Ketua Umum PB HMI Noer Fajrieansyah, Ketua Umum PB PMII Addien Jauharudin, Ketua Presidium GMNI Twedy Noviady, Ketua Presidium PMKRI Stefanus Gusma, dan Ketua Umum PP GMKI Jhony Rahmat (dari kiri ke kanan) mengangkat tangan seusai konferensi pers konsolidasi gerakan mahasiswa Cipayung di Jakarta, Kamis (7/7). Dalam keterangannya, mereka menyerukan penghentian politisasi di segala bidang kehidupan, termasuk sosial, hukum, keamanan, dan ekonomi.
Jakarta, Kompas – Pemerintah di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat ini dianggap telah melenceng dari semangat Undang-Undang Dasar 1945. Para pejabat dan elite politik lebih sibuk bertransaksi politik demi hasrat pribadi atau kelompok sehingga melupakan tanggung jawab untuk memperjuangkan kepentingan rakyat.
Penilaian itu disampaikan aliansi mahasiswa yang tergabung dalam Organisasi Mahasiswa Kelompok Cipayung dalam pertemuan bersama di Jakarta, Kamis (7/7). Hadir dalam pertemuan itu Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Noer Fajrieansyah, Ketua Presidium Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Stefanus Gusma, Ketua Presidium Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Twedy Noviady, Ketua Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Addien Jauharudin, dan Ketua Umum Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Jhony Rahmat. Pernyataan senada datang dari para ketua badan eksekutif mahasiswa (BEM) di penjuru kampus di Indonesia.
Para pemimpin organisasi mahasiswa itu menilai, kondisi bangsa belakangan ini kian memprihatinkan. Korupsi merajalela di mana kasus-kasus besar tak ditangani serius, seperti bailout Bank Century, mafia pajak, atau dugaan suap proyek wisma atlet SEA Games yang melibatkan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin. Penegakan hukum tidak berjalan karena elite politik tersandera kasus-kasus korupsi.
Stefanus Gusma memandang, pemerintah dan elite politik sekarang sibuk melancarkan permainan politik transaksional untuk hasrat pribadi atau kelompok. ”Bangsa ini seperti dikuasai dan dipermainkan elite politik. Padahal, semestinya bangsa ini milik semua rakyat Indonesia,” katanya.
Menurut Noer Fajrieansyah, pemerintah sekarang gagal menunjukkan visi kemajuan bagi bangsa Indonesia. Elite politik lebih sibuk berjibaku dan berseteru demi melanggengkan kekuasaan. Salah satu buktinya, sebagian menteri dipilih bukan karena kemampuan profesionalnya, melainkan lantaran perhitungan koalisi politik.
Dalam kondisi kacau ini, kebutuhan rakyat dilupakan. Mereka dibiarkan dirundung kesulitan hidup. Ketahanan pangan payah dan harga pangan mahal. Program pendidikan murah bagi rakyat diimpit hegemoni pasar yang berorientasi neoliberalis.
Twedy Noviady melihat situasi sekarang sudah berbahaya. Apalagi, masyarakat semakin memahami, elite ternyata sibuk bermain dagelan politik saja dengan berbagai kasus yang timbul-tenggelam mirip sinetron. Jika pemerintah tidak segera berbenah memperbaiki keadaan, negara ini benar-benar gagal.
Bagi Addien Jauharudin, pemerintah bersikap munafik karena sibuk memoles citra dan berwacana muluk, tetapi tidak melaksanakan. Pemerintah juga dianggap mengkhianati tugas konstitusi yang diamanatkan UUD 1945, yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia, memajukan kesejahteraan, dan mencerdaskan kehidupan bangsa. Komitmen dalam menjaga kedaulatan negara juga kedodoran dengan dominasi kepentingan asing dalam pengelolaan sumber daya ekonomi strategis, seperti pertambangan, perbankan, dan telekomunikasi.
”Semua itu telah dilontarkan berkali-kali oleh kelompok lintas agama, Forum Rektor, lembaga swadaya masyarakat, dan rakyat luas. Namun, pemerintah acuh tak acuh saja. Kami kembali mengingatkan agar pemerintah kembali ke jalan yang benar, yaitu menjalankan amanat konstitusi,” kata Addien. (kompas.com, 8/7/2011)