RUU ini seolah menjadikan rakyat sebagai sumber ancaman negara.
Belum lagi RUU Intelijen selesai dibahas, pemerintah dan DPR sudah membahas RUU baru yakni RUU Keamanan Nasional (Kamnas). Draf RUU itu isinya tidak jauh berbeda dengan RUU Intelijen. Dikhawatirkan, munculnya RUU Kamnas menyusul RUU Intelijen akan melegalisasi tindakan represif pemerintah kepada lawan-lawan politiknya.
Hal itu mengemuka dalam acara Halqah Islam dan Peradaban edisi 31 dengan tema “Awas RUU Kamnas dan Intelijen: Rezim Tirani Ala Demokrasi?” Ahad (17/7) di Wisma Antara Jakarta. Acara bulanan yang diselenggarakan Hizbut Tahrir Indonesia itu menghadirkan pembicara Sidarto Danusubroto (Anggota komisi 1 DPR RI FPDIP), Ahmad Muzani (Komisi 1 DPR RI F-Gerindra), Haris Azhar (Koordinator Eksekutif Kontras), Agus Sudibyo (Dewan Pers) dan M Ismail Yusanto (Juru Bicara HTI).
RUU Kamnas dan Intelijen, menurut Ismail, secara fungsi sebenarnya tidak masalah jika itu dikaitkan dengan bagaimana negara bisa melakukan deteksi dini dari segala kemungkinan yang bisa mengganggu keamanan nasional. Dalam perspektif Islam, memang seperti itulah tugas negara.
Namun apa yang ada dalam dua RUU ini sangat tidak jelas dan multitafsir. Misalnya, apa yang dimaksud keamanan nasional sangat tidak jelas dan tergantung siapa yang menafsirkan. Juga soal kewenangan. Di RUU Intelijen, salah satu poin yang banyak mendapat kritikan adalah adanya kewenangan melakukan penyadapan, bahkan penangkapan.
“Kalau ini dilakukan oleh intelijen, berarti intelijen sudah masuk ke ranah penegakan hukum, bukan lagi pengumpulan informasi untuk deteksi dini dan pencegahan dini. Apalagi di RUU Kamnas hal ini mencakup hal yang sama dengan RUU Intelijen. Hal ini bisa menjadi alat kepentingan penguasa. Jadi, alih-alih menjaga keamanan nasional justru menjadi ancaman kepada rakyat,” kata Ismail.
Ia memaparkan pengalaman masa Orde Baru yang sangat represif. Atas nama keamanan nasional, rezim Orba leluasa untuk mengamankan dan menangkap orang yang patut dicurigai. “Sekarang akan lahir dua UU yang tidak akan beda dengan rezim terdahulu, makanya sebelum disahkan harus kita tolak,” ujarnya.
Sidarto Danusubroto, politisi senior dari PDIP mengatakan, dua RUU ini seperti abu anget bagi DPR. Ada yang pro dan kontra. Yang kontra menjadi minoritas. Adanya dua UU ini ibarat saya mimpi bahwa RUU intelijen dan RUU Kamnas yang menjadi alat kekuasaan politik.”
Menurutnya, RUU Intelijen ini bukan untuk bangsa tapi hanya untuk alat kekuasan penguasa, alat politik untuk membungkam lawan-lawan politiknya. “Saya sudah mencium kalau UU ini akan menjadi alat kekuasaan. Bukan bau lagi tapi sudah amis,” lanjutnya. “Pemerintah SBY ingin mendapat taring kekuasaan, bukan keamanan negara tapi rakyat jadi korban,” jelasnya.
Sedangkan Ahmad Muzani anggota Komisi 1 DPR RI faksi partai Gerindra mengatakan, pihaknya masih berdebat tentang dua hal: penangkapan dan penyadaban. Menurutnya, hal ini paling krusial agar tidak ada terjadi kesalahan dalam penerapan UU ini. Selain itu, RUU ini banyak menabrak UU lain yang sudah ada seperti UU kepolisian dan TNI dan juga UU pers.
Agus Sudibyo mewakili dewan pers menjelaskan pihaknya tidak menolak keluarnya RUU ini. Hanya saja pihaknya mengajukan persyaratan. “Masih banyak yang harus diubah. Bola panas RUU ini ada pada pemerintah. Dan sebaiknya UU ini tidak dipaksakan oleh pemerintah”paparnya.
Sementara itu, Koodinator Eksekutif Kontras Haris Azhar menilai, jika RUU tersebut disahkan seperti draft yang ada sekarang maka makin banyak tindak kekerasan terjadi. “Densus 88 di Ambon berdasarkan data Kontras tidak mengusir teroris saja tapi juga membasmi separatis. Itu kan bukan tujuan Densus dibentuk. Kita tidak professional dalam implementasi. Jika undang-undang memberi celah maka akan banyak potensi memecah,” ungkapnya. Selain itu, ia pun mempertanyakan definisi ancaman yang ada pada RUU Kamnas. Dianggapnya definisinya tidak jelas.
RUU Intelijen dan Kamnas tampak sekali menempatkan rakyat sebagai sumber ancaman. Padahal, musuh yang nyata itu adalah pihak asing yang telah menjerumuskan negeri ini ke arah keterpurukan.[] mediaumat.com