Nomor: 204/PU/E/07/11 Jakarta, 15 Juli 2011/13 Sya’ban 1431 H
PERNYATAAN
HIZBUT TAHRIR INDONESIA
Tentang
PEMALAKAN RAKYAT DIBALIK UU SJSN
Jaminan sosial bagi seluruh rakyat dalam sebuah negara adalah perkara yang sangat penting. Melalui program itu bisa dipastikan bahwa seluruh rakyat akan mendapatkan kesejahteraan sosial baik dalam bidang kesehatan, pendidikan maupun jaminan hari tua. Hal ini pula yang mungkin dimaui oleh UU Nomer 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Namun dalam UU justru mengatur tentang asuransi sosial yang akan dikelola oleh Badan Pelaksana Jaminan Sosial. Hal ini ditegaskan pada pasal 19 ayat 1 yang berbunyi: Jaminan kesehatan diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas. Juga Pasal 29, 35, 39, dan 43. Semua pasal tersebut menyebutkan secara jelas bahwa jaminan sosisal itu diselenggarakan berdasarkan prinsip asuransi sosial.
Dalam Pasal 17 ayat (1), (2), (3) juga disebutkan bahwa peserta harus membeli premi guna melindungi dirinya sendiri dari bencana sosial. Apalagi ayat (2) Pasal 17, mengharuskan pemberi kerja memungut sebagian upah pekerjanya untuk dibayarkan ke pihak ke tiga yang notabene milik Pemerintah.
Maka, berdasarkan telaahan terhadap UU Nomer 40 Tentang SJSN, Hizbut Tahrir Indonesia menilai, Pertama, UU ini secara fundamental telah mengubah kewajiban negara dalam memberikan jaminan sosial menjadi kewajiban rakyat, serta mengubah jaminan sosial menjadi asuransi sosial. Padahal makna ‘jaminan sosial’ jelas berbeda sama sekali dengan ‘asuransi sosial’. Jaminan sosial adalah kewajiban Pemerintah dan merupakan hak rakyat, sedangkan dalam asuransi sosial, rakyat sebagai peserta harus membayar premi sendiri. Itu artinya rakyat harus melindungi dirinya sendiri. Pada jaminan sosial, pelayanan kesehatan diberikan sebagai hak dengan tidak membedakan usia dan penyakit yang diderita, sedangkan pada asuransi sosial peserta yang ikut dibatasi baik dari segi usia, profesi maupun penyakit yang diderita. Disamping itu, akad dalam asuransi termasuk akad batil dan diharamkan oleh syara’.
Kedua, UU ini juga telah memposisikan hak sosial rakyat berubah menjadi komoditas bisnis. Bahkan dengan sengaja telah membuat aturan untuk mengeksploitasi rakyatnya sendiri demi keuntungan pengelola asuransi. Artinya, apabila hak sosial rakyat didekati sebagai komoditi bisnis, maka posisi rakyat yang sentral substansial direduksi menjadi marjinal residual. Sementara kepentingan bisnis justru ditempatkan menjadi yang sentral substansial. Ini tentu sangat berbahaya karena berarti negara telah mempertaruhkan nasib jutaan rakyatnya kepada kuasa pasar, dimana dalam era globalisasi ekonomi sekarang ini pasar mengemban semangat kerakusan yang predatorik yang dikendalikan oleh kekuatan kapitalis global yang bakal merongrong hak sosial rakyat melalui badan-badan usaha asuransi. Hal ini sudah terbukti di mana-mana, termasuk di Indonesia di mana institusi bisnis asuransi multi nasional saat ini tengah mengincar peluang bisnis besar di Indonesia yang dibukakan antara lain oleh Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004, Pasal 5 dan Pasal 17. Ini merupakan bukti nyata dari pengaruh neoliberalisme yang memang sekarang sedang melanda Indonesia.
Berkenaan dengan hal itu, Hizbut Tahrir Indonesia menyatakan:
- Menolak UU Nomor 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial Negara (SJSN).
- Meminta kepada pihak terkait untuk membatalkan UU tersebut karena bila diberlakukan akan makin memberatkan kehidupan ekonomi rakyat. Mereka hanya akan menjadi obyek pemalakan dengan kedok jaminan sosial, sehingga rakyat yang sudah menderita akan semakin sengsara.
- Menegaskan kepada seluruh rakyat bahwa hanya dengan penerapan syariah Islam dalam bingkai Khilafah Rasyidah sajalah, negara akan benar-benar menyejahterakan rakyat, serta tidak menjadikan rakyat sebagai obyek pemalakan dengan dalih apapun sebagaimana dalam sistem kapitalis sekarang ini karena hal itu diharamkan oleh syariah Islam.
Jurubicara Hizbut Tahrir Indonesia
Muhammad Ismail Yusanto
Hp: 0811119796 Email: Ismailyusanto@gmail.com
assalamualaikum.. Ust, ad yg luput dari pembahasan ttg UU SJSN yaitu bahwa imbas dari penerapan uu ini maka akan merubah pola pembiayaan pelayanan kesehatan di sarana kesehatan milik pemerintah terutama PUSKESMAS dari model pembiayaan kesehatan dengan model anggaran ke model kontrak yg dibayarkan oleh BPJS. Model ini berimbas kpd anggaran belanja karena biaya ops termasuk perbelkes pd sarkes tsb masih ditanggung pemerintah atau dg kt lain pemerintah mengalokasikan double anggaran yaitu membayar iuran masyarakatnya & jg membiayai sarkesny. Utuk mengurangi beban tersebut biasanya ”konsultan” pemerintah akan menyarankan ”swastanisasi” sarkes miliknya dg istilah2 ttt spt BLU (badan layanan umum) yg mulai diterapkan pd beberapa RSUD di daerah. Jk opsi kedua ini dipilih mk fungsi operator pemerintah dalam rangka menjamin kesehatan bagi warganya ”dihapuskan” shg dpt dipastikan akan menimbulkan masalah baru yaitu komersialisasi pelayanan kesehatan yg beakibat pd meningkatnya biaya kesehatan dan pengurangan jumlah PNS fungsional bidang kesehatan spt dokter, apoteker, perawat dll yg berarti peningkatan angka ”pengangguran” yg akan bersinergi dengan komersialisasi pelayanan kesehatan. Kemudian akan sah kalimat ” negara menjaminkan kesehatan masyarakatnya kpd pihak ketiga (BPJS)”, atau negara melepaskan kewajibannya menjamin kesehatan warganya. Seharusnya pelayanan kesehatan adalah mrpkn kewajiban negara. Ust, negara atau pemerintah sebenarnya mampu menjamin pelayanan kesehatan kpd umat dg mengoptimalkan Sumberdaya yg ada baik manusia maupun materi tanpa harus menjaminkannya kpd perusahaan asuransi atau apalah namanya. Ini bukan omong kosong, km telah berusaha membuktikannya di kota Pangkalpinang. Disini setiap warga pangkalpinang dapat berobat gratis di PUSKESMAS hy dg menunjukkan KTP sj. Siapa sj tanpa terkecuali kaya ataupun miskin. Jk tdk percaya silahkan datang ke Pangkalpinang-Kep.Bangka-Belitung. Impian sy dan teman2 alangkah indahnya jika hal ini bisa terwujud sama seperti zaman kekhalifahan yg menjamin kesehatan bagi seluruh warganya tanpa kecuali. Terus terang konsep penjamianan pelayanan kesehatan oleh negara di ilhami oleh kebijakan Harun Al Rasyid salah seorang khalifah islam. Smoga Allah SWT melindungi anda dan sy berharap bisa melihat kembalinya kejayaan Islam di Dunia ini.