HTI Kecam Raperda Kepariwisataan Lampung

Upaya DPRD Lampung mengegolkan rancangan peraturan daerah (raperda) kepariwisataan mendapat sandungan. Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) Lampung mengecam isi beberapa pasal dalam raperda itu yang membolehkan sejumlah aktivitas usaha hiburan, seperti karaoke, live music, dan biliar tetap berlangsung selama bulan suci Ramadan.

Diketahui, dalam bab X pasal 41 ayat 2 dan 4 tentang waktu dan penyelenggaraan industri pariwisata memang ada catatan khusus yang menyatakan bahwa klab malam, diskotek, mandi uap, griya pijat, permainan mesin keping jenis bola tangkas, dan usaha bar, baik berdiri sendiri atau ada menjadi satu dengan jenis usaha, tidak boleh buka.

Namun, khusus untuk hotel berbintang, raperda ini memberi kelonggaran. Hotel berbintang tetap diperbolehkan menyelenggarakan seluruh aktivitas hiburan itu selama Ramadan. ’’Karena itu, HTI Lampung menentang keras raperda ini,” tegas Humas HTI Lampung Akhiril Fajri kemarin (27/5).

Menurutnya, ada beberapa alasan sehingga HTI menentang keras raperda itu. Pertama, HTI melihat raperda ini masih memberikan celah untuk melakukan berbagai aktivitas hiburan yang mengandung kemaksiatan. Karena itu, HTI mendesak pihak yang berwenang untuk menutup semua tempat hiburan malam yang melakukan perbuatan maksiat. ’’Apabila tempat itu sudah ada yang ditutup, kami juga mendesak pemerintah daerah untuk tidak memberikan izin kepada usaha membuka usaha sejenis,” beber Akhiril Fajri.

Kedua, setiap tempat-tempat hiburan yang mengandung kemaksiatan, seperti judi, minum-minuman keras, dan unsur pornografi/pornoaksi harus dihentikan karena itu adalah aktivitas yang dilarang dan dimurkai oleh Allah SWT. Apalagi kalau itu terus dijalankan pada bulan yang sangat mulia yaitu Ramadan.

’’Kalau itu tetap dilakukan dan diberikan izin, pada gilirannya akan merusak kelangsungan hidup manusia, menghancurkan generasi muda, dan menghancurkan sendi-sendi kehidupan masyarakat di Lampung,” urainya.

Ketiga, menyeru kepada pemerintah selaku penanggung jawab (ra’in) dan pelindung (junnah) bagi warga kota yang mayoritas muslim melalui pihak-pihak yang berwenang untuk membentengi umat Islam dari tempat-tempat hiburan yang berbau maksiat dengan melarang dan menindak tegas dan juga bersungguh-sungguh menjaga situasi serta kondisi politik, sosial, ekonomi, dan budaya agar tetap kondusif sehingga umat Islam dapat melaksanakan shaum Ramadan dengan khusyuk.

Keempat, menyeru kepada seluruh elemen masyarakat untuk senantiasa berpegang teguh pada syariah Islam dan terus menggelorakan semangat perjuangan penegakan syariah dan khilafah. ’’Karena hanya dengan syariah dan khilafah, kehidupan akan menjadi lebih baik serta terbebas dari segala bentuk kemaksiatan dan akan menjadi masyarakat yang sehat,” tegasnya.

Akhiril juga meminta pemerintah mengupayakan mengganti keberadaan tempat itu dengan sarana hiburan sehat dan halal, di mana di dalamnya tidak ada perkara yang dilarang agama seperti pornografi dan pornoaksi, miras, narkoba, zina, pergaulan bebas, dan sebagainya.(radarlampung.co.id, 28/5/2011)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*