Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) diperkirakan telah mengucurkan
uang suap sebesar 6 juta dollar AS atau sekitar Rp 54 miliar untuk bisa
memegang kendali atas Partai Golkar dalam kongres partai itu pada
Desember 2004.
Demikian menurut laporan kawat-kawat diplomatik
rahasia Kedutaan Besar AS di Jakarta yang bocor ke WikiLeaks dan
diberitakan harian Australia, The Age, dan situs asiasentinel.com, Jumat (11/3/2011).
“Menurut
beberapa sumber yang dekat dengan para calon utama (ketua Partai
Golkar), tim Kalla menawarkan kepada pengurus kabupaten sedikitnya Rp
200 juta untuk (membeli) suara mereka,” lapor bocoran kawat itu.
“Pengurus-pengurus
provinsi, yang memiliki hak suara yang sama, tetapi juga dapat
memengaruhi pengurus kabupaten, menerima Rp 500 juta atau lebih. Menurut
seorang kontak yang punya pengalaman sebelumnya dalam hal-hal tersebut,
para pengurus menerima uang muka … dan akan mendapat pembayaran penuh
dari pemenang, dalam bentuk tunai, beberapa jam setelah pemungutan
suara.”
Para diplomat AS melaporkan, dengan total 243 suara yang
dibutuhkan untuk meraih suara mayoritas, kursi ketua umum Partai Golkar
saat ini bernilai lebih dari 6 juta dollar AS.
“Satu kontak, Agung
Laksono, yang saat itu menjadi Ketua DPR, mengatakan salah satu orang
saja, bukan pendukung Kalla yang terkaya, telah mengalokasikan Rp 50
miliar pada acara tersebut,” tambah laporan tersebut.
Jusuf Kalla
sendiri saat dimintai tanggapannya atas laporan tersebut, Jumat,
mengatakan, “Saya kira perlu pembuktian.” Ia yang tengah berada di
Jepang mengaku pada saat ini hanya mempertanyakan perihal akomodasi
transportasi peserta kongres Partai Golkar dan bukannya melakukan money politic untuk menuju orang nomor wahid di tubuh Golkar.
“Saya
tanya kalau (peserta Kongres Golkar) hadir (mengikuti kongres) dan
pulang (ke daerahnya) bagaimana untuk bayar tiket mereka. Di mana mereka
menginap,” katanya.(kompas.com, 17/3/2011)
Komentar :
Kalau info ini benar, kembali membuktikan kerusakan sistem
demokrasi yang melahirkan praktik politik transaksional, dimana uang
digunakan untuk mencapai kekuasaan, dan kekuasaan digunakan untuk
mencapai uang (vicious circle: money to power, power to money).
Ujung-ujungnya menumbuhsuburkan praktek korupsi, kolusi, dan suap
menyuap.