki, menutup sebagian masjid, dan juga membongkar sebagian masjid yang lain dengan dalih tidak memiliki izin, di samping menutup sejumlah sekolah yang mengajarkan Islam dengan alasan yang sama.

Perlu diketahui bahwa yang memimpin rezim ini adalah Imam Ali Rahmanov. Ia termasuk di antara boneka Rusia, dan di antara mantan komunis yang masih memberikan loyalitasnya kepada Rusia agar tetap berkuasa.

Meskipun ia berbalik dari komunis ke sekuler, namun sama sekali tidak berubah permusuhannya terhadap Islam, seperti para tuannya, orang Rusia yang juga beralih dari komunis ke sekuler, yang menerapkan sekulerisme, namun mereka tetap memusuhi Islam.

Dan semua tahu bahwa jumlah orang Kristen di Tajikistan sangat sedikit, sehingga keberadaan larangan ini jelas ditujukan kepada kaum Muslim sebagai kaum yang mayoritas di negeri tersebut.

Ketika terdapat larangan yang tidak mengizinkan anak berumur di bawah 18 tahun untuk melakukan ritualitas keagamaan di gereja, maka larangan itu disebutkan hanya untuk menutupi target yang sebenarnya, yaitu kaum Muslim, sebagai warga mayoritas pemilik negeri ini.

Sementara orang-orang Kristen ortodoks yang memiliki kewarganegaraan Rusia adalah orang-orang yang sebelumnya ditanam oleh Rusia di Tajikistan untuk menjadikan mereka sebagai kantong internal di dalam negeri agar tetap berhubungan dengannya. Oleh karena itu, undang-undang tidak diberlakukan kepada mereka, melainkan hanya formalitasnya saja. Apalagi mereka adalah orang-orang yang mendukung rezim Imam Ali Rahmanov.

Namun demikian, menurut berbagai berita bahwa kaum Muslim justru semakin bertambah keterikatan mereka terhadap agama dan hukum-hukumnya, serta jumlah kaum perempuan yang taat mengenakan busana muslimah telah meningkat sekalipun ada larangan.

Hal inilah yang memaksa pemimpin rezim Tajikistan hingga menyerukan kepada para mahasiswi Universitas Nasional Tajikistan beberapa waktu yang lalu dengan mengatakan: “Saya prihatin bahwa para wanita muda telah meninggalkan pakaian nasional mereka, dan kemudian beralih memakai tutup kepala (hijab) agama.”

Ia mengatakan dalam pidatonya memalui televisi: “Di jalan-jalan ibukota dan jalan-jalan utama, saya melihat semakin bertambahnya para wanita muda dan kaum perempuan yang mengenakan pakaian agama, yang dengan itu justru mereka telah meniru tradisi cara berpakaian negara-negara lain.”

Ia menambahkan: “Seharusnya mereka bangga dan berterima kasih kepada peradaban dan budaya yang dimiliki oleh negara ini. Sehingga apabila ada di antara kalian yang lebih memilih cara berpakaian di sebagian negara-negara lain, maka saya akan mendeportasinya ke sana.”

Padahal semua tahu bahwa orang-orang Tajikistan merasa terhormat dengan masuk Islam sejak abad pertama Hijriyah sampai pendudukan Rusia memerintahnya dengan brutal pada awal abad kedua puluh Masehi setelah kaum Muslim melakukan perlawanan selama puluhan tahun. Dan kaum Muslim-selama itu-sangat taat terhadap syariah Islam, termasuk terhadap ketentuan pakaiannya. Sementara apa yang dinamakan dengan pakaian nasional, tidak lain adalah pakain modern yang sama sekali tidak hubungan dengan kaum Muslim Tajikistan.

Nyanyian Rahmanov ini sama seperti nyanyian Ben Ali di Tunisia, yang telah digulingkan oleh rakyat. Ia pernah mengatakan tentang pakaian Islam bahwa itu adalah pakaian asing bagi warga Tunisia, dan sebaliknya pakaian Barat adalah pakaian nasional.

Berbagai laporan mengatakan bahwa para aktivis Islam, yakni para pengemban dakwah Islam jumlahnya terus meningkat dan banyak melakukan aktivitas di tengah-tengah masyarakat, serta menentang kezaliman rezim, di antaranya adalah Hizbut Tahrir, yang berusaha untuk menegakkan kembali Khilafah. Dalam hal ini, sejumlah orang yang bergabung dengan Hizbut Tahrir telah diadili dan divonis dengan hukuman yang keji, mereka disiksa, dan menjalani hukuman penjara dalam waktu yang lama.

Pada bulan yang lalu, 8 anggota Hizbut Tahrir ini diadili dan dijatuhi hukuman penjara yang masanya berkisar antara 6 tahun sampai 18 tahun. Padahal semua tahu bahwa Hizbut Tahrir ini tidak menggunakan aktivitas fisik (kekerasan) dalam berdakwah.

Meskipun kejahatan dan kezaliman rezim Rahmanov begitu besar dan telanjang terhadap warganegara kaum Muslim, namun rezim-rezim di dunia Islam, utamanya Iran dan rezim Al Saud (Arab Saudi) senantiasa diam terhadap semua itu, bahkan melakukan berbagai hubungan persahabatan dengan rezim yang zalim ini (kantor berita HT, 27/2/2011).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*