Islam Mencegah Kejahatan Anak
Dalam peringatan Hari Anak Nasional tanggal 23 Juli lalu, Indonesia mendapat kritikan keras dari Australia terkait dengan kondisi peradilan anak. Pemerintah Australia menilai Indonesia belum memiliki sistem peradilan yang ramah untuk anak. Berdasarkan penelitian AusAID dan Unicef, 85 persen anak berusia kurang dari 18 tahun yang menjalani proses peradilan mendapatkan hukuman penjara. Mayoritas disebabkan kasus kriminal ringan.
Pemberian sanksi pidana berupa pemenjaraan untuk anak, menjadi kontroversi di Indonesia. Pemerintah mengacu kepada Undang-undang No. 3 tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, yang membolehkan untuk menjatuhkan hukuman penjara pada anak berusia 12 tahun ke atas. Sedangkan pihak yang menentang, dimotori oleh KPAI, menggunakan dasar UU No. 23 Tahun 2009, bahwa definisi anak pada Pasal 1 adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan. Artinya, sebelum berusia 18 tahun, anak tidak boleh dijatuhi sanksi pidana dengan pemenjaraan.
Lepas dari pro kontra yang terjadi, ada suatu pandangan tentang fenomena kejahatan anak yang menarik untuk kita kaji. Pandangan ini memberikan solusi yang tuntas terhadap permasalahan kejahatan anak, yang secara otomatis akan menghentikan kontroversi hukuman pidana pada anak. Pandangan tersebut adalah pandangan hukum Islam.
Mengapa Muncul Kejahatan Anak-Anak
Kejahatan dengan pelaku anak-anak didominasi oleh tindak pencurian, Disusul kemudian kasus penyalahgunaan obat-obatan terlarang, pencabulan, dan pembunuhan(kapanlagi.com). Sebagian pihak menuding bahwa penyebab dari kejahatan anak ini adalah kemiskinan dan kerusakan moral di kalangan anak.
Tidak dapat dimungkiri bahwa kemiskinan dan kerusakan moral menjadi pemicu munculnya banyak kejahatan anak. Namun perlu kita pahami bahwa kemiskinan dan kerusakan moral hanya merupakan fakta akibat. Selama kita hanya terpaku pada fakta dan memecahkan berdasar fakta, maka penyelesaian yang kita dapat hanya penyelesaian yang bersifat parsial dan tambal sulam. Untuk mendapat pemecahan yang tuntas, kita harus menengok lebih dalam, mengapa ada kemiskinan dan kerusakan moral?
Kemiskinan dan kerusakan moral adalah hal yang pasti muncul dalam penerapan sistem kapitalis-liberal yang dianut Indonesia. Sistem kapitalis ditandai dengan menyerahkan pengelolaan kekayaan sumberdaya alam dan distribusinya kepada individu. Individu yang mampu memiliki akses terhadap sumberdaya akan terpenuhi kebutuhan hidupnya, sedangkan yang tidak memiliki akses tidak akan mampu memenuhinya. Sistem ini menciptakan kesenjangan yang lebar antara pemilik akses dengan yang tidak memilikinya. Maka muncullah kemudian kemiskinan yang tersistematis, diikuti dengan kecemburuan sosial yang besar karena pameran kekayaan dijadikan komoditas di berbagai media massa.
Kapitalisme umumnya disertai saudara kembarnya, liberalism dan sekulerisme. Pemisahan agama dari kehidupan akan mencabut nilai-nilai moral. Ditambah dengan paham kebebasan bertingkah laku, mengakibatkan norma-norma agama semakin terpinggirkan. Padahal, kekuatan ruhiyah yang lahir dari pemahaman terhadap agama adalah satu-satunya motor penggerak penerapan moral. Maka memberikan pendidikan moral budi pekerti tanpa membangkitkan kekuatan ruhiyah, sama saja seperti kita mendorong mobil yang rusak. Lelah tanpa hasil.
Dengan mencermati akar permasalahannya, kita dapat katakan bahwa munculnya kejahatan anak-anak adalah akibat kesalahan dalam memilih sistem yang kita terapkan. Anak hanya menjadi korban.
Definisi Anak dalam Islam
Pendefinisian anak yang tidak tepat memiliki implikasi terhadap cara pandang kita kepada anak yang nantinya ikut andil juga dalam memunculkan kejahatan anak-anak.
Islam mendefinisikan anak adalah mereka yang belum mencapai masa baligh. Prof. Dr. Hj.Huzaemah T.Yanggo, MA dalam bukunya Fiqih Anak, mengatakan bahwa al-bulugh adalah habisnya masa kanak-kanak. Pada laki-laki, baligh ditandai dengan bermimpi (al ihtilam), dan perempuan ditandai dengan haid. Rasulullah saw bersabda :
“Pena -pencatat amal- itu diangkat dari tiga : dari orang yang tidur sampai ia bangun, dari anak kecil sampai ia dewasa (yahtalima), dan dari orang gila sampai ia sadar.” (HR Baihaqi).
Kata yahtalima adalah orang yang sudah bermimpi (al-ihtilam). Maka dipahami bahwa anak yang sudah baligh telah menerima beban taklif, yaitu menjalankan hukum syara’, dan dihisab sebagai implikasi dari pembebanan tersebut. Ini berarti pada saat baligh, anak dianggap telah dewasa dan dapat diperlakukan sebagai manusia dewasa di hadapan hukum.
Dengan pemahaman dewasa adalah saat baligh, anak harus dipersiapkan sedemikian rupa hingga ia siap untuk menjadi manusia dewasa yang sanggup mempertanggungjawabkan perbuatannya saat baligh. Ini berbeda dengan pandangan yang ada saat ini yang menganggap anak dewasa bila sudah menginjak usia 18 tahun. Pandangan ini membuat kontradiksi pada diri anak, di satu sisi saat ia baligh, hormon-hormon dan alat reproduksinya sudah matang, sehingga secara biologis ia dewasa, namun ia tetap diperlakukan seperti anak-anak dan tidak mendapat pembekalan bagaimana bertanggungjawab dengan kondisi balighnya tersebut, sehingga secara akal pikiran, ia masih jauh dari matang. Kondisi ini membuat anak cenderung mudah terjerumus dalam dunia kejahatan.
Menuntaskan Kejahatan Anak
Islam memberikan perhatian yang sangat besar terhadap pendidikan anak. Ini tercermin dari banyaknya hadist-hadist yang memerintahkan mendidik anak secara rinci. Pendidikan anak dimulai dari pendidikan di dalam rumah oleh orangtua, pembentukan lingkungan yang kondusif oleh masyarakat dan didukung oleh aturan-aturan negara yang menjamin anak memperoleh pendidikan berkualitas dengan mudah.
Islam juga menciptakan suasana kondusif yang mendukung pendidikan anak. Islam mewajibkan orangtua memberikan nafkah pada anak sehingga anak tidak harus menanggung beban hidup keluarga. Islam mewajibkan negara menyediakan lapangan kerja agar orangtua dapat mencari nafkah untuk anak.
Begitu juga Islam mewajibkan negara untuk menjamin kehidupan yang bersih dari berbagai kemungkinan berbuat dosa. Negara menjaga agama, menjaga moral dan menghilangkan setiap hal yang dapat merusaknya seperti peredaran minuman keras, narkoba, pornografi dan sebagainya.
Maka hanya dengan menerapkan sistem Islam secara sempurna, kejahatan anak akan dapat dihilangkan dari muka bumi. Yang tumbuh adalah anak-anak berkualitas, yang akan menjaga eksistensi umat sebagai umat terbaik. (Ar)
SUBHANALLAH ;D
hanya dalam sistem kekhilafan manusia akan diperlakukan layaknya manusia
ALLAHUAKBAR!!
penulisnya huebat!boleh deh jd bahan diskusi bareng teman