Majalah Times memberikan ruang yang luas untuk membahas masalah politik di Mesir, serta konflik yang berlangsung antara arus keagamaan-khususnya Ikhwanul Muslimin di satu pihak, dan kaum liberal di pihak lain-terkait masalah pemilihan dan konstitusi, di samping menganalogikan situasi Mesir saat ini dengan apa yang terjadi di Irak setelah penggulingan presiden Saddam Hussein menyusul invasi AS tahun 2003.
Dalam konteks ini, Times menilai Jamaah Ikhwanul Muslimin Mesir sebagai organisasi yang paling demokratis di Mesir untuk situasi saat ini sejak penggulingan rezim Mubarak, dan pengalaman referendum untuk mengamandemen konstitusi pada bulan Maret lalu, sementara kaum liberal dan kelompok kiri bereaksi terkait hasil dimana mayoritas mutlak menyetujui amandemen.
Majalah mencatat bahwa apa yang terjadi sepenuhnya bertentangan dengan persepsi yang beredar, di mana jamaah ini menentang demokrasi dalam hal ideologi. Namun jamaah ini telah membuktikan kemampuan yang spektakuler untuk beradaptasi dengan kehidupan politik. Sebaliknya, partai-partai liberal dan para pemimpin mereka yang tidak tahu cara mempraktekkan demokrasi, meskipun banyak dari mereka yang tinggal di pengasingan di negara-negara Barat yang demokratis. Dan orang-orang seperti Iyad Allawi dan Ahmed Chalabi, mereka berpikir bahwa masyarakat akan memberikan suara untuk kepentingan mereka hanya karena mereka dikenal berpikiran maju dan modern, serta dikenal luas.
Times mengutip dari Essam Al-Arian, pemimpin Ikhwan yang mengatakan: “Konstitusi harus ditulis oleh semua rakyat Mesir, jamaah tidak berhak untuk bersuara lebih keras daripada yang lain dalam proses tersebut.”
Sehingga dengan sikapnya ini akan menjadikan Ikhwan lebih bertanggung jawab, dan lebih cenderung untuk memenangkan para pemilih, serta lebih besar kemungkinan untuk berhasil dalam menarik para pemilih (kantor berita HT, 29/6/2011).