Pada sore hari tanggal 15/3/2011 channel TV Jerman “RTL” menyiarkan wawancara dengan Gaddafi, di mana sang kriminal ini dalam wawancara itu mengklaim bahwa “Libya hanya sedang mengalami insiden kecil saja, di mana sebagian besar situasi negara dalam keadaan tenang dan normal, serta tidak ada aksi-aksi demonstrasi.” Ia membantah bahwa “Dirinya telah melakukan penindasan terhadap para demonstran damai.” Bahkan ia bersumpah bahwa ia akan menghancurkan kekuatan kaum Muslim di Libya yang mencoba untuk melawan rezim tirannya. Dan ia menyebut kaum Muslim yang melawannya sebagai “gerombolan yang berafiliasi dengan al-Qaeda.”
Gaddafi mengecam negara-negara Barat yang telah mendukungnya selama empat dekade. Ia tidak habis pikir, “Apa yang telah saya lakukan yang mengecewakan mereka?! Ia mengatakan bahwa “Dirinya tidak dipercaya lagi oleh Barat, perusahaan-perusahaan Barat, dan para duta besar negara-negara mereka.” Bahkan ia mengatakan bahwa “Mereka semua terlibat dalam konspirasi untuk melenyapkan dirinya.”
Dalam kesempatan itu, ia juga mengecam Sarkozy dengan mengatakan: “Benar Sarkozy itu teman saya, tapi saya yakin bahwa ia sudah gila. Ia menderita sakit jiwa, begitulah yang dikatakan oleh orang-orang di sekelilingnya, yang mengatakan bahwa ia menderita sakit jiwa.”
Gaddafi sedang dalam kondisi kontradiksi dan kacau secara permanen. Ia berkata kepada surat kabar Italia “Il Giornale” bahwa “Ia sedang memasuki sebuah peperangan melawan al-Qaeda. Dan ia akan meninggalkan koalisi internasional dalam melawan terorisme jika Barat memperlakukannya secara negatif, seperti yang terjadi pada mantan presiden Irak Saddam Hussein. Bahkan sebaliknya, ia akan bersekutu dengan al-Qaeda menyatakan Jihad, dan mengecam teman baiknya Perdana Menteri Italia, Berlusconi.”
Perlu diketahui bahwa penasehat khusus politiknya adalah mantan Perdana Menteri Inggris, musuh Islam, Tony Blair, di mana Gaddafi membayar Blair hingga satu juta dolar dalam setiap bulannya.
Dalam hal ini, anaknya yang bernama Saif al-Islam pada tanggal (6/6/2010) menyebutkan dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Inggris “Daily Mail” bahwa Blair bertindak sebagai konsultan untuk dana pemerintah Libya yang mengelola kekayaan minyak Libya, yang nilainya diperkirakan lebih dari 94 miliar dolar.
Saif al-Islam menambahkan dengan mengatakan: “Blair telah membangun hubungan yang sangat istimewa dengan ayah saya. Bahkan bagi kami, Blair adalah teman pribadi dalam keluarga kami. Saya pertama kali bertemu dengan empat tahun yang lalu di kantor Perdana Menteri Inggris, dan sejak itu saya sering bertemu dengannya di Libya, di mana ia tinggal di rumah ayah saya, sebab ia sering datang ke Libya.”
Bahkan pada suatu hari putra Gaddafi ini terlihat begitu membela terhadap “hak Blair dalam memmanfaatkan berbagai kontraknya dengan Libya”, di mana ia mengatakan: “Ada banyak orang yang cemas dan bahkan marah kepadanya karena Irak, dan karena begitu mudahnya ia bekerja sama dengan Otorita Investasi Libya. Dalam hal ini, adalah hak Tony Blair untuk menghasilkan uang. Dan ini adalah hal yang lumrah bagi seorang pengusaha.” Putra Gaddafi ini menegaskan bahwa “Ada hubungan khusus antara Libya dan Inggris.”
Sementara berbagai laporan menunjukkan bahwa satu bulan setelah tidak lagi sebagai Perdana Menteri, Blair mengunjungi Gaddafi, dan disusul penandatanganan perjanjian antara perusahaan British Petroleum (BP) dengan perusahaan minyak negara Libya senilai 900 juta dolar.
Sehingga dengan semua ini, Gaddafi seolah-olah berhak untuk mengecam Barat ketika Barat mencampakkannya. Bahkan ia merasa berhak mempertanyakan alasan mengapa ia dicampakkan, padahal ia belum pernah melakukan sesuatu yang mengecewakannya!
Dengan demikian ia mengakui bahwa dirinya adalah budak Barat selama beberapa dekade pemerintahan tiraninya di Libya. Bahkan selama itu ia tidak pernah melakukan apa pun yang mengecewakannya. Untuk itu, ia telah memerangi Islam, mengingkari as-Sunnah, menghukum mati para aktivis Hizbut Tahrir yang melawan tiraninya ketika itu, menghukum mati mereka yang dengan ikhlas melakukan perubahan, dan dengan sengaja menyimpangkan makna al-Quran. Ia juga telah menghina kaum Muslim Libya, dan menjadikannya umat yang miskin, serta menjadikan negaranya terbelakang. Sebaliknya, ia membuka pintu selebar-lebarnya untuk perusahaan-perusahaan Barat agar dapat dengan mudah menjarah kekayaan umat ini, serta menyimpan uang rakyat di bank-bank dan perusahaan-perusahaan Barat untuk mendanai aktivitas perekonomian Barat. Sehingga dengan semua pengabdiannya ini, ia merasa berhak untuk bertanya, seperti pertanyaan seorang budak yang mengabdi dengan ikhlas pada Tuannya, negara-negara Barat penjajah. Ia berkata: “Apa yang membuat Anda kecewa, wahai tuanku, Barat. Padahal aku belum pernah melakukan sesuatu, kecuali atas perintah Anda, atau Anda telah mengizinkan saya untuk melakukannya!
Akan tetapi tuannya, Barat, telah siap untuk menjualnya jika tuannya melihat bahwa hal itu perlu dilakukan, atau tuannya melihat adanya bahaya dengan tetap mempertahankannya. Dengan demikian, ia seorang budak yang keberadaannya tidak ada harganya sama sekali, selain sebagai alat yang dirawat jika menguntungkan dan dicampakkan jika membahayakan.
Oleh karena itu, ketika kaum kafir Barat penjajah telah melihat kaum Muslim Libya sedang menentang dan melawan budaknya yang telah banyak melakukan kejahatan dan penindasan terhadap masyarakat lemah, seperti yang telah dilakukan terhadap budaknya di Tunisia dan Mesir, maka kaum kafir penjajah ini sangat ketakutan akan tumbangnya budak mereka, Gaddafi. Akibatnya kepentingan mereka akan lenyap, dan sangat berbahaya tetap mempertahankannya.
Akhirnya, Barat berusaha menunggangi gelombang demonstrasi, dan berpura-pura mendukung tuntutan masyarakat untuk melengserkan Gaddafi, yaitu budak yang selama empat dekade selalu mendapatkan restunya dalam setiap kejahatannya.
Inggris yang sebelumnya telah menemui Gaddafi dan mendukungnya, bahkan putranya yang bernama Saif al-Islam telah disiapkan oleh Inggris untuk menggantikan ayahnya. Dan hal ini terungkap pada tahun yang lalu dalam wawancara dengan surat kabar Inggris “Daily Mail”.
Perlu diketahui bahwa sejak pertama Gaddafi menguasai pemerintahan, Hizbut Tahrir telah mengingatkan umat Islam dengan membuka kedok Gaddafi yang menjadi antek Inggris.
Inggris telah memperdaya negara-negara Eropa untuk datang ke Libya agar membantu dan mendukungnya dalam menghadapi Amerika yang ingin merebut posisinya, hingga menghadapi di antara umat Islam yang ikhlas yang berusaha menjatuhkannya sejak awal. Dengan demikian, masalahnya tidak lagi menjadi masalah bagi Ingris sendirian, melaikan masalah bagi seluruh negara Barat (kantor berita HT, 21/3/2011).