Para aktivis Islam mengecam pemerintah Arab Saudi yang berencana untuk mengeluarkan undang-undang pemberantasan terorisme. Sedang organisasi hak asasi manusia internasional khawatir undang-undang ini digunakan untuk menekan siapa saja yang tidak sejalan dengan pemerintah.
Surat kabar “Al-Quds Al-Arabi” menyebutkan bahwa sebuah partai tidak resmi, Partai Islam “al-Ummah” yang didirikan pada bulan Februari, menyampaikan seruannya di internet untuk para ulama agar menentang apa yang disebuatnya sebagai undang-undang yang bertujuan untuk merampas hak warga negara dalam mengkritik pemerintah.
Rezim pemerintah di Arab Saudi melarang pembentukan partai politik atau aksi-aksi protes publik. Namun pemerintah membuat Dewan tertentu dengan memiliki kekuasaan legislatif yang terbatas, yang bekerja layaknya parlemen.
Amnesti Internasional pada hari Jum’at mempublikasikan salinan bocoran RUU “sistem pidana untuk kejahatan terorisme dan pembiayaannya”, yang mengatakan bahwa akan mengizinkan perpanjangan penahanan tanpa tuduhan atau pengadilan, dan dapat digunakan untuk melawan oposisi damai.
Sementara Arab Saudi menolak tuduhan tersebut dengan mengatakan bahwa “Undang-undang ini hanya akan digunakan terhadap kelompok militan saja. Mengingat al-Qaidah telah melancarkan serangannya terhadap Riyadh pada tahun 2003, namun gagal total pada tahun 2006, setelah operasi keamanan yang bekerjasama dengan badan-badan keamanan Barat.”
RUU ini menetapkan hukuman penjara selama tidak kurang dari sepuluh tahun bagi siapa saja yang mengkritik Raja atau Putra Mahkota, sebab hal itu membahayakan persatuan nasional, serta merusak nama baik negara atau posisinya, sehingga termasuk kejahatan terorisme.
Undang-undang ini memberikan Menteri Dalam Negeri kekuasaan yang luas untuk mengambil tindakan dalam rangka melindungi keamanan nasional tanpa perlu meminta izin atau tanpa ada pengawasan peradilan.
Partai Islam “al-Ummah” mengatakan dalam sebuah pernyataan di situs internetnya bahwa “Undang-undang sistem pidana yang menganggap kritikan terhadap pemerintah sebagai kejahatan teroris tidak sesuai dengan hukum syariah. Sehingga para ulama harus menentang RUU itu.”
Bahkan hampir tidak seorang pun yang merespon seruan untuk melakukan aksi protes pada tanggal 11 Maret, setelah para “ulama” kerajaan mengeluarkan fatwa yang mengharamkan aksi protes. Sementara pemimpin partai, Abdul Aziz al-Wahaibi ditahan sejak bulan Februari, namun beberapa anggota pendiri partai yang lain telah dibebaskan setelah beberapa hari penahanan.
Arab Saudi bereaksi keras dengan mengingatkan bahaya terkait gelombang aksi protes rakyat yang telah menyebar di Timur Tengah. Dalam hal ini, Arab Saudi telah mengirim pasukan ke Bahrain untuk membantu memadamkan dan menekan berbagai aksi protes. Bahkan Arab Saudi menjadikan presiden Tunisia terguling Zine El Abidine Ben Ali, juga presiden Yaman Ali Abdullah Saleh setelah menderita serangan serius pada bulan Juni, sebagai tamu kehormatan yang mendapat perlakuan luar biasa (moheet.com, 28/7/2011).
wahai keluarga kerajaan arab… anda terlalu bodoh untuk meminpin suatu negri, karena anda tidak mencontoh cara kepemimpinan rosul….