Rapat dengar pendapat (hearing) tentang Islam radikan di AS yang digelar Kongres, Kamis waktu setempat, akan menjadi pukulan baru kepada warga Muslim di negara tersebut. “Sekali lagi, Muslim AS dikaitkan dengan teroris,” ungkap Alauddin El-Bakri, imam Asosiasi Muslim West Valley, San Fransisco, yang beranggotakan 150 keluarga.
Hearing kontroversial ini bertajuk ‘Penyebaran Radikalisasi di Komunitas Muslim AS dan Respons Komunitas Tersebut’, yang digagas Ketua Komite Keamanan Kongres asal Partai Republik, Peter King (New York). “Ada orang-orang dalam komunitas Muslim yang tak kooperatif dengan penegakan hukum dalam rangka menanggulangi terorisme,” kata King, Rabu.
Sejumlah media AS menyamakan King dengan Senator Joseph McCarthy yang menggagas hearing soal komunis pada 1950. Saat itu, yang menjadi target McCarthy adalah warga yang dianggap punya kaitan dengan aktivitas un-America (komunis, sosialis). Mereka dinilai sebagai ancaman bagi negara.
Tak hanya itu, salah satu penentang rencana King, yakni anggota Kongres asal Demokrat, Mike Honda, menyamakan hearing Islam radikal ini dengan hearing pada Perang Dunia II yang menargetkan warga AS keturunan Jepang. Hearing tersebut digelar menyusul serangan Jepang terhadap Pearl Harbour. Hasilnya adalah pengisolasian warga AS keturunan Jepang. Mereka dianggap sebagai ancaman negara hanya karena asal usulnya. Padahal, mereka adalah generasi kedua atau ketiga yang dilahirkan di AS. Ribuan warga AS keturunan Jepang kala itu harus kehilangan hak dan properti karena pengisolasian.
Para penentang King mengatakan hearing yang digagasnya akan memarginalisasi 2,6 juta Muslim di AS. Bahkan mereka yang dianggap Muslim liberal pun akan menjadi target.
“Ini (hearing) merupakan bagian dari upaya sistematis untuk menjadikan Muslim seolah tak punya tempat di sini. Bahwa Muslim bukan Amerika (un-American),” kata El-Bakri. “Ketika ini disampaikan oleh anggota Dewan yang terhormat, maka tindakan diskriminasi terhadap Muslim akan lebih bisa diterima.”
Baru-baru ini, dalam sebuah acara perkemahan di Yosemite, El-Bakri menanyakan kepada 100 anak-anak Muslim berapa dari mereka yang pernah disebut teroris, bahkan dalam gurauan. “Delapan anak mengangkat tangan. Banyak lagi yang mengatakan olok-olokan yang berlangsung terus-menerus itu membuat mereka stress. Dua puluh anak mengatakan mereka susah tidur di malam hari,” paparnya. “Mereka hanya anak-anak umur 12 tahun.”
Hearing Kamis ini, lanjutnya, akan menjadikan generasi Muslim kelahiran AS merasa terasing. Menurut Pew Research center, pada 2030, populasi Muslim di AS diperkirakan dua kali lipat saat ini.
David Schanzer, Direktur Triangle Center on Terrorism and Homeland Security pada Duke University dan University of North Carolina, mengatakan statistik yang dikemukakan King tak diperkuat data. Di kalangan konservatif, King kerap mengatakan 80 persen masjid di AS dipimpin oleh imam radikal. Ini diambilnya dari pernyataan ulama AS, Muhammad Hisham Kabbani, dalam forum Kementrian Luar Negeri bertajuk ‘Ancaman Islam Radikal terhadap Keamanan Nasional’ pada 1999.
Sebaliknya, menurut Schanzer, Muslim Amerika justru menjadi sumber tunggal terbesar informasi awal dalam kasus teroris yang melibatkan Muslim AS lainnya. Menurut studi yang dilakukan Triangle Center pada Februari lalu, sepertiga dari penangkapan dalam 161 kasus dimana Muslim AS terlibat atau dituduh melakukan tindakan terorisme sejak serangan 11 September berawal dari informasi yang diberikan Muslim AS.
Para penentang King lainnya menilai hearing Islam radikal adalah bentuk lain dari penggalangan terhadap basis konservatif menjelang kampanye pemilihan presiden 2012.
Hatem Bazian, Direktur Proyek Riset dan Dokumentasi Islamofobia di UC Berkeley, mengatakan hearing Islam radikal di Washington melanjutkan sentiment yang dibangkitkan oleh rencana pembangunan masjid Ground Zero dan tuduhan berkelanjutan yang tak berdasar bahwa Presiden Obama adalah Muslim.
Bazian melakukan studi terhadap 50 kampanye pencalonan Kongres dan Senat tahun lalu. Hasilnya, terkandung lebih banyak retorika anti-Muslim dalam iklan dan pernyataan kampanye di distrik dimana jumlah Muslim lebih sedikit. “Upaya-upaya ini memarginalisasi Muslim dari politik,” katanya. Ia khawatir kondisi ini akan diangkat ke level nasional melalui hearing Kamis ini. (republika.co.id, 10/3/2011)