Kemauan dan Semangat Perjuangan Pasca Ramadhan

Puasa Ramadhan baru saja meninggalkan kita. Apa yang kita dapatkan dari melaksanakan puasa sebulan penuh itu? Rasa makin bertakwa? Semoga.

Memang, meski secara fikih puasa merupakan ibadah yang sepenuhnya fisikal, artinya dilakukan dalam bentuk tidak menkonsumsi makanan dan minuman serta tidak melakukan hal yang membatalkan puasa di siang hari Ramadhan, hasilnya ternyata berupa sesuatu yang sangat non-fisikal. Allah SWT meminta kita berpuasa agar bertakwa (la’allakum tattaqun). Nabi saw. sendiri menyatakan, “Bukanlah puasa dari sekadar menahan makan dan minum. Puasa yang sesungguhnya adalah menahan dari laghwu dan rafats.” (HR Ibn Khuzaimah).

Itu menunjukkan bahwa ada makna yang lebih dalam dalam puasa dari sekadar menahan lapar dan dahaga. Coba perhatikan, selama puasa kita dilarang makan dan minum serta berhubungan seksual dengan istri atau suami kita. Padahal makanan dan minuman itu halal; suami atau istri pun juga halal. Ternyata, dengan tekad dan kemauan yang besar, kita bisa. Nah, bila untuk menjauhi yang halal saja bisa, mestinya dengan tekad yang sama semua perkara yang haram lebih bisa lagi kita ditinggalkan.

Ramadhan memang bulan riyadhah (latihan) untuk meningkatkan kemauan kita untuk taat pada aturan Allah SWT. Bila berhasil, kelak pada penghujung bulan Ramadhan kita benar-benar bisa disebut muttaqin (orang yang bertakwa), yakni orang yang mempunyai kemauan yang kuat untuk senantiasa melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Allah SWT. Artinya, semestinya di bulan lain setelah Ramadhan, kita menjadi lebih taat pada syariah-Nya.

Namun, mengapa kenyataannya tidak demikian? Kita melihat tetap saja kemaksiatan terjadi di mana-mana. Karena ini negeri yang penduduknya mayoritas Muslim, maka pelaku kejahatan juga kebanyakan Muslim. Dalam kegiatan pelacuran, misalnya, hampir pasti pelacurnya kebanyakan adalah Muslim, germonya Muslim, yang datang juga Muslim. Begitu juga pelaku perjudian, pornografi dan pornoaksi tetap saja kebanyakan adalah Muslim. Koruptor juga kebanyakan Muslim. Bila ada mafia peradilan maka polisi, jaksa, hakim, pengacara dan terdakwa yang terlibat di dalamnya kebanyakan adalah juga Muslim. Bila semua itu sudah berlangsung bertahun-tahun lamanya, lantas mana pengaruh puasa yang setiap tahun dilaksanakan?

Kita selama ini memang ternyata kurang peduli terhadap esensi ibadah. Shalat rajin, rajin pula maksiyt. Haji ditunaikan, korupsi digalakkan. Bacaan al-Quran dilombakan, tetapi ajarannya dilecehkan. Benarlah kata nabi, “Betapa banyak orang berpuasa tidak mendapatkan apa-apa kecuali lapar dan dahaga.” (HR Ahmad).

++++

Dengan kemauan untuk taat yang ditempa selama bulan Ramadhan, sesungguhnya puasa—bila benar-benar dihayati—akan menjadi bekal yang sangat berharga guna membentuk karakter penting dalam diri seorang Muslim. Dari pribadi-pribadi yang taat inilah semangat perjuangan bisa dilecut sehingga bangunan khayru ummah bisa diwujudkan kembali.

Pengamatan menunjukkan bahwa lebih dari yang lain, yakni kemampuan dan kreatifitas, karakter menyumbang unsur terbesar dalam sukses seseorang. Di antara karakter terpenting dari seorang itu adalah adanya kemauan keras dan semangat menggebu-gebu untuk berbuat dan meraih cita-cita.

Tirto Utomo, bos Aqua, berjuang tak kenal menyerah selama bertahun-tahun untuk mengenalkan produk air dalam kemasan. Ketika ia membuat produk itu, banyak pengusaha menertawakan. Bagaimana mungkin “jualan air” bisa laku dan menjadi bisnis besar. Namun, dengan kemauan dan semangat yang kuat, terbukti setelah lima tahun angka penjualan Aqua melesat dan sekarang tak seorang pun di negeri ini yang tak mengenal air minum dalam kemasan itu. Yang luar biasa, orang mau saja membeli Aqua meski harga seliternya hampir sama dengan bensin premium.

Contoh lain, KFC tidak akan pernah menjadi restoran besar andai saja Kolonel Sander tidak memiliki karakter untuk meraih sukses. Semua diawali ketika ia menawarkan resep ayam gorengnya ke restoran. Meski selalu saja ditolak, dengan kemauan dan semangat ia terus menawarkan hingga restoran ke 141. Di situ resepnya diterima. Itu pun dengan percobaan. Andai Sander putus asa di restoran ke 140, niscaya kita tidak akan pernah melihat restoran KFC “jagonya ayam” ada di mana-mana.

Begitu juga dengan Thomas Alpha Edison, sang penemu lampu pijar. Andai ia tidak gigih untuk terus melakukan percobaan, mungkin dunia tidak akan seterang sekarang ini di malam hari. Setelah lebih dari 1000 macam bahan, akhirnya ia mendapatkan material yang cocok untuk lampu pijarnya.

Jelas sekali, banyak sekali peristiwa besar dunia di sepanjang lintasan sejarah yang itu hanya mungkin lahir dari kemauan dan semangat yang besar. Bila Edison, Sander Tirto Utomo dan lain-lain dengan kemauan kuat yang didorong oleh semangat material saja bisa mencetak kemajuan dan sukes besar, apalagi seorang Muslim yang dorongan semangatnya bukan hanya bersifat material melainkan juga non-material (ibadah dan ridha Allah); mestinya lebih besar lagi.

Fakta pada masa lalu menunjukkan hal itu. Islam juga tidak akan pernah meraih kejayaan selama lebih dari 700 tahun yang oleh para sejarahwan disebut sebagai the golden age bila Rasulullah Muhammad dan para sahabat serta para pejuang sesudahnya tidak memiliki tekad dan kemauan serta semangat membaja untuk berjuang menyebarkan risalah Islam. Peran Ramadhan sebagai bulan pembentuk kemauan dan semangat perjuangan secara faktual ternyata memang terbukti. Bahkan banyak peristiwa besar pada masa lalu terjadi dalam bulan Ramadhan. Perang Badar terjadi dalam bulan Ramadhan. Penaklukkan Makkah atau Fathu Makkah juga terjadi pada bulan Ramadhan. Yang sangat monumental, yaitu penaklukkan Andalusia juga terjadi pada bulan Ramadhan. Meski bukan terjadi pada bulan Ramadhan, Konstantinopel. ibukota Romawi Timur, yang ketika itu dianggap sebagai negara yang memiliki kemampuan militer dan pertahanan paling kuat toh akhirnya berhasil juga ditaklukkan pada tahun 1453 setelah upaya tak kenal lelah yang didorong oleh kemauan dan semangat luar bisasa untuk menyebarkan risalah Islam ke seluruh penjuru dunia selama lebih dari 700 tahun! Yang istimewa, pada hari penaklukan itu, Panglima Muhammad al-Fatih ternyata juga memerintahkan pasukannya untuk berpuasa!

++++

Nah, selama sebulan Ramadhan lalu umat Islam terus menerus ditempa jiwa dan karakternya untuk menjadi pribadi yang mulia, yakni pribadi yang memiliki kemauan untuk taat, semangat perjuangan serta optimisme untuk meraih keberhasilan. Jadi, sekali lagi, bila dihayati dengan sungguh-sungguh, puasa Ramadhan semestinya akan memberikan efek luarbiasa kepada seorang Muslim dan umat Islam secara keseluruhan, yaitu berupa kemauan untuk meraih kembali derajat khayru ummah yang didorong oleh semangat material dan non-material. Maka dari itu, mestinya setelah bulan Ramadhan, dakwah makin marak dan semangat perjuangan makin menggelora. Seiring dengan itu, kemaksiatan makin meredup. Namun, bila itu tidak terjadi, berarti puasa Ramadhan tidak memberikan efek apa-apa. Yang bersisa cuma rasa lapar dan dahaga saja. Umat tetap saja terpuruk, kalah dan menjadi pecundang di segala bidang. Na’udzubilLah min dzalik. [MIY]

4 comments

  1. nah itu dia gejala mati enggan, hidup tak maunya negeri ini ustad..alih2 ingin akhlaq bangsa baik, tapi malah pelopor akhlaq buruknya adalah para pemimpinnnya sendiri..malahan parahnya warganya mau aja diatur ke arah makin menjauhi ketaqwaan itu…mainstream sekuler nya masih bercokol di otak pemimpin kita ustad…liat aja pas sidang itsbat…tuh pa menterinya ga tegas…kecewa banget ane…mana mau ane taat pda maksiyat…tp kebanyakan manusia tidak menyadari itu..astaghfirullah…

  2. Inilah saatnya kita pun utk berdakwah, mengingatkan para pemimpin yang khilaf, mengingatkan saudara2 kita utk hidup berlandas qur”an dan sunnah, menegakkan daulah islamiyah..

  3. ihsan insani

    “Jika umat telah dihinggapi perasaan cukup dan puas dengan

    apa adanya, tidak mau berupaya dengan sekuat tenaga daya dan

    usaha, cuma basa-basi sekedar menggugurkan kewajiban

    saja….maka dengan segera akan dihinggapi penyakit cinta

    dunia dan sekaligus takut mati membela agama.”

  4. Subahanallah Ustadz…tulisan ini benar-benar berenergi. Menjadi nasihat sekaligus tamparan bagi kaum muslim ketika ba’da lebaran derajat taqwa belum bisa diraih. Yang patut dicermati juga aktivitas para pejuang mabda islam, apakah syakhsiyahnya makin mapan atau justru terpuruk. Apakah semangatnya untuk halqah, untuk mutholaah kitab, untuk ittishal, untuk menulis, untuk belajar menganalisa peristiwa makin menggebu atau tidak. Setidaknya intensitas dan kualitas dari aktivitas dakwah yang rutin kita lakukan (entah itu halqah, ittishal, dll) merupakan parameter yg bisa dijadikan patokan untuk menentukan berhasil tidaknya puasa kita.

    Semoga kita tidak lekas puas, tidak mudah mengeluh, tidak merasa melakukan aktivitas paling banyak, tidak merasa paling pintar, tidak merasa cukup dengan ilmu dan kontak yang kita lakukan. Karena jika pengemban dakwah tidak bersegera memperbaiki syakhsiyahnya terus menerus, maka siapa lagi yang mampu menjemput bisyarah nubuwwah? Tetap kerja keras dan bermental baja. ALLAHU AKBAR!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*