RS Pantai Indah Kapuk Melarang Muslimah Berkerudung

Pihak rumah sakit tak memberikan alasan jelas  mengapa kebijakan pelarangan itu diambil.

Kasus pelarangan pemakaian kerudung-latah disebut jilbab oleh masyarakat-muncul  lagi. Kali ini dialami oleh Dwi, karyawati RS Pantai  Indah Kapuk, Jakarta Utara.

Kasus ini mencuat setelah Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan RS Pantai Indah kapuk Kusno Haryanto melaporkan kasus ini ke beberapa ormas Islam melalui suratnya.

Kusno menjelaskan bahwa pelarangan berkerudung di RS Pantai Indah Kapuk berlangsung sejak tahun lalu. Kasus Dwi ini sudah dibawa Serikat Pekerja ke manajemen rumah sakit melalui jalur advokasi. Pihak rumah sakit awalnya bersedia mengakomodasi kasus Dwi ini namun sampai saat ini, mereka hanya pura-pura.

Ini terbukti ketika sekarang bertambah lagi karyawati yang nekat mengenakan kerudung yakni Tien Maemunah, Rahmawati, dan Fitriani, pihak manajemen melarang dengan tegas penggunaan kerudung di RS Pondok Indah Kapuk.

Berdasarkan laporan Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan RS Pantai Indah Kapuk, Tien Maemunah mengenakan kerudung pada saat jam kerja mulai tanggal 7 September 2011 dengan alasan menjalankan perintah agama yang dianutnya serta merasa risih dengan pakaian seragam yang tidak menutup aurat.  Atas kejadian itulah Tien dipanggil menghadap oleh pihak manajemen Rumah Sakit Rizal Bachrun dan Lisa Mokalu. “Rizal Bachrun selaku Manager PSDM RS Pantai Indah Kapuk meminta kepada Tien untuk melepaskan jilbabnya,” jelas Kusno.

Perintah untuk melepaskan Jilbab dilanjutkan dengan permintaan agar Tien Maemunah mengundurkan diri saja dari rumah sakit tersebut. “Pelapor juga diperintahkan untuk mengundurkan diri, jika tidak ingin melepaskan jilbabnya,” lanjutnya.

Kusno, selaku Ketua Serikat Pekerja Farmasi dan Kesehatan RS Pantai Indah Kapuk, kini masih menunggu penjelasan tentang tindak lanjut atas permasalahan yang disampaikan oleh para pelapor.

20 September kemarin, karyawati ke enam yang menggunakan jilbab di RS Pantai Indah kapuk bernama Amanah mendapat tekanan luar biasa oleh leader-leadernya. Tekanan tersebut dimulai dari diminta melepaskan jilbabnya yang  akhirnya Amanah membuat surat cuti diluar tanggungan sampai dengan di ijinkannya penggunaan jilbab di RS Pantai Indah Kapuk. Pembuatan surat cuti diluar tanggungan itu bukan atas inisiatif Amanah tetapi kalimat demi kalimat dalam surat itu di “dikte kan lewat telepon” oleh Zr Ipung yang merupakan tangan kanan manager keperawatan.

Sedangkan saat ditanya apa alasan pihak manajemen melarang pemakaian kerudung  saat jam kerja, Kusno mengatakan “Belum ada apa alasan yang jelas dari rumah sakit. Tapi, ketika para pegawai RS meminta ijin untuk menggunakan jilbab pihak manajemen hanya mengatakan tidak pernah bisa menerima pemakaian jilbab di sini,” terangnya.

Terulang

Kasus seperti ini bukan kasus yang pertama. Hal yang sama sering terjadi. Tahun 2010, terjadi pelarangan pemakaian kerudung atas tiga perawat RS Mitra Internasional Jatinegara yakni Suharti, Sutiyem dan Wiwin Winarti. Mereka pun terancam dipecat karena menggunakan jilbab panjang. Mereka menolak karena jilbab pendek menampilkan lekuk dada.

Ada juga kasus Wine Dwi Mandela saat bekerja di RS Mitra Keluarga Bekasi Barat. Ia dicampakkan begitu saja oleh pihak rumah sakit dengan dalih yang dicari-cari. Padahal selama empat tahun bekerja di rumah sakit swasta tersebut, ia mengaku tak pernah melakukan pelanggaran yang merugikan perusahaan. Awalnya, Wine memang bersikap seperti karyawati RS Mitra pada lainnya. Sudah menjadi rahasia umum bahwa RS Mitra Keluarga manapun memang memberlakukan larangan berjilbab bagi karyawatinya. Bila ada di antara mereka karyawati yang berjilbab maka mau tidak mau mereka harus melepas jilbab setibanya di rumah sakit. Namun, setelah ia konsisten dengan ketetapannya untuk tidak melepaskan jilbabnya saat bekerja itulah, ia menuai banyak kecaman dan akhirnya ia dipecat dari pekerjaannya.

Dan pada tahun 2006, RS Kebon Jati Bandung, juga melarang penggunaan kerudung  dengan dalih rumah sakit itu sejak berdiri sudah ada peraturan tidak tertulis bahwa perawat yang  beragama Islam tidak diperkenankan menggunakan jilbab selama bekerja karena rumah sakit Kebon jati adalah rumah sakit umum tidak berafiliasi pada golongan tertentu. Tidak boleh menggunakan simbol-simbol agama. Inikah demokrasi? (mediaumat.com, 21/9/2011)

7 comments

  1. lagi2 mayoritas tertindas dan anehnya yg ngaku para pendekar HAM diam seribu bhs jika yg jadi korban ummat Islam,dan akan bersikap sebalik nya(baca tiak lantang) jika yg jadi korban bukan Islam.pantaskah orang 2 Islam masih ngotot mempertahankan sistem yg rusak ini (sebut Democrazy),sudah saatnya qt perjuangkan sistem Islam yg akan mengayomi+adil buat semua.

  2. supri al-ghifari

    inilah wajah demokrasi yg sesungguhnya. kebebasan hny milik yg berkuasa dan punya modal, islam hny dijadikan kambing hitam. hny dgn sisitem khilafah dan hukum syara’ muslimah dimulyakan dan disejahterakan. mari perjuangkan dan sambut khilafah islamiah

  3. Ayo serikat pekerja perjuangkan terus hak Pekerja/Buruh menjalankan keyakinannya. Bentuk intimidasi ini harus diperjuangkan juga oleh Ormas Islam, jangan hanya isu-isu politik murahan saja, ini menyankut masalah hak. Mana suara mu Komnas HAM?

  4. Inilah bukti kebebasan dalam demokrasi, kaum muslim yang ditindas, mana HAM nya

  5. Alhamdulillah….berita terakhir yang saya dengar, sejak kemarin 21/09 pihak RSPIK sudah menyetujui/ mengijinkan pemakaian jilbab….
    Selamat kepada Team ROHIS yang memperjuangkannya

  6. apakah ini gejala islamophobia dan xenophobia di indonesia? hnya khilafah yg akn mjaga aqidah umat…

  7. Alhamdulillah….sekarang kami telah menggunakan jilbab saat bekerja.terima kasih buat teman teman rohis RSPIK dan terutama sahabat kami yang pertama berjuang dalam menggunakan jilba(ce tien dan bu am)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

*