Sistem Pendidikan Islam Lebih Profesional
Probolinggo, HTI Press. Muslimah Hizbut Tahrir Indonesia (MHTI) DPD II Probolinggo kembali menggelar diskusi publik bertema pendidikan. Mengambil tempat di Puri Manggala Bhakti, kompleks perkantoran Pemkot Probolinggo, acara ini dihadiri puluhan guru dari sekolah-sekolah di kota setempat. Mengambil tajuk “Kapitalisme Pendidikan Menggilas Idealisme Guru”, peserta tampak antusias mendiskusikan perbaikan untuk sistem pendidikan di Indonesia.
Dalam acara ini, hadir pula perwakilan dari Dinas Pendidikan Pemkot Probolinggo yang menyatakan terimakasihnya atas kepedulian HTI dalam mengangkat isu-isu pendidikan dalam diskusi intensif. Pembicara pertama diskusi ini adalah Firqotun Najiyah, S.Pd. Seorang praktisi pendidikan sekaligus Dosen Universitas Kanjuruhan Malang. Firqoh, begitu ia disapa, menerangkan mengenai fenomena yang tengah terjadi saat ini. Dimana guru berada di persimpangan jalan. Antara mempertahankan dedikasi dan mengejar kesejahteraan.
Firqoh banyak memaparkan mengenai fakta yang terjadi di lapangan, sekaligus mengajak peserta untuk berpikir mengenai jalan mana yang mereka pilih. “Menurut ibu-ibu guru, apa yang menyebabkan ini terjadi? Dunia pendidikan kita saat ini telah dikuasai agen-agen kapitalis. Pendidikan jadi semakin mahal dan tidak terjangkau. Tak heran bila muncul jargon-jargon seperti orang miskin di larang sekolah,” jelasnya. Firqoh mengajak peserta melihat kebobrokan sistem kapitalisme yang telah menggerogoti sistem pendidikan di Indonesia. Sehingga saat ini jamak ditemui sekolah yang membandrol kursi untuk calon siswa dengan harga jutaan rupiah. Menurutnya, hal ini tidak akan terjadi bila Islam kembali diterapkan.
“Sekarang ini negara seolah membiarkan pendidikan semakin carut marut. Setiap perguruan tinggi dibebaskan mencari penghasilan. Padahal yang memiliki kewajiban untuk membiayai dan menyelenggarakan pendidikan adalah negara,” tegasnya. Sementara Islam tidak akan membiarkan satu rakyatnya tidak merasakan pendidikan. Termasuk juga mensejahterakan gurunya. Sehingga guru pun bisa berkonsentrasi mengajar tanpa harus pusing memikirkan masalah kesejahteraan dirinya sendiri. Alhasil, dalam Islam, siswa yang menempuh pendidikan akan tertangani dengan baik.
Pembicara kedua, yaitu Tutut Wuryandari S.Pd lebih banyak membahas mengenai profesioalisme guru dalam Islam dan bagaimana Islam menghargai itu. Tutut mengedepankan kenyataan sertifikasi di lapangan yang kemudian memalingkan guru dari kewajibannya mendidik murid. Alih-alih memintarkan siswanya, guru lebih suka mengejar kredit untuk mendapatkan tunjangan sertifikasi.
“Terlebih saat ini profesionalisme guru juga dinilai semata dari materi. Demikian juga dengan sekolah. Sekolah yang dianggap profesional haruslah menyandang gelar SBI atau RSBI. Padahal kenyataannya, plakat ini menunjukkan pendidikan semakin sulit dijangkau oleh masyarakat umum. Harus berduit dulu baru bisa mendapat didikan dari guru dan sekolah yang dianggap profesional,” terangnya. Dalam Islam, negara akan menjamin keberlangsungan pendidikan bagi penduduknya. Termasuk ketersediaan fasilitas untuk menunjang pendidikan yang profesional.
Mendengar hal tersebut, banyak peserta yang antusias untuk bertanya. Salah seorang peserta bahkan menanyakan mengenai kurikulum pendidikan yang dimiliki HTI. Di akhir acara, sebagian peserta sepakat bahwa bobroknya sistem pendidikan di Indonesia karena disebabkan kapitalisme global. Sehingga banyak sekolah yang kemudian menjadi badan usaha dan menganggap murid sebagai konsumen yang harus dikeruk uangnya. Peserta juga menyetujui bahwa Negara Islam memiliki sistem terbaik dalam mengelola pendidikan. Sehingga tak ragu mereka menyatakan dukungannya untuk sama-sama berjuang mewujudkannya.[]