Pemerintah Inggris mempromosikan penjualan senapan sniper untuk rezim Kolonel Muammar Gaddafi beberapa minggu sebelum pecahnya pemberontakan menentang dirinya.
Dokumen yang ditemukan oleh The Sunday Telegraph menunjukkan bahwa pada Desember tahun lalu, duta besar Inggris di Tripoli secara langsung mendorong petinggi militer Libya untuk mengunjungi Inggris dan melihat peralatan militer, termasuk senapan dan senapan mesin.
Richard Northern, diplomat tinggi Inggris di ibukota Libya, bergabung dengan Mayor Jenderal Jonathan Shaw, Kepala Asisten Staf Pertahanan di Departemen Pertahanan, ditugaskan untuk melakukan pembicaraan dengan pejabat Libya yang bertanggung jawab membeli senjata untuk militernya Kolonel Muammar Gaddafi.
Ironisnya, senjata yang sama digunakan beberpa minggu kemudian oleh pasukan Gaddafi dan petugas keamanannya untuk menembak demonstran dan penduduk di kota-kota yang bergabung dalam pemberontakan.
Ratusan orang dibunuh oleh penembak jitu, dan senapan mesin dari atap gedung di Benghazi, Misurata dan kota lainnya, pada saat revolusi dimulai pada bulan Februari yang menyebar ke barat ke Tripoli. Setidaknya 30.000 orang tewas dan 50.000 terluka selama perang sipil, menurut perkiraan yang diterbitkan pekan lalu oleh kementerian kesehatan negara itu sementara.
Dokumen yang terungkap saat ini, yang menunjukkan kerjasama antara pejabat Inggris dan rekan-rekan Libya mereka, akan dipandang sebagai informasi memalukan bagi pemerintah Inggris setelah kejatuhan Gaddafi.
Dokumen juga menunjukkan bagaimana pemerintahan David Cameron melakukan kerjasama penjualan senjata ke Libya meskipun mengkritik pendahulunya dari partai Buruh yang terlalu dekat dengan rezim Libya.
Pejuang hak asasi manusia beberapa waktu yang lalu mengatakan bahwa mereka punya bukti bahwa Inggris terus memasok senjata kepada rezim otoriter Libya. (eramuslim.com, 12/9/2011)