FGD Mahasiswi Jember: “Akar Masalah Pendidikan Indonesia Adalah Sistem Kapitalis”
HTI Press. Muslimah HTI Link Kampus Jember kembali menyelenggarakan sebuah event spektakuler, yakni Focus Group Discussion (FGD). Dihadiri oleh para aktivis mahasiswa muslimah dari lembaga-lembaga intra dan ekstra kampus Jember. Acara yang berlangsung pada hari Ahad, 20 Maret 2011 di gedung BKKBN Jember ini mengusung judul “Refleksi Pendidikan Indonesia: Outlook Masa Depan Indonesia (Telaah Kritis Pengelolaan Pendidikan Indonesia)”.
Opening Speech disampaikan ketua panitia, Eka Sri Wulandari, aktivis MHTI dan mahasiswa FKIP Matematika 2007. Beliau mengungkapkan tentang kondisi pendidikan di Indonesia yang masih jauh dari idealita, mulai dari segi kualitas ouput yang rendah dan tidak kontributif, rendahnya komitmen Pemerintah dalam mendanai pendidikan, hingga bongkar-pasang kurikulum. Sebagai pengantar acara disampaikan hasil survey yang dilakukan Muslimah HTI Link Kampus Jember kepada sekitar 2.500 orang mahasiswa Perguruan Tinggi Negeri dan Swasta di Jember pada tanggal 1-5 Maret 2011. Lebih kurang 60% responden menilai bahwa komitmen Pemerintah untuk memajukan Indonesia sangat kurang terbukti dari rendahnya kualitas pelayanan dan anggaran dana untuk pendidikan; pendidikan Indonesia terikat dengan skenario asing; dan bahwa berkaca pada realitas pendidikan Indonesia, maka masa depan Indonesia stagnan bahkan terbelakang.
Suasana diskusi berjalan cukup aktif, dinamis dan penuh keakraban. Dari berbagai pendapat para aktivis mahasiswi muslimah, diperoleh kesimpulan bahwa kondisi pendidikan di Indonesia menghadapi masalah multi-kompleks meliputi kurikulum yang tidak punya arah yang jelas dan tegas; kualitas output yang rendah dan tidak kontributif pada kebutuhan umat; pembiayaan dan penyediaan sarana-prasarana yang kurang merata dan memadai; akses pendidikan yang tidak merata; kualitas tenaga kependidikan yang rendah dan tidak visioner; hingga maslah pengelolaan institusi pendidikan yang hilang arah jauh dari hakikat pendidikan.
Ibu Sinta Rachmawati, S.Fam, Apt., aktivis MHTI dan dosen Fakultas Farmasi Unej, menyampaikan analisis akar masalah pengelolaan pendidikan di Indonesia. Beliau mengungkapkan bahwa carut-marut masalah pendidikan di Indonesia tidak dapat dipandang secara parsial hanya pada komponen personal peserta didik dan tenaga kependidikan, atau hanya pada aspek minimnya sarana-prasaran yang disediakan. Realitasnya pendidikan di Indonesia mengalami masalah pada aspek input (kurikulum, tenaga kependidikan, pembiayaan, dan sarana-prasarana), aspek proses (proses pembelajaran dan standar nilai) dan aspek output (lulusan, hasil penelitian, dll). Semua itu sangat dipengaruhi oleh arah (visi) manajemen (pengelolaan) lembaga pendidikan, di mana lembaga pendidikan harus menindaklanjuti kebijakan yang telah digariskan Kementrian Pendidikan Nasional dan Dirjen Dikti. Ibu Sinta menegaskan bahwa ketika menelaah masalah dan mensolusi pendidikan tidak bisa dipandang pada satu aspek semata, namun harus komprehensif hingga akarnya.
Lebih lanjut beliau mengulas keterkaitan dengan kebijakan-kebijakan di bidang yang lainnya seperti kebijakan dalam pengelolaan keuangan Negara (APBN), karena salah satu masalah krusial Pendidikan di Indonesia adalah mahalnya bea pendidikan. Beliau dengan kritis memaparkan bahwa kebijakan-kebijakan tersebut tidak terlepas dari rekomendasi liberalisasi dan kapitalisasi dunia pendidikan dari UNESCO tentang HELTS (Higher Education Long-term Strategy) dan WTO tentang GATS (General Agreement on Trade in Services), yang harus diratifikasi oleh Indonesia sebagai anggota PBB dan WTO (World Trade Organization). Sehingga jelas, pengelolaan pendidikan di Indonesia saat ini di-drive menuju sekulerisasi, liberalisasi dan kapitalisasi sesuai arahan pasar global yang dikendalikan oleh Negara-negara Kapitalis.
Ibu Dwi Nur Rifatin Oetami, S.E, dosen Politeknik Negeri Jember yang juga aktivis Muslimah HTI Jember memaparkan “Sistem Pendidikan Islam dan Khilafah untuk Indonesia Sejahtera, Mandiri, Kuat dan Terdepan”. Beliau menyayangkan tolok ukur kemajuan pendidikan saat ini sangat materialistik, hanya diukur dari kesuksesan materiil lulusannya tanpa memandang kontribusinya pada umat dan kepribadiannya; canggihnya teknologi yang dihasilkan tanpa mempertimbangkan dampak sosial dan kontribusinya pada kebutuhan mendasar umat. Hal tersebut dikarenakan sistem kehidupan yang melingkupi adalah sistem kehidupan materialistik-sekuler yang melahirkan lulusan dengan pola pikir kapitalistik.
Karenanya Beliau menjelaskan bahwa solusi pendidikan Indonesia dan global adalah diterapkannya sistem pendidikan yang berdasarkan akidah Islam dan dikelola dengan syariat Islam, yang menjadikannya bebas biaya dan di-drive penuh oleh Negara sehingga tidak terikat dengan skenario asing. Dari sistem pendidikan Islam ini akan lahir intelektual-intelektual yang tidak hanya ahli di bidangnya, namun mereka memiliki integritas sebagai Muslim yang beriman dan bertaqwa serta cinta umat. Ini bisa terwujud dalam Negara yang menganut sistem ekonomi dan politik Islam, yaitu Khilafah Islamiyah.[]