Masalah terorisme dan penyalahgunaannya oleh Barat khususnya Amerika Serikat memang selalu menarik untuk dibahas. Karena pada kenyataannya masalah terorisme ini telah mempengaruhi konstelasi politik internasional. Terorisme itu pula yang mengawali langkah Amerika Serikat untuk memboyong ratusan ribu pasukannya ke Afghanistan untuk membalas dendam kepada Taliban dan Al-Qaeda. Di Irak, Amerika Serikat dan sekutunya meninggalkan magnum opus mereka yaitu pendudukan dengan angka korban tewas di pihak sipil yang sungguh fantastis. Lagi-lagi, terorisme dijadikan alasan setelah mereka tidak menemukan senjata pemusnah massal milik rezim Saddam.
Dalam kasus paling anyar, aksi terorisme terjadi di zona yang mengklaim sebagai pionir dalam masalah anti-terorisme. Jumat (22/7) seorang warga Norwegia membantai massal lebih dari 90 orang. Aksi , pelaku penembakan sadis itu, hampir bersamaan dengan ledakan yang mengguncang gedung kantor Perdana Menteri Norwegia, Jens Stoltenberg.
Setelah diinterogasi, Breivik adalah anggota English Defence League (EDL), sebuah kelompok rasis dan anti-Muslim. Kelompok ini gencar menentang perkembangan Islam di Barat.
Pengacara Breivik menyatakan bahwa kliennya mengaku apa yang dilakukannya itu “perlu dan harus.”
Breivik dalam laman Facebooknya memperkenalkan diri sebagai seorang “Kristen fundamentalis” dan memampang tulisan-tulisan anti-Islam.
Sebuah rekaman video berdurasi 12 menit yang diperkirakan diunggah oleh Breivik ke Youtube, sedikit menjelaskan alasan mengapa ia melakukan tindakan sadis itu. Pada intinya, Brevik mengecam dan menentang politik multi-kultur di Eropa dan peningkatan jumlah warga Muslim di benua ini.
Pandangan ekstrim dan radikal seperti yang diyakini Brevik dapat ditemukan di setiap pergerakan, aliran, atau agama. Baik di Kristen maupun Islam, ada saja pihak-pihak yang mengutamakan radikalisme dan vandalisme. Brevik juga bukan pengecualian.
Namun yang menarik, pada awal pemberitaan aksi teror tersebut, media massa Barat dalam laporan breaking news mereka menyebutkan bahwa aksi sadis itu dilakukan oleh “teroris Muslim”. Namun setelah pelaku ditangkap dan diinterogasi, status untuk pelaku teror itu diubah menjadi “fundamentalis Kristen.”
Aksi yang dilandasi dengan pemikiran seperti yang dimiliki Breivik juga sebenarnya tidak dapat dikecualikan dari terorisme. Namun media global memiliki metode pemberitaan tersendiri dalam hal ini. Teroris digunakan untuk al-Qaeda, Taliban, atau umat Islam. Sementara istilah seperti fundamentalis atau rasis digunakan untuk kaum Kristen. (IRIB, 24/7/2011)
sudah jelas berarti wajah media seperti apa…Kaum Muslimin tidak akan gentar!!!