Rezim Kazahstan pada tanggal 22/9/2011 telah mengeluarkan undang-undang yang berisi larangan melakukan shalat di lembaga-lembaga dan departemen-departemen pemerintah, serta larangan melakukan syiar Islam apapun di tempat-tempat milik pemerintah ini.
Pemerintah Kazahstan menyatakan bahwa undang-undang ini berlaku juga bagi angkatan bersenjata dan pasukan keamanan. Sehingga berdasarkan undang-undang ini lengkap sudah penutupan semua masjid dan tempat-tempat pelaksaan shalat di semua tempat milik pemerintah tersebut.
Perlu diketahui bahwa pada tahun lalu rezim Kazakhstan melalui Departemen Kehakiman telah mengeluarkan keputusan yang berisi larangan membawa dan mempromosikan 207 artikel media, termasuk buku, publikasi dan sejumlah surat dari Al-Qur’an menyerukan pada “ekstremisme”.
Sementara pada tahun 2009 rezim Kazakhstan juga mengeluarkan undang-undang yang melarang perempuan memakai pakaian sesuai ketentuan syariah, seperti jilbab dan kerudung.
Ketika itu, Menteri Pendidikan dan Sains Kazakhstan, Zhanseit Tuymenbaev melakukan pembelaan terhadap undang-undang tersebut dengan mengatakan bahwa “Mengenakan hijab menunjukkan bahwa individu itu sedang menganut keyakinan tertentu. Sementara Kazakhstan adalah negara demokrasi sekuler.”
Dengan demikian, munampakkan sekularisme dan demokrasi, serta menerapkan dan mendakwahkannya tidak dianggap menganut keyakinan tertentu menurut pandangan busuk Menteri Pendidikan Kazakhstan! Padahal semua tahu bahwa sekularisme dan demokrasi adalah keyakinan kufur yang memusuhi agama, serta memaksa dan menzalimi manusia. Undang-undang dan berbagai keputusan yang diambil oleh Kazakhstan sebagai negara demokrasi sekuler adalah bukti nyata bahwa negara itu pemuja ideologi kufur.
Para penguasa Kazakhstan sebagaimana para penguasa di semua Republik Asia Tengah, serta para penguasa Rusia yang sebelumnya telah mengadopsi komunisme tidak berbeda dengan para penguasanya yang mengadopsi demokrasi dan sekularisme setelah runtuhnya Uni Soviet. Sebab permusuhan kedua ideologi itu sama terhadap Islam. Komunisme menyeru pada atheisme di samping menyeru pada demokrasi. Sedang kapitalisme menyeru pada sekulerisme kehidupan, terutama dalam bernegara dan politik, dengan nama pemisahan agama dari kehidupan di samping juga menyeru pada demokrasi. Karena sekulerisme itu melarang campur tangan agama dalam bernegara dan berpolitik, maka hal ini sama dengan ateisme komunis yang mengingkari keberadaan agama dalam negara, politik dan masyarakat.
Begitu juga halnya dalam praktek, prosedur dan keputusan adalah sama dengan ateisme, sebab sekulerisme membatasi agama hanya dalam hati nurani individu, seperti ibadah, keyakinan serta beberapa praktik keagamaan yang jauh dari negara, politik dan sistem kehidupan.
Oleh karena itu kami melihat dan percaya bahwa kaum Muslim yang ingin konsisten dengan ajaran agama mereka, akan mengalami tekanan dan penganiayaan di semua negara yang mengadopsi demokrasi dan sekularisme.
Adapun demokrasi kedua ideologi itu berbeda. Demokrasi komunisme mengatakan bahwa kelas pekerja adalah pihak yang mewakili rakyat, maka merekalah yang membuat konstitusi dan memimpin negara. Sementara demokrasi kapitalisme secara implisit mengatakan bahwa kelas pemilik modal adalah pihak yang mewakili rakyat, maka merekalah yang membuat konstitusi dan memimpin negara. Sedang dalam Islam diharamkan memberikan hak pembuatan konstitusi dan kepemimpinan negara pada kedua pihak tersebut (kantor berita HT, 29/9/2011).