Gunakan Solusi Yang Digariskan Agama

Banyak permasalahan kini yang dialami kaum perempuan. Seperti kekerasan dalam rumah tangga, marjinalisasi, subordinasi, dan memikul beban ganda (orangtua tunggal).

Ironisnya, era demokrasi yang memberi kesempatan perempuan berkarir, sering pula permasalahan muncul dan solusi yang dihasilkan masih menempatkan perempuan sebagai korban.

Itulah yang jadi perhatian Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) Wilayah Kepulauan Riau, dalam acara temu tokoh masyarakat terbatas dalam Forum Muslimah untuk Peradaban, Minggu (17/4), di Hotel Bintan Plaza. Acara ini dihadiri sekitar 70 peserta yang terdiri dari Ketua Penggerak PKK, Ketua Badan Koordinasi Majelis Taklim, Kepala Desa, dan Lurah se-Kota Tanjungpinang dan Kabupaten Bintan.

“Acara ini berangkat dari keprihatinan kami mengenai ketidakmampuan demokrasi dalam mensejahterakan perempuan, dan bagaimana kekeliruan solusi yang disampaikan terhadap permasalahan perempuan. Membandingkan bagaimana islam memecahkan permasalahan ini serta memberikan contoh-contoh nyata mengenai keberhasilan Islam yang pernah diterapkan secara sempurna pada abad-abad pertengahan,” terang Sarimah, Ketua Panitia Acara.

Dalam kesempatan terpisah, Nurhayati, selaku Ketua DPD 1 MHTI Wilayah Kepri, mengatakan, sering sekali solusi yang diberikan dalam memecahkan permasalahan perempuan saat ini berujung kepada perceraian.

Ia mencontohkan dalam bidang ekonomi, ketika perempuan dapat berdaya secara ekonomi, perasaan untuk bergantung kepada suami biasanya memudar. Hal tersebut dapat memicu pertengkaran dalam sebuah rumah tangga jika tidak disikapi secara benar.

Begitu pula dalam bidang pendidikan dan kesehatan. Permintaan kesetaraan di segala bidang dikhawatirkan akan berdampak pada penghancuran sebuah institusi keluarga. Padahal, seharusnya hal tersebut tidak perlu terjadi. Tentu, komitmennya harus memakai solusi yang benar, sesuai yang digariskan agama.

Sri Cahyo Wahyuningsih dari Dewan Perwakilan Pusat MHTI juga mengutarakan pendapat yang hampir sama. Bahwa, kini banyak suami yang tidak tahu penempatan perempuan. Padahal, di pundak suamilah sebenarnya kewajiban untuk pensejahteraan itu diletakkan.

Sri menggambarkan bagaimana Islam melindungi perempuan. Pada masa dahulu, kata Sri, ketika syariat Islam digunakan hingga 14 abad lamanya, telah nyata-nyata mampu mensejahterakan dan memuliakan perempuan. tidak hanya mereka, namun mampu mensejahterakan kaum muslimin secara keseluruhan.

Seperti pada masa Khalifah bin Abdul Aziz pada khilafah abbasiyah, pernah terjadi tidak seorang pun yang dipandang berhak menerima zakat. Beliau sampai harus memerintahkan para pegawainya berkali-kali untuk menyeru di tengah-tengah masyarakat ramai, kalau-kalau di antara mereka ada yang membutuhkan harta, namun tidak ada seorangpun yang memenuhi seruannya. Pada masa beliau pula tidak ada satu orang pun penduduk Afrika yang mau mengambil harta zakat.

“Sekarang bandingkanlah bagaimana keadaan negeri-negeri di benua Afrika sekarang,” ujar anggota Dewan Perwakilan Pusat MHTI ini. Standar gaji guru yang mengajar anak-anak pada masa pemerintahan Umar bin Khattab saja, sambungnya, sebesar 15 dinar emas atau sebesar 25 juta rupiah.

Kemuliaan wanita begitu dihargai, seperti contoh Khalifah Mu’tashim Billah yang menaklukkan Kota Amuria, Romawi, hanya karena beliau mendengar ada seorang wanita muslimah yang tercederai kehormatannya oleh orang Romawi. Semua itu, beliau katakan, hanya akan terjadi ketika Islam diterapkan secara sempurna. (tanjungpinangpos.co.id)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*