Beberapa kantor berita melaporkan bahwa Gaddafi dan keluarganya memiliki sejumlah saham dan obligasi di seluruh dunia, termasuk di sebuah perusahaan produksi film di Hollywood, klub sepak bola di Italia, real estat mewah di London, dan miliaran dolar dalam bentuk deposito di bank-bank Eropa, di mana saat ini rentan pembekuan yang dikenakan oleh PBB.
Amerika telah mengumumkan pembekuan hampir 30 miliar dolar yang dimiliki oleh Libya yang terdaftar atas nama keluarga Gaddafi.
Terdapat dalam telegram diplomasi yang dibuat oleh Duta Besar AS, Jenny Kretz, dan dipublikasikannya oleh situs wikileaks. Dalam telegram itu, Duta Besar AS ini mengaku mendapat informasi dari Ketua Otoritas Penanaman Modal Libya bahwa dana (Libya), termasuk 500 miliar dolar berada di sejumlah bank AS, di samping sejumlah besar asetnya terdapat di Eropa.
Selain itu, minyak dan gas dijalankan melalui penanaman modal oleh perusahaan-perusahaan minyak Eropa dari Inggris, Perancis, Italia, Jerman dan Belanda. Setelah Gaddafi turun tangan pada 2008 untuk menyelesaikan masalah jatuhnya pesawat Amerika diatas Lockerbie, dan membayar miliaran dolar untuk Amerika, rezim Qaddafi berusaha menjilat Amerika, sehingga mengizinkan sejumlah besar perusahaan AS beroperasi di Libya, seperti perusahaan raksasa “Bechtel”, dan mempekerjakan David Welch, mantan asisten Menteri Luar Negeri AS untuk urusan Timur Dekat sebagai Direktur Eksekutif sebagaimana yang tercantum di situs yayasan Gaddafi International Charity and Development Foundation.
Berita ini menegaskan bahwa harta kaum Muslim dan kekayaannya di Libya terbuang sia-sia di negeri-negeri kaum kafir penjajah. Kemudian mereka memanfaatkan semua itu untuk menjalankan roda perekonomiannya dan mempergendut para kapitalis yang kaya raya. Sementara rakyat Libya yang Muslim itu hidup dalam kesulitan, yang kebanyakan dari mereka masih hidup primitif, dan negara terbelakang dalam semua aspek, seperti yang tampak dalam statistik.
Statistik menunjukkan bahwa 30% dari umur produktif di Libya adalah pengangguran. Mereka sama sekali tidak mendapatkan kesempatan untuk bekerja. Sementara inflasi mencapai 14%, artinya bahwa harga komoditas sangat tinggi. Sedang pendapatan per kapita sangat rendah, akibatnya seseorang tidak mampu memenuhi kebutuhannya dengan pendapatan ini.
Sementara itu, Rezim Gaddafi justru memberi kuasa pada perusahaan-perusahaan negara-negara kafir penjajah beroperasi di negeri-negeri kaum Muslim, baik dalam ekstraksi minyak dan gas, serta pemasaran keduanya, atau mendominasi bidang-bidang yang lain dalam perekonomian dan pelayanan publik. Dalam hal ini, rezim Gaddafi sama sekali tidak berusaha untuk menciptakan revolusi industri dan teknologi yang membuat negara menjadi maju secara materi, dan membuatnya sejajar dengan negara-negara lain.
Kembali pada soal minyak, rezim Gaddafi tidak berinvestasi untuk membuat revolusi, dan tidak mendorong masyarakah untuk melakukannya, justru yang dilakukannya adalah memberinya ke luar negeri agar semua itu dieksploitasi oleh negara-negara penjajah.
Padahal semua tahu bahwa negara merdeka yang berusaha untuk maju dan berkembang secara materi tidak membuat perusahaan asing dari AS, Eropa dan lainnya yang mengeksploitasi semua kekayaannya, dan menjadikanya sebagai pihak yang menjual dan membeli, yakni yang berkuasa dalam pemasarannya, sementara rakyat tetap sebagai konsumen saja, atau hanya pekerja di perusahaan-perusahaan tersebut, inipun jika ada kesempatan bekerja baginya!
Harta rakyat Libya oleh rezim Qaddafi disimpan di bank dan perusahaan asing untuk memompanya dengan miliaran dolar agar membuatnya terus beroperasi dan mendapatkan miliaran, serta mencegah supaya tidak angkrut.
Rezim Gaddafi memberi kesempatan luas pada perusahaan-perusahaan ini untuk berinvestasi di semua bidang ekonomi di negeri ini. Sebaliknya, rezim Gaddafi tidak memberi kesempatan pada warganya untuk melakukan dan mengembangkan negara melalui tangan dan pengalaman mereka, serta tidak memberi mereka kesempatan untuk membuat rencana bagi pembangunan dan kemajuan negara.
Perlu diketahui bahwa para manajer perusahaan asing yang beroperasi di Libya dan di negeri-negeri Islam lainnya adalah para politisi atau intelijen asing, misalnya, David Welch, Direktur Eksekutif Perusahaan AS, Bechtel, adalah mantan asisten Menteri Luar Negeri AS. Sehingga perusahaan-perusahaan ini melakukan aktivitas ganda, yaitu ekonomi, politik dan intelijen (kantor berita HT, 6/3/2011).