Raja Yordania Abdullah II memperingatkan kemungkinan intifada Palestina baru terhadap “Israel” dalam kasus kebuntuan yang terus berlanjutan terkait proses perdamaian Timur Tengah.
Raja Abdullah menegaskan dalam wawancara dengan jaringan berita Amerika “ABC News”, tangal 22 Mei bahwa berlanjutnya situasi sekarang terkait proses perdamaian hingga akhir tahun ini, merupakan perkara yang mengandung kemungkinan pecahnya pertempuran baru antara “Israel” dan Palestina.
Dalam konteks lain, Raja Abdullah II mendesak Presiden Suriah Bashar al-Asad untuk berdialog dengan rakyatnya. Ia menjelaskan bahwa ia telah berbicara berulang kali dengan Asad, dan menawarkan bantuan Yordania dalam memulihkan stabilitas dan ketenangan pada Suriah.
Rezim Yordania berupaya menjadi alat pemantau kekuatan kolonial sehingga dengannya dapat mengukur perkembangan di wilayah tersebut, selain peran keamanan yang dimainkannya dalam menopang rezim-rezim diktator di wilayah itu, serta menjalankan misi-misi intelijen untuk kepentingan kekuatan Barat, sebagaimana misi-misinya di Afghanistan.
Sebagai contoh terkait peran yang dimainkannya sebagai pemantau yang menyelidiki perkembangan situasi terbaru, dan memberi masukan kepada kekuatan kolonial Barat, maka Raja Abdullah sangat serius memperlihatkan ketakutannya terus-menerus akan kebuntuan situasi yang dikenalnya dengan proses perdamaian, di mana akibatnya sangat mengancam bagi kepentingan Barat;
Sebelumnya, pada tanggal 18/03/2007, ia menganggap bahwa proses perdamaian merupakan perkara darurat, dan saat-saat dimulainya penerapan proses perdamaian segera menjadi kenyataan.
Sebelumnya, pada tanggal 11/05/2009, ia telah memperingatkan tentang pecahnya perang di wilayah tersebut.
Dan pada tanggal 18/04/2010, ia memperingatkan akan pecahnya perang setelah bulan Juli.
Ia juga memperingatkan pada tanggal 5/12/2010 tentang apa yang disebutnya sebagai “bencana nyata tidak hanya mempengaruhi wilayah ini, melainkan juga bagian dunia lainnya, serta mengancam kepentingan strategis Amerika Serikat, Eropa dan masyarakat internasional.”
Pada tanggal 13/01/2011 ia memperingatkan akan kegagalan dalam upaya-upaya proses perdamaian.
Hari ini, ia mengulangi kembali pernyataan yang sama. Bahkan ia menunjukkan perhatian yang sangat serius terhadap rekannya “Israel” dan Palestina dengan sama!! Ia mengingatkan kekuatan Barat akan sesuatu yang menyusul perkembangan yang terjadi di wilayah Timur Tengah berupa ancaman-ancaman terhadap kepentingan Barat, apalagi terkait kekhawatiran akan runtuhnya rezim dan takhtanya bersama rezim-rezim yang sudah dan akan diterjang oleh banjir perubahan.
Jika tidak, apa yang dikhawatirkan Raja Abdullah II akan pencahnya intifada baru? Dan siapa yang menyerunya untuk menawarkan bantuan-bantuan rezimnya terhadap tiran Suriah? Serta apa yang mendorongnya untuk melibatkan pasukan Yordania agar menjadi perisai bagi rezim-rezim Teluk dan tameng untuk melindunginya?
Semua ini adalah peran untuk menjaga pengaruh kolonial, terutama Inggris, serta peran melindungi entitas Yahudi seperti yang dikatakannya dalam sebuah wawancara sebelumnya, “Jika tidak terealisasi solusi dua negara untuk kedua bangsa (Israel dan Palestina), maka masa depan akan sangat gelap bagi Israel dan semua.” Ia juga berkata, “Saya percaya bahwa masa depan Israel adalah berintegrasi ke dalam wilayah ini.”
Apa yang diperlihatkan Raja Abdullah juga peran untuk menjaga supaya umat tidak lepas cekikan kaum kolonialis, serta peran untuk menjamin kelangsungan dominasi Barat yang menjadi penopang rezim Yordania dan kekuasaannya, sebagaimana rezim-rezim lainnya yang membantu dalam melawan revolusi. Dengan demikian, mereka bukan bagian dari umat. Sebaliknya umat melaknat mereka, dan siang malam umat mendoakan kehancuran bagi mereka.
Sehingga aparat keamanan Yordania yang memanfaatkan jasa “preman” untuk melakukan serangan terhadap aksi masîrah (long march) yang diselenggarakan oleh Hizbut Tahrir di Yordania dalam rangka mendukung pembebasan Syam di Ramtha, membuka tabir tentang sejauh mana ketakutan rezim ini akan jatuhnya pengaruh Barat dan para bonekanya, yang akan lenyap tanpa ada yang mengingatnya.
Umat telah berhasil menggulingkan Mubarak dan Ben Ali. Umat telah melakukan memberontakan terhadap Ali, Gaddafi dan Asad, yang akan menggulingkan Abdullah dan rezimnya, serta yang akan menggulingkan rezim-rezim tiran lainnya yang sedang ketakutan. Semua ini akan berjalan terus hingga terwujud perubahan yang sesungguhnya dengan berdirinya Khilafah di atas reruntuhan rezim ini. Dan ketika itu, penyesalan sudah tidak lagi bermanfaat bagi mereka. Sesungguhnya, mereka membuang ketergantungan pada pengaruh kolonial dan bantuannya itu lebih baik bagi mereka seandainya mereka berfikir. Sebab kemenangan akhirnya ada pada umat Islam bukan orang kafir. Sehingga nasib mereka kelak ada bersama sampah sejarah, dan di akhirat mereka akan mendapatkan siksa yang pedih. Dan orang-orang yang zalim itu kelak akan mengetahui ke tempat mana mereka akan kembali.
Allah SWT berfirman: “Orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.” (TQS. An-Nisa’ [4] : 139).
Sumber: pal-tahrir.info, 23/5/2011.
Allah SWT berfirman: “Orang-orang yang mengambil orang-orang kafir menjadi teman-teman penolong dengan meninggalkan orang-orang mukmin. Apakah mereka mencari kekuatan di sisi orang kafir itu? Maka sesungguhnya semua kekuatan kepunyaan Allah.” (TQS. An-Nisa’ [4] : 139)
setuju banget. apakah mereka mengira apa yang mereka renvanakan tidak diketahui oleh Allah. padahal, jika mereka tahu bahwasanya Allah mengetahui tindakan mereka sebelum mereka terlahir ke dunia. bukankah semua yang kan terjadi itu telah tertulis dalam kitab lauhul mahfuz. termasuk perbuatan hina mereka.
maka beruntunglah bagi mereka yang menjadikan Allah sebagai penolong baginya. Allah adalah sebaik-baiknya pembuat makar. apakah kita akan melupakannya?