[Al Islam 548] Memasuki Maret 2011, publik dihentak dengan penangkapan sejumlah selebritis pemakai narkoba. Diawali dengan Yoyok ‘Padi’, dilanjutkan dengan pencidukan mantan artis cilik dan remaja Iyut Bing Slamet, dan terakhir rombongan anggota dan kru grup musik Kangen Band meski kemudian sebagian dari mereka dilepas lagi oleh kepolisian.
Pada awal tahun ini, Kepolisian Daerah Metro Jaya sempat menyatakan bahwa 17 artis menjadi target operasi dalam kasus narkotik (Tempointeraktif.com,10/3). Artinya, bukan tidak mungkin daftar selebritis yang terjaring operasi narkoba bertambah lagi.
Persoalan Besar
Kejahatan narkoba setiap tahun mengalami peningkatan. Data BNN (lihat grafik) menunjukkan kejahatan narkoba terus emningkat tiap tahun. Dimana ibukota negara RI, Jakarta, menjadi daerah paling rawan kejahatan narkoba.
Pada akhir 2010, Wakadiv Humas Polri, Brigjen Untung menyatakan kasus narkoba naik 65% dibanding tahun 2009 yang berjumlah 9661 kasus. (Tempointeraktif.com, 28/12/10). Kasus narkoba jenis sabu-sabu meningkat signifikan dari 9.661 kasus di 2009 menjadi 16.948 kasus di 2010 atau meningkat . 75,4 %. Sementara untuk jenis heroin, barang bukti yang berhasil disita meningkat dari 11,024 kg di tahun 2009, menjadi 23,773 kg di 2010. Artinya meningkat 115%.
Sepanjang tahun 2010, Direktorat Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri berhasil menyita 18 ton daun ganja, 23 kg heroin, 281 kg sabu-sabu dan 369 ribu tablet ekstasi dengan nilai Rp 892 miliar.
Kejahatan narkoba menjadi ancaman besar bagi masyarakat dan generasi. Hal itu mengingat sangat banyaknya orang yang terlibat. Di tahun 2006 menurut Kalakhar BNN kala itu, Brigjen Pol dr Eddy Saparwoko, jumlah pengguna narkoba di Indonesia diperkirakan mencapai 3,2 juta orang, terdiri atas 69% kelompok teratur pakai, dan 31% merupakan kelompok pecandu dimana laki-laki 79% dan perempuan 21% (Kapanlagi.com, 28/3/2006).
Sementara itu, data sementara BNN hasil penelitian BNN dan Universitas Indonesia pada tahun 2008 menunjukkan total penyalahguna narkoba ada 1,99 persen penduduk Indonesia atau sekitar 3,6 juta jiwa (jurnas.com, 26/1/11).
Yang makin memiriskan, berdasarkan data hasil Survei BNN terkait penggunaan narkoba tercatat sebanyak 921.695 orang atau sekitar 4,7 persen dari total pelajar dan mahasiswa di Tanah Air adalah sebagai pengguna barang haram tersebut. (Suaramerdeka.com, 19/2/11)
Disamping itu, kasus narkoba terjadi di berbagai kalangan. Bukan saja di kalangan selebritis, tapi juga pejabat dan wakil rakyat. Tahun 2010 lalu, tes urine terhadap sejumlah pejabat daerah eselon I – III yang dilakukan pemprop Sumsel bekerja sama dengan Badan Narkotik Propinsi menemukan 15 orang diduga pengguna narkoba (news.okezone.com,3/3/2010).
Sementara itu, Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah mencatat selama 2010 hingga awal Februari 2011, enam anggota DPRD se-Jateng terlibat kasus penyalahgunaan narkoba (tvonenews.tv, 07/02).
Salah Penanganan
Jika diperhatikan, makin akutnya kejahatan narkoba, disebabkan penanganan yang salah dan penegakan hukum yang lemah serta hukuman yang tidak memberikan efek jera.
Ambil contoh adalah adanya wacana bahwa pemakai narkoba tidak akan dikriminalkan. Ibu Negara Ani Yudhoyono pada tahun lalu menyatakan bahwa seharusnya para pemakai narkoba ditempatkan di panti rehabilitasi bukan penjara. Ia tidak setuju dengan keputusan Kapolri saat itu yang justru akan menyeret pengedar dan pemakai narkoba (kompas.com, 30/01/2010).
Pendapat serupa juga datang dari Ketua BNN Gories Mere. Hal ini, katanya, sesuai dengan UU N0 35 tahun 2009 tentang narkotika yang memandang pecandu narkotika bukan sebagai pelaku kriminal tapi penderita yang harus direhabilitasi (waspada.co.id, 27/06/2010).
Hal itu jelas sangat rancu. Di satu sisi penyalahgunaan narkoba dipandang sebagai kriminalitas, tapi di sisi lain seorang pengguna – yang jelas-jelas menyalahgunakan narkoba – justru dianggap bukan pelaku kriminal. Hanya produsen dan pengedar yang dikriminalkan.
Padahal, bukankah tidak akan ada penawaran jika tidak ada permintaan? Bukankah pengguna narkoba mengkonsumsinya atas dasar kesadaran, bukan karena paksaan? Lalu di sisi mana mereka bisa dianggap sebagai korban?
Wacana itu justru bisa meningkatkan jumlah pengguna narkoba. Sebab mereka tidak akan takut karena tidak akan dikriminalkan. Apalagi penegakan hukum dalam masalah narkoba ini sangat buruk. Sudah menjadi rahasia umum bahwa para narapidana narkoba masih bisa terus menjalankan bisnis narkobanya dari dalam penjara. Terungkapnya sindikat narkoba internasional yang beroperasi di LP Nusa Kambangan dengan omset miliaran rupiah jelas menegaskan hal itu. Seorang kurir narkoba di Ekuador, Amerika Latin, mendapatkan order narkoba dari Nusakambangan. Padahal, di sana diberlakukan keamanan tingkat tinggi (vivanews.com, 9/3).
Hukuman yang dijatuhkan dalam kasus narkoba yang tidak memberikan efek jera makin memperparah masalah. Sejumlah terpidana narkoba justru menikmati perlakukan istimewa di dalam rutan. Sebagian lagi mendapatkan keringanan hukuman. Dari 57 terpidana mati kasus narkoba, Mabes Polri malah mendapati 7 terpidana mati kasus narkoba mendapatkan keringanan hukuman. Jangankan membuat jera orang lain, orang yang sudah dihukum pun tidak jera.
Maka, keinginan menjadikan Indonesia bebas narkoba, adalah bak jauh panggang dari api. Karena apa yang dilakukan seperti menegakkan benang basah.
Kapitalisme Biangnya
Pesatnya kejahatan narkoba sebenarnya buah dari sistem sekulerisme-kapitalisme yang dengan standar manfaatnya melahirkan gaya hidup hedonisme, gaya hidup yang memuja kenikmatan jasmani. Doktrin liberalismenya mengajarkan, setiap orang harus diberi kebebasan mendapatkan kenikmatan setinggi-tingginya. Maka contoh akibatnya, tempat-tempat hiburan malam yang sering erat dengan peredaran narkoba makin marak dan tidak bisa dilarang. Dan dengan dibingkai oleh akidah sekulerisme yang meminggirkan agama, maka sempurnalah kerusakan itu. Tatanan kemuliaan hidup masyarakat pun makin terancam. Maka jelaslah bahwa akar masalah narkoba itu adalah pandangan hidup sekulerisme kapitalisme.
Solusi Islam
Memberantas narkoba harus dilakukan dengan membongkar landasan hidup masyarakat yang rusak dan menggantikannya dengan yang benar; yang sesuai fitrah manusia, memuaskan akal dan menentramkan hati, yaitu akidah Islam.
Dari sisi akidah, islam mengajarkan bahwa setiap perbuatan baik akan mendapat ganjaran di akhirat. Dan sebaliknya setiap perbuatan dosa, termasuk penyalahgunaan narkoba, akan dijatuhi siksa yang pedih di akhirat, meskipun pelakunya bisa meloloskan diri dari sanksi di dunia.
Rasulullah saw. bersabda:
« كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ إِنَّ عَلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ عَهْدًا لِمَنْ يَشْرَبُ الْمُسْكِرَ أَنْ يَسْقِيَهُ مِنْ طِينَةِ الْخَبَالِ ». قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ وَمَا طِينَةُ الْخَبَالِ قَالَ « عَرَقُ أَهْلِ النَّارِ أَوْ عُصَارَةُ أَهْلِ النَّارِ »
“Sesungguhnya Allah harus memenuhi janji bagi siapa saja yang meminum minuman yang memabukkan untuk memberinya minum thînatal khabâl”. Mereka bertanya, “ya Rasulullah apakah thînatal khabâl itu?”, Rasulullah saw bersabda: “keringat penduduk neraka atau ampas (sisa perasan) penduduk neraka” (HR Muslim no 2003, dari Ibnu Umar)
Lalu Islam mewajibkan negara untuk senantiasa memupuk keimanan rakyatnya. Maka jika sistem islam diterapkan hanya orang yang pengaruh imannya lemah atau terpedaya oleh setan yang akan melakukan dosa atau kriminal.
Jika pun demikian, maka peluang untuk itu dipersempit atau bahkan ditutup oleh syariah islam melalui penerapan sistem pidana dan sanksi dimana sanksi hukum bisa membuat jera dan mencegah dilakukannya kejahatan.
Hal tu sebab, narkoba jelas hukumnya haram. Ummu Salamah menuturkan:
« نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم عَنْ كُلِّ مُسْكِرٍ وَمُفَتِّرٍ»
Rasulullah saw melarang setiap zat yang memabukkan dan menenangkan (HR Abu Dawud dan Ahmad)
Mufattir adalah setiap zat relaksan atau zat penenang, yaitu yang kita kenal sebagai obat psikotropika. Al-‘Iraqi dan Ibn Taymiyah menukilkan adanya kesepakatan (ijmak) akan keharaman candu/ganja (lihat, Subulus Salam, iv/39, Dar Ihya’ Turats al-‘Arabi. 1379).
Mengkonsumsi narkoba apalagi memproduksi dan mengedarkannya merupakan dosa dan perbuatan kriminal. Disamping diobati/direhabilitasi, pelakunya juga harus dikenai sanksi, yaitu . Yaitu sanksi ta’zir, dimana hukumannya dari sisi jenis dan kadarnya diserahkan kepada ijtihad qadhi. Sanksinya bisa dalam bentuk ekspos, penjara, denda, jilid bahkan sampai hukuman mati dengan melihat tingkat kejahatan dan bahayanya bagi masyarakat. Pelaksanaan hukuman itu harus dilakukan secepatnya, tanpa jeda waktu lama dari waktu terjadinya kejahatan dan pelaksanaannya diketahui atau bahkan disaksikan oleh masyarakat seperti dalam had zina (lihat QS an-Nur[24]: 2). Sehingga masyarakat paham bahwa itu adalah sanksi atas kejatahan itu dan merasa ngeri. Dengan begitu seiap orang akan berpikir ribuan kali untuk melakukan kejahatan yang serupa. Maka dengan itu kejahatan penyalahgunaan narkoba akan bisa diselesaikan tuntas melalui penerapan syariah Islam.
Wahai Kaum Muslim
Tampak jelas sekali bahwa sistem sekulerisme kapitalisme saat ini gagal total memberantas narkoba. Akibatnya masyarakat terus menerus terancam.
Juga tampak jelas sekali bahwa tidak ada jalan lain memberantas narkoba kecuali dengan menegakkan syariat Islam dalam bingkai Khilafah Rasyidah. Maka apa lagi yang ditunggu, wahai kaum muslim? Wallâh a’lam bi ash-shawâb. []
Komentar al-Islam
Sebagian dana rintisan sekolah bertaraf internasional (RSBI) yang berasal dari negara dan masyarakat justru sebagian lari ke luar negeri. (Kompas, 14/3)
1. Itulah akibat pengelolaan pendidikan ala kapitalis neo liberal. Sekolah makin mahal. Sekolah bermutu hanya untuk orang kaya. Sekolah pun kental dengan diskriminasi.
2. Dalam Islam pemenuhan pelayanan pendidikan berkualitas adalah kewajiban negara dan hak seluruh rakyat tanpa kecuali. Biayanya bisa dipenuhi dari hasil pengelolaan harta kekayaan alam milik umum disamping harta milik negara. Dengan penerapan syariah Islam semua rakyat bisa pintar.
Lemahnya iman,.. itu adalah hal yang pantas di juluki bagi seseorang yang melanggar aturan Allah!!! Masyarakat sangat banyak yang mengecap pendidikan,, tetapi Pendidikan,.. kerap jauh,.. dari nilai- nilai akidah.. yang mendekatkan diri kepada Allah.. itulah yang membuat rusak para generasi Muda… di tambah lagi maraknya peradaban barat.. yang ala kapitalis1!! Lengkaplah … penderitaan umat!!!
ayo pemuda jangan sampai kita terjerumus ke dunia narkoba
AllohuAkbar